Melanggar Prinsip

12.6K 816 34
                                    

Kembali lagi ke weekend sore guys...
Ini cerita pertama author loh, dan author tadi syok liat notifikasi yang bejibun... hehe norak dikit ya maklum ini orang baru.
Dan seperti biasa terimakasih atas vote dan comenya teman-teman, adik-adik, kakak-kakak  😘😘😘...

Masih sama Abang Altara yang nyebelin...yang pengen punya anak tapi gak mau nikah... tapi...

Ya sudah la...

Happy weekend...
Happy reading...

🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷




Altara hampir menendang ban mobilnya sendiri kalau ia tak sadar di mana ia berada. Di parkiran rumah sakit dan itu cukup bisa membuat perhatian orang kalau ia nekat melakukanya demi meluahkan kekesalanya. Altara memilih masuk ke mobilnya dan mengumpat berkali-kali, meluahkan rasa kekesalannya.
Sepuluh menit lalu baru saja mulutnya melanggar prinsip hidup yang sudah ia ambil 7 tahun lalu.

Dimana saat itu ia percaya tidak akan ada wanita yang bisa membuat ia jatuh cinta lagi. Cukup satu wanita saja yang dulu pernah sangat ia cintai yang berhasil membuatnya merasakan indahnya cinta, pun juga sekaligus rasa sakitnya dikhianati. Sejak saat itu Altara berjanji pada dirinya tidak akan ada cinta lagi dalam hidupnya, sehingga ia mengambil langkah lain demi memenuhi tuntutan ny. Diaz.

Ibunya itu menginginkan cucu darinya untuk menjadi penerus keluarga Aldiaz. Dan pilihan satu-satunya untuk tak melanggar prinsipnya hanya satu hal yaitu saran  dari kedua sahabatnya.

Melakukan inseminasi pada wanita yang bersedia meminjamkan rahimnya untuk mengandung anaknya. Anak biologisnya, darah dagingnya. Keturunan Aldiaz. Dan yang paling terpenting adalah tanpa harus menikah.

Ternyata kenyataan yang ia dapat malah menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Lalu siapa yang harus disalahkan di sini, saat semua sudah terjadi. Kelalain rumah sakit? Saran sahabatnya? Atau dirinya sendiri?. Yang pasti Altara sudah melanggar prinsip yang ia pegang sejak lama itu.

Bunyi ponsel membuat Altara tersadar akan lamunan yang berkecamuk dalam benaknya.

"Ya?" Tanya Altara tegas. Sekertarisnya kini tengah mengingatkan bahwa setengah jam lagi ia harus memimpin rapat yang kemarin ia tunda.

"Saya akan sampai 20 menit lagi" jelas Altara langsung memutus panggilan dan melemparkan ponselnya ke samping, dan kembali meraup wajahnya dengan kesal.

Kekesalanya belum juga hilang karena pangkal masalah yang membuatnya memutuskan untuk menikah adalah tak lain wanita itu. Ya siapa lagi kalau bukan wanita yang tengah mengandung anaknya.

Jenna Safarina.

Wanita itulah yang andil cukup banyak untuk membuatnya melanggar prinsip hidupnya. Selain dari ny. Diaz.

Setengah jam lalu, saat ia datang ke rumah sakit. Altara masih pada rencanya kalau Jenna bisa menikah dengan Radhit tetapi anak itu tetap anaknya.

Tapi begitu kakinya memasuki ruang rawat Jenna dan menemukan fakta lain bahwa Om dari Jenna sudah siap menikahkan Jenna dengan Jati Adiwangsa. Pria lain selain Radhit yang bersedia menikahi Jenna tanpa syarat. Altara merasa anaknya sedang diperebutkan. Dan Altara sungguh tidak terima kalau darah dagingnya menjadi anak orang lain.

Pada saat itulah mulutnya bekerja dengan cepat tanpa memikirkan apapun lagi. Bahkan ny. Diaz yang sejak awal sudah berada di sana tersenyum penuh kemenangan saat Altara akhirnya melanggar prinsipnya sendiri.

****

"Akhirnya ada yang akan melepas masa lajangnya!" Seru Langit yang baru saja bergabung. Alan sudah siap angkat kaki ketika Langit menundukan diri di samping Altara.

Altara mendengus kesal dan menenggak kembali minuman memabukan yang sudah ia habiskan setengah botol itu.

Setelah pulang kerja tadi, Alan mengajaknya ke club tempat biasa mereka menghilangkan kebosanan. Dan tak menyangka Langit juga ternyata datang, walau tujuan pria itu tidak untuk mabuk. Langit punya tujuan lain, dan untunglah ia bertemu kedua sahabatnya  di sana. Sehingga ia bisa memanfaatkan situasi sambil mencari di mana anak ingusan yang sudah dititipkan kakak perempuanya itu padanya, dan tanpa harus berurusan dengan gadis-gadis yang menatap lapar padanya.

"Tumben loe ke sini, khilaf lagi loe?" Sindir Alan yang sudah ancang-ancang menjauh kalau jawaban Langit sesuai perkiraanya.

"Yang lagi khilaf ponakan gue. Gue cuma lagi jalanin tugas" jawab Langit memindai lantai dansa yang sudah penuh dengan lautan manusia padahal jam masih menunjukan  pukul 10 malam.

"Buah jatuh gak jauh dari pohonya, ponakan gak jauh sifat sama Omnya" sindir Alan, tapi sepertinya pengendalian Langit cukup kuat sekarang. Masa labilnya sudah terlewat beberapa tahun lalu.

"Tumben ketemuan gak adu jotos lagi?" Tanya Altara yang akhirnya memilih memperhatikan kedua sahabatnya.

Baik Alan maupun Langit langsung mengalihkan pandangan.

Altara kadang bingung dengan sikap kedua sahabatnya itu, atau Altara bisa mengatai keduanya bodoh. Ya karena memperebutkan satu wanita dan kini wanita itu malah tidak menjadi salah satu milik dari keduanya. Wanita itu lebih memilih menyusul kedua orang tuanya hidup tenang di alam sana.

Dan kenapa juga kedua sahabatnya itu belum juga sadar kalau wanita yang mereka cintai itu menginginkan perdamain keduanya.

"Gue samperin tuh bocah dulu" akhirnya Langit beranjak karena sudah menemukan apa yang dia cari. Lagipun Langit masih belum bisa bersikap biasa pada Alan. Pun Alan yang beranjak juga setelah mengatakan jika Altara sudah selesai dengan acara mabuknya, pria itu harus segera menghubunginya.

Altara hanya menggelang, ia lebih memilih menandaskan minumanya dan memesan satu botol lagi. Ia memilih mabuk untuk melupakan masalahnya sesaat.

****

Kendati masalah pria yang sudah menghamilinya secara tidak langsung itu sudah memdapatkan titik cerah dengan bersedianya pria itu menikahi dirinya, Jenna tetap belum bisa lega. Entah apa yang masih mengganjal dihatinya. Apakah ia merasa bersalah pada dua pria lain yang sejak awal sudah bersedia berkorban untuknya  atau ia hanya takut akan menjalani kehidupan baru bersama pria yang sangat tidak dikenalnya?.

Jenna tidak tau.

Jenna akan mencoba menghubungi Jati untuk meminta maaf terlebih dulu. Mungkin besok sebelum pria itu kembali ke kota kelahiranya ia akan meminta bertemu dan mengutarakan maksudnya. Jenna tau Jati adalah pria baik, pria itu pasti bisa memaafkan dan memakluminya.

Sedangkan Jenna bingung apa yang harus ia lakukan pada Radhit. Pria itu terlihat menjadi dingin saat Altara mengatakan siap menikahinya.

Jenna bahkan baru tau siang tadi bahwa Altara dan Radhitya bersaudara. Mereka adalah sepupu. Itu artinya setelah menikah nanti Jenna akan tetap bertemu dengan Radhit. Walau mungkin nanti Radhit akan tetap melanjutkan kuliahnya di London. Tapi mereka akan tetap bertemu jugakan?

Sungguh jika Altara tidak akan menikahinya, Jenna lebih memilih menikah dengan Radhit. Biarlah dia egois, hatinya lebih menjeritkan nama pria itu. Pria yang tak pernah menyerah untuk meyakinkan  ketulusanya dalam berhubungan. Pria itu bahkan tetap mau menikahinya meski ia mengandung anak orang lain. Pria yang sudah mencuri sebagian hatinya tanpa Jenna sadari. Ya itu semua karena sifat baik yang dimiliki Radhit.

Tapi kenyataan berkata lain. Ia akan menikah dengan pria super dingin, arogan dan tak memiliki hati seperti Altara. Jenna masih sakit hati dengan ucapan Altara tempo hari yang bersedia untuk membayarnya.

Dia bukan wanita mata duitan yang akan terkesima dengan nominal yang akan masuk ke rekeningnya setelah ia melahirkan anak pria itu. Tidak.  Hal itu bukan hanya meminjamkan janinya, tapi juga menjual anaknya. Darah dagingnya.

Jenna mengelus perutnya yang masih rata dan berdoa semoga anaknya nanti tidak sedikitpun menuruni sifat dari ayahnya. Altara Naufal Aldiaz.

"Amit-amit" gumam Jenna sambil bergidik ngeri.

Tbc...

Jangan lupa vote sama komen ya!!!
terima kasih..😘😘😘






JENNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang