14 | Maxleon Family

888 87 1
                                    


kadang aku berpikir tidak bisa meraihnya atau mungkin aku terlambat meraihnya

Setelah pembincangan dengan Aaric, Clary memilih meninggalkan pemuda itu di kamarnya. Aaric yang diam membuat Clary yakin jika pemuda yang selalu melakukan hal sesukanya itu pasti tengah memikirkannya.

Setidaknya meski dia pria terkutuk tapi jika sampai memikirkannya dengan serius maka bagus juga.

Tapi sekarang Clary bingung. Masalahnya setelah keluar dari kamar yang disediakan untuknya menginap itu dia jadi tidak tahu harus melakukan apa sekarang dirumah ini. Jalan-jalankah?

Tapi rumah ini cukup besar dan tidak menjamin Clary tidak akan tersesat.

"Clary?"

Clary menoleh saat Namanya dipanggil. Laury berdiri membawa gelas dengan piyama Panjang berwarna ungu. Kelihatannya dia baru saja mengambil air dari dapur untuk dibawa kekamarnya.

Laury tersenyum. "Oh dear, apa yang kau lakukan disini? Kenapa belum tidur?"

"Ah..emm..." Clary bingung sendiri. "Aku...juga ingin mengambil minuman."

Laury sedikit memiringkan kepalanya lalu tersenyum. "Aku temani dan...bisakah kita berbicara sebentar?"

Clary diam sebentar sebelum mengangguk.

Laury mengajaknya kerumah belakang yang ternyata terdapat berbagai macam tanaman. Mulai dari tanaman hias hingga biotik.

"Aku suka menanam tumbuhan," Laury menerangkan tentang kenapa ada begitu banyak tumbuhan. "Itu menjadi hobiku dan biasanya saat aku menghirup aroma daun dan bunga. Itu menenangkanku."

"Apakah anda tengah cemas?"

"Oh, tidak. Kadang aku kemari juga karena aku menyukainya."

Laury dan Clary duduk disebuah kursi kayu yang menghadap pada kolam penuh bunga teratai dan tanaman air yang Clary sendiri tidak tahu Namanya.

"Aaric," Laury mengucapkannya dengan mata menerawang ke kolam. "Aku bahkan tidak tahu jika ternyata dia...bisa dekat dengan seseorang diluar sana."

Clary mengenyitkan dahinya tidak mengerti 'diluar sana'?

Seolah membaca kebingungan Clary. Laury menambahkan. "Maksudku dia sedikit tertutup tentang kehidupannya. Dia sulit terhubung dengan orang lain..." Laury menjeda. Ada sedikit rasa sesak saat dia melanjutkan, "Bahkan keluarganya."

"Meski aku ibunya tapi kadang aku berpikir tidak bisa meraihnya atau mungkin aku terlambat meraihnya."

Aaric tertutup? Benarkah? Clary sama sekali tidak tahu tentang hal itu. Bahkan jika dipikirkan kembali dia memang sama sekali belum mengenal Aaric.

"Sejujurnya aku dan Aaric belum begitu mengenal satu sama lain." Aku Clary.

"Benarkah?" lalu Laury menoleh dengan senyuman khas ibu-ibu yang melihat anaknya dengan kasih sayang. "Tapi Aaric seperti tengah mencoba membuka dirinya. Kumohon bantu dia."

♥♥♠♠

Saat Clary kembali dia melihat Aaric masih dikamarnya.

"Kita tidak sekamarkan?" Tanya Clary memastikan. Dia berencana akan kabur paksa jika benar-benar dugaannya itu benar.

Aaric terkekeh melihat raut ngeri Clary. "Padahal aku berharap bisa sekamar denganmu." Aaric kembali tertawa saat Clary menatap tajam.

"Kamarku ada disebelahmu, jika kau membutuhkan sesuatu," Aaric berjalan akan keluar tapi berhenti tepat didepan pintu. "Aku harap kau bisa tidur nyenyak."

My Husband Is A MurdererTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang