Bagian 41

4.3K 244 5
                                    

Beberapa kali dirinya masih merasakan sesak nafas, dokter mengajukan untuk pemaikaian oksigen di perpanjang. Riana hanya pasrah saja, beberapa temannya sudah berkunjung menjenguk seperti Bagas dan Vanny, tapi sampai saat ini ia belum bertemu dengan Rio. Pikirannya gelisah, sebenarnya apa yang ibunya katakan pada Rio hingga membuat pria itu tak memberi kabar sama sekali sampai saat ini.

"Sayang, mama harus balik ke butik. Ada klien mama yang mau bahas desain baju pengantinnya dia. Jadi mama juga harus nyiappin semuanya." Ucap ibunya sambil memberesi tasnya.

"Ini ponselmu ya, kalau ada apa-apa langsung hubungi mama atau papa. Nanti sore kita balik kesini lagi. Maaf ya sayang mama tinggal sebentar." Riana mengangguk, lalu menerima kecuppan pada keningnya.

Belum sempat keluar dari kamar inap Riana, seorang pria berseragam putih abu-abu masuk dan langsung di sambut hangat oleh ibunda Riana.

"Assalamualaikum." Salam pria itu lalu menunduk.

"Waalaikumsalam. Kebetulan sekali Nando ada disini." Nando tersenyum tipis.

"Tante ada urusan di butik nih. Udah mau telat, tante titip Ana dulu ya. Kalau ada apa-apa langsung hubungi tante." Nando dengan senang hati mengiyakan kemudian wanita itu melangkah pergi, hingga menyisakan dua remaja itu.

"Hai An." Nando mendekat dengan canggung, hal terakhir yang ia lakukan sebelum meninggalkan Riana tadi pagi adalah mencium kening gadis itu.

"Hai." Jawab Riana sambil melempar senyum.

Saat Riana ingin mengubah posisi menjadi duduk, Nando dengan sigap menahan tubuh gadis itu.

"Aku bantuin ya." Lalu Riana mengangguk, Nandopun mengatur posisi Riana untuk sedikit duduk menyender.

Setelah itu Nando menarik kursi untuk duduk berada di samping ranjang Riana.

"Riana gimana keadaannya? Masih ada yang sakit?" Ucap Nando memecahkan keheningan.

"Alhamdulillah udah mendingan, cuma tinggal sesak nafasnya doang." Jawab Riana sambil sedikit duduk menyorong ke arah Nando.

"Ini kenapa?" Riana menyentuh tangan Nando. Melihat luka memar pada tangan pria itu.

"Gakpapa." Matanya beralih menatap Nando, bisa ia lihat pandangan sendu dari pria itu. Entah bagaimanapun caranya, seharusnya ia tidak bersikap egois dalam pertemanan mereka. Nando sudah melakukan banyak hal untuk Riana. Dengan ragu tangannya menyentuh wajah Nando. Mengusap wajah pria itu sebagaimana ia lakukan saat kecil dulu, saat pria itu sedih.

Riana, sentuhhanmu selalu buat aku lebih tenang. Jangan di lepas ya.

Setelah 6 tahun lamanya, ia kembali mengusap wajah pria itu, seolah kembali mengingat perkataan Nando yang nyaman akan sentuhhan lembutnya.

"Makasih Riana." Nando meraih tangan Riana dan mencium punggung tangan gadis itu.

Namun spontan ia menarik tangannya dari genggaman Nando, bayangan Rio seketika terlintas di pikirannya. Membuat rasa canggungnya kembali hadir.

Melihat reaksi perubahan Riana, pria itu kembali menghela nafasnya, mencoba mengerti keadaan gadis itu.

"Nando, apa tadi Rio sekolah?" Riana kembali membuka suara.

"Aku gak lihat dia. Aku kira dia bolos buat nemenin kamu disini." Jawab Nando seadanya.

"Kan udah ada aku disini An. Apa kamu gak kangen kita berduaan begini?" Tanya Nando untuk kembali meyakinkan hati gadis itu.

"Iya Nando, aku kangen." Riana melempar senyum, membuat pria dihadapannya juga membalas senyum Riana.

"Riana, apa posisiku saat ini udah digantikan sama Rio." Ucap Nando yang membuat Riana bungkan beberapa detik.

Silent ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang