Ingin Menghentikan tapi tidak bisa
"Jadi kau pilih siapa?" Valleri, gadis berambut pirang dengan segaris warna pink sesuai gaya Avril Lavigne menunjuk-nunjukkan majalah dengan antusias.
Empat wanita yang tengah berada di tengah keramaian kantin Universitas elit dikota itu duduk tenang meski ada saja mata kagum yang terang-terang terarah pada mereka. Mata para pria. Dan sejujurnya hampir kebanyakan ditunjukkan untuk gadis berambut kemerahan yang duduk menyimak kehebohan Valleri.
"Jadi Clary?" Tanya Valleri terfokus pada pendapat gadis berambut kemerahan tersebut.
Clary terlihat serius melihat dua wajah cantik yang ada di majalah Fashion Valleri. "Kupikir aku lebih suka Miranda Kerr dibanding Kendall Jenner."
Sasha gadis dengan warna bibir merah menyala ikut menimpali. "Aku tahu. Meski Kendall lebih seksi dibanding Miranda tapi senyuman Miranda selalu jadi nilai lebih."
Clary mengangguk menyetujui. Dia suka tiap kali Miranda Kerr sang model yang tidak bosannya terseyum ramah. Bisa dibilang senyuman adalah langkah membuat orang lain menjadi suka pada kepribadiannya. Sama seperti ibunya yang selalu tampak cantik dimata Clary berkat senyumannya.
"Ngomong-ngomong Clary, kapan Diego-mu itu kembali dari London? Hampir setahun dia betah disana." Perkataan Veronica mampu membuat tiga orang lainnya melirik Clary penasaran.
Sejak dulu mereka tidak bosan-bosannya menanyakan hal tersebut, dan jawaban Clary pasti. "Dia masih memiliki banyak hal yang harus diurus disana."
Dan kelihatannya hal tersebut masih belum memuaskan rasa penasaran mereka. Terbukti dari salah satu diantara mereka yang sudah berniat ingin bertanya. Clary berpikir cepat untuk mencari pengalih pikiran dan dia mendapatkannya.
"Siapa gadis yang duduk dipojokkan sana? Aku baru melihatnya." Clary menganggukkan kepalanya pada gadis berambut kecoklatan dengan baju hangat vanillanya yang kebesaran.
Clary mendengar Valleri berdecak kesal. "Ck, gadis miskin itu ada disini."
"Miskin?" Veronica bertanya dengan matanya yang mengukur gadis yang tengah dibicarakan dengan mata menilai.
"Ya. Dia adalah temanku waktu Sd dulu. Dia miskin, aneh, sok pintar, dan juga sok mempunyai harga diri tinggi."
"Kelihatannya memuakkan ya?" Sasha terseyum miring.
"Mau bantu aku membuat sebuah hiburan di kantin ini girls?" Valleri menawari dengan mata berkilat licik.
Seketika Clary menegang. Dia tahu apa yang bakal mereka lakukan jika sudah mulai berdiri dengan senyuman licik itu. "Emm, teman-teman sebaiknya kita..."
Terlambat. Mereka bertiga sudah berdiri dari bangkunya untuk mendekati gadis berambut kecoklatan itu. Clary dapat melihat dari sini jika mereka bertiga mengatakan sesuatu yang jelas mengusik gadis itu. Dan detik berikutnya mereka berhasil menghebohkan kantin dengan aksinya menumpahkan semangkuk sup diatas kepala gadis itu.
Clary ingin menghentikan tapi dia tidak bisa. Mereka temannya.
♥♥♠♠
Mata peraknya hampir seperti timah besi yang dingin menyengat saat mengamati targetnya yang berada dibawah.
Sosok pria berambut hitam dengan pakaiannya yang tanpa lengan seolah tidak mempermasalahkan tiupan angin kencang yang menerpanya dan bisa saja menjatuhkannya dari gedung berlantai enam yang dia pinjaki.
"Kau bisa menyerangnya nanti tepat saat dia memasuki mobilnya dan berada dibelokkan yang sepi." Itu seperti sebuah nasehat untuk pria bermata perak dingin didepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is A Murderer
Romance"Aku melangkah dengan cahaya terang dan kau melangkah dengan kegelapan." - Clary Chester "Setiap aku melangkah aku pasti akan melihat tubuh-tubuh tergeletak bermandikan darah, aku manusia yang hancur saat terkena cahayamu tapi aku menginginkamu untu...