kebodohan dan kewarasan

55 4 0
                                    

Apa cuma diriku yang menganggap rindu itu nestapa?
Namun demikian mengapa masih ada yang berbahagia dengannya?
Buatku itu cuma sebuah nyanyian pohon kelapa
Yang melantun semu dengan angin gila

Untuk diri ini yang membara dalam puisi
Apa kau masih sanggup berdiri?
Dihadapan ribuan bahkan jutaan kerumunan-kerumunan yang tanpa arti?
Dan jadi wadah perkisahan orang-orang esok hari

Disinilah aku berdiri dan berjalan
Pada liak-liuk lintas kehidupan
Ada yang benar lucu dan ditertawakan
Ada pula yang kelabu dan menyusahkan

Disini pula aku menepi
Di ujung tembok antara bodoh dan harga diri
Dinding yang membatasi waras dan ketidakwarasan
Yang nantinya akan dibingkai dengan hiasan intan

Mengapa aku menulis kembali?
Dan menyuarakan tulisan tak penting ini?
Ini hanya perkara masa lalu yang terpaut waktu
Pastinya yang lalu akan tetap berlalu dan yang akan datang akan sulit dijelaskan

Menengok kembali adalah cara yang salah
Karena yang pergi mengalir deras pada kolam kebahagiaan yang indah
Dan di depan mata selalu ada sesuatu yang menjadikan pasrah
Lalu akhirnya menilik kembali adalah pilihan yang sah

Namun di depan ada kolam dengan seribu dayang yang akan datang
Jadi, nanti saja kalau ingin menengok lagi kebelakang

-salah-

coretan emosi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang