Bagai tak ada semangat hidup. Sudah dua bulan lamanya Riana menjadi pendiam yang sangat super. Rahma sampai di buatnya bingung.
Keadaan Riana juga semakin mengkhawatirkan, bisa di hitung beberapa kali dalam seminggu gadis ini masuk UKS, dan semakin kurus.
"An!" Rahma menyentuh pundak sahabatnya. Menyuruh Riana untuk menghadap kearahnya.
"Mau sampai kapan kamu begini? Berhenti mikirin Rio, An. Gak ada untungnya kamu bersikap begini. Kamu gak tau, banyak orang yang khawatir sama kamu? Sayang tubuhmu An. Jangan nyiksa diri begini." Riana mengusap air matanya.
"Rio sama sekali gak ngasih kabar ke aku Ma. Rumahnya kosong, aku bingung harus cari dia kemana lagi."
"Gak usah cari dia An!! Berhenti. Dia itu cuma bisanya nyakitin kamu doang, ngelibatin kamu sama masalah dia doang! Kamu gak kasihan sama mamamu? Setiap kali jemput kamu di gerbang sekolah, beliau selalu nahan air matanya supaya gak jatuh di depan kamu. Dia itu sayang sama kesehatan kamu. MasyaAllah, jangan sampai di butain sama yang namanya cinta, An."
Riana menatap mata Rahma.
"Kamu gak ngerti apa yang Riana rasain! Kamu cuma bisa marahh sama aku! Aku pusingg." Riana beranjak dari ranjang UKS.
"Ana! Kamu barusan sadar." Rahma menahan tangan Riana, namun segera di tepis kuat oleh gadis itu.
"Riana butuh waktu sendiri. Maaf kalau selama ini sering ngerepotin Rahma."
Gadis itu menghela nafas, melihat kepergian Riana bahkan belum sempat menggunakan alas kakinya.
"Sial! Dimana sih yang namanya Rio itu!!"
***
Sepulang sekolah, Andre menyempatkan diri untuk menjemput putrinya. Di lihatnya wajah Riana yang sering sekali pucat, beberapa kali dirinya sudah mengajak putrinya untuk check up. Dan hasil selalu sama, Riana terlalu stress dan kekurangan asupan gizi beberapa bulan ini. Membuat tubuh gadis itu rentan sakit."Sudah di makan bekalnya?" Tanya Andre memecahkan keheningan.
Riana tak menjawab, tatapan mata gadis itu kosong.
"Sayang." Andre menyentuh punggung tangan putrinya. Membuat Riana menoleh.
"Iya pah?"
"Sudah makan?" Tanya Andre mengulang inti pertanyaannya.
"Belom pah." Jawab Riana pelan.
"Kalau gitu kita cari tempat makan dulu ya. Kamu harus makan, biar gak gampang sakit. Kamu tau kan mamamu jadi ikutan sakit karna mikirin kesehatan kamu yang naik turun, nak." Riana menghela nafasnya lalu mengangguk. Beberapa bulan ini dirinya sudah cukup merepotkan kedua orang tuanya. Apa sudah waktunya ia kembali melupakan Rio?
Sudah dua kali kamu begini. Apa masih ada alasan buat aku tetap bertahan?
***
Sesampainya di rumah, Riana langsung masuk ke dalam kamarnya. Andre sudah cukup lega karna putrinya mau memasukkan beberapa makanan ke dalam mulutnya."Mau kemana mah?" Jegah Andre saat melihat istrinya ingin menyusul Riana.
"Ajak dia makan siang, pah. Mama khawatir dia gak makan bekalnya lagi." Andre mendekatkan diri pada istrinya dan mencium kening wanita itu.
"Tadi papa sudah ajak dia makan." Istrinya tersenyum lega.
"Syukurlah kalau begitu. Kamu juga sudah makan mas?" Tanya istrinya.
"Makan dua kali demi masakan istri gak masalah." Wanita itu terkekeh lalu kembali tersenyum manis. Andre memamg pintar membuat moodnya kembali membaik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent ✔
Teen Fiction[COMPLETE✔] [CERITA PANJANG⚠] "Untuk bisa bertahan aku harus diam, jika tidak ingin terluka mulutku harus tetap bungkam. Membuat semua menjadi kebohongan, untuk bisa mempertahankan sebuah hubungan. Tapi jika terbuka adalah sebuah pilihan, aku tidak...