Pengakuan

13.1K 767 25
                                    


Up date lagi....
Happy weekend...
Happy reading guys...
Dan tak lupa terimakasih atas dukungan dan votenya....😘😘😘😘




Pria yang tengah berdiri menghadapnya itu hanya diam dengan tatapan datar tertuju padanya, sudah lima menit berlalu sejak orang-orang yang menenuhi kamar rawatnya pergi meninggalkan mereka berdua untuk berbicara. Tapi belum ada sepatah katapun yang terlontar dari bibir tebal pria itu.
Jenna memejamkan mata berusaha fokus dengan apa yang harus ia katakan, bukan malah memperhatikan bagian wajah bos dinginya itu.

"Kau taukan hal ini terjadi bukan karena sebuah kesengajaan." Ujar Altara memulai pembicaaraan mereka.

Jenna masih diam, ia hanya ingin tau apa tujuan pria itu datang sebenarnya selain mengakui ayah biologis dari janin yang dikandungnya.

"Ini di luar renacana awal yang saya inginkan. Kau juga pasti sudah mendengar penjelasan dari dr. Langit mengenai kesalahan fatal  yang menyebabkan janin itu kau yang mengandungnya". Altara masih berbicara dengan sikap tenang dan tak menunjukan sedikitpun ekpresi di wajahnya.

Jenna juga tidak mengangguk atau mengiyakan perkataan Altara, ia masih mencoba mencerna apa yang sedang Altara maksudkan.

"Awalnya saya mendapat kabar bahwa proses ini gagal, dan saya memutuskan untuk tidak melanjutkannya lagi. Tapi ternyata terjadi kesalahan yang sangat fatal sampai melibatkanmu. Terlepas dari semua itu saya masih menginginkan janin itu dilahirkan. Dan saya akan bertanggung jawab sampai kau melahirkan anak saya" jelas Altara panjang lebar.

Jenna mengernyit pada perkataan terkhir Alatara.

"Maksud Bapak?"

"Sesuai rencana awal saya. Saya akan membayar dan membiayai semua kebutuhan wanita yang mengandung anak saya sampai anak saya lahir"

"Bapak pikir saya wanita yang bersedia dibayar untuk mengandung anak bapak?" Tanya Jenna sakartis karena terpancing emosi.

Rahang Altara terlihat mengeras tapi pria itu masih menunjukan ekpresi datarnya.

"Maafkan saya Pak kalau saya lancang, tapi saya tidak menjual tubuh saya demi mendapatkan uang. Mungkin wanita itu  sangat membutuhkan uang sehingga bersedia meminjamkan rahimnya. Tapi tidak untuk saya. Terima kasih. Saya tidak butuh uang itu. Saya masih bisa membiayai kehidupan saya sendiri" lanjut Jenna tanpa jeda karean terpancing perkataan Altara.

"Janin yang tengah kau kandung adalah anak saya. Dan saya berhak dan harus bertanggung jawab atas kehidupanya"

"Kalau begitu anggap saja hal ini tidak pernah terjadi. Bapak bisa meminjam kembali rahim wanita lain dan mendapatkan anak darinya"

Kesabaran Altara sudah terkikis, kalau saja wanita didepanya ini tidak sedang mengandung anaknya mungkin sudah sejak tadi ia membentaknya.

Altara sadar kalau pembicaraan ini harus dihentikan, wanita di depanya itu masih terlihat lemah meski masih bisa adu mulut denganya tadi.

"Kita bicarakan lain kali. Kau butuh istirahat" ujar Altara akhirnya.

"Tidak ada lain kali. Dan saya akan tetap menolaknya"

Altara menatap Jenna sejenak lalu menghembuskan nafas, "wanita keras kepala" pikir Altara lalu berlalu keluar dari kamar rawat Jenna.

Begitu Altara keluar, Jenna langsung menutup wajahnya dengan kedua telapak tanganya.

"Ya Tuhan. Cobaan apa lagi ini"

Jenna kira Altara akan bertanggung jawab dengan menikahinya agar anak dalam kandunganya ini memiliki status yang jelas. Tapi nyatanya pria itu tanpa rasa bersalah malah akan membayarnya. Jelas Jenna menolak karena merasa direndahkan juga, terlepas dari itu bukan kesalahan Altara. Jenna tidak berfikiran akan sangat menguntungkan dinikahi seorang Altara Naufal Aldiaz, Jenna tidak butuh harta melimpah. Jenna hanya butuh sebuah tanggung jawab agar anaknya kelak memiliki status hukum.

Hamil diluar nikah sangat tabu dimata masyarakat. Ia tidak mau anaknya menjadi bahan gunjingan masyarakat nantinya karena lahir tanpa memiliki status keluarga. Cukup hal itu terjadi pada dirinya saja. Ia tidak akan sanggup melihat anaknya menjadi bahan bully teman-temanya dan masyarakat nanti.

***

Radhit dan tante Lena masih menunggu di luar saat Altara keluar dengan wajah yang sulit diartikan.

Alan bangkit dari duduknya dan menghampiri Altara.

"Bagaimana?" Tanyanya.

"Dia butuh istirahat dulu" hanya itu yang Altara ucapkan sebelum melangkah pergi.

"Apa momy sudah tau hal ini?" Tanya Radhit tanpa menatap Altara.

Langkah kaki Altara terhenti. Ia lupa ada Radhit di sana.

"Belum" jawab Altara berbalik dan menatap Radhit yang masih duduk tenang.

"Kalau begitu kita harus bicara Bang" ujar Radhit bangkit dan berjalan mendahului Altara.

"Kabari asistenku. Alihkan semua meeting penting untuk besok" ujar Altara pada Alan lalu mengikuti Radhit.

Alan hanya berdecak sebal sambil mengeluarkan ponselnya.
"Aku ini pengacaranya atau asisten pribadinya sih" gerutu Alan setelah berpamitan dengan Tante Lena.

****

Altara tidak tau ada hubungan apa antara Radhit dengan Jenna, sehingga sepupu yang sudah ia anggap adiknya sendiri itu juga berada di sana.

Radhit memilih sebuah cafe di sebelah rumah sakit. Keduanya sudah duduk berhadapan, tapi belum ada yang membuka pembicaraan, setelah pelayan menyuguhkan minuman pesanan mereka barulah salah satu diantara mereka mulai membuka pembicaraan.

"Radhit masih belum percaya Abang melakukan ini semua tanpa pengetahuan momy" ujar Radhit menatap Altara yang tengah meminum kopi pesanannya.

"Kau pikir momy akan setuju dengan keputusanku ini, tentu tidak Dhit. Kau tau sendiri bagaimana Momy" jawab Altara tenang.

"Abang tidak takut penyakit Momy kambuh?"

"Tidak. Aku akan memberitahukanya saat waktu yang tepat"

"Tepat? Kau yakin Bang?"tanya Radhit ragu. Bagaimanapun ia sangat menyayangi ibu dari sepupunya itu.

Altara seolah tak terpancing, wajahnya masih terlihat tenang dan datar.

"Baiklah lupakan masalah Momy. Radhit hanya ingin tau apa yang Abang rencanakan setelah kejadian ini ?"

"Bukan urusanmu Dhit"

"Tentu urusan Radhit. Bang"

"Urusanmu?" Terlihat Altara sedikit tersenyum mengejek." Jangan bilang kau punya hubungan dengan wanita itu?" lanjut Altara.

"Ya. Bahkan Radhit sudah melamar dan bersedia menjadi ayah dari anak yang Jenna kandung" jawab Radhit tegas tanpa beban sedikitpun.

Jelas Altara terkejut sampai senyum mengejeknya tadi hilang tanpa bekas berganti dengan rahangnya yang mengeras. Anak itu miliknya sejak awal, dan kenapa sepupunya itu malah ingin menjadi ayah dari anaknya. Ini terdengar tidak masuk akal.

Ya memang sejak awal rencanya juga sudah tidak masuk akal. Memiliki anak biologis tanpa seorang ibu memang tidak masuk akal, tapi bisa menjadi solusi untuk masalahnya. Tapi sepertinya solusi yang Altara pilih salah dan  malah menimbulkan banyak masalah.

Tbc..






JENNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang