BAB 3

4.6K 369 47
                                    

Suara dentingan peralatan dapur menjadi alaram untuk Naruto. Rumah sang ibu yang tidak terlalu besar membuat lelaki itu dapat mendengar suara minyak yang  menggoreng sesuatu disana. Harum masakan tercium, dia tersenyum dalam keadaan mata masih terpejam.

Angin segar berhembus membelai dirinya yang masih berbaring nyaman diatas kasur lantai sederhana. Semenjak empat hari yang lalu, lebih tepatnya saat berada di Jepang, Naruto selalu membiarkan jendela kamarnya tidak tertutup. Membiarkan semilir angin malam menyapa setiap sudut kamar yang ia tempati. Semua ada alasannya. Naruto sering merasakan panas karena memikirkan seorang gadis manis yang tinggal seatap dengannya saat ini.

"Hinata.."

Seketika kantuk yang semula masih menaungi dirinya lenyap tak bersisa "Apa yang dia masak kali ini.." Naruto spontan mendudukkan diri dan melakukan peregangan otot. Senyum malu-malu terpasang rapi di wajahnya. Ia kembali berbaring dan menutupi seluruh wajahnya menggunakan selimut. Terdengar suara tawanya yang tertahan. Begitu sarat akan kebahagiaan.

Naruto kembali bertingkah seperti remaja yang dimabuk asmara. Setiap saraf di dalam otaknya hanya terukir nama Hinata dan apa yang sedang dan selalu gadis itu lakukan. Naruto melupakan keberadaan wanita lain yang harusnya lebih pantas untuk dirinya pikirkan dan rindukan. Cinta lain membutakan Naruto. Membuatnya lupa pada tanggung jawab dan statusnya sebagai seorang suami.

Naruto bahkan tidak lagi menghubungi Sakura sesuai yang lelaki itu janjikan sebelumnya. Ia bahkan beberapa kali dengan sengaja mengabaikan panggilan sang istri di ponsel pribadinya dan lebih memilih bercanda dengan Hinata. Seluruh perhatian Naruto sudah teralih pada gadis manis bersurai gelap sepinggang. Warna merah muda tidak lagi membuat ia berdebar dan merindu. Perasaan itu sudah memilih majikan baru untuk dituju. Hati Naruto telah berpindah.

"Selamat pagi Hinata.."

Keadaan Naruto masihlah berantakan. Ia belum mandi dan membasuhkan setetes airpun pada tubuh kekarnya. Namun sepertinya hal itu tidak masalah baginya, karena melihat Hinata sudah membuatnya merasa segar walau tidak menyentuh air. Tipikal orang yang dilanda asmara.

Di Jepang sendiri mandi saat pagi hari jarang sekali di lakukan. Kebanyakan orang hanya akan mencuci muka saat akan berangkat kerja ataupun sekolah. Orang Jepang hanya mandi saat malam atau sebelum tidur saja. Dan sepertinya Naruto sudah sedikit mengikuti kebiasaan tersebut.

"Wah! apakah akan ada pesta?"

Meja makan dari kayu itu telah tersaji berbagai macam masakan. Terlalu banyak jika hanya untuk porsi dua orang saja. Naruto bertanya dengan binar-binar ceria dinkedua matamya. Suaranya bahkan terlalu bersemangat hingga membuat Hinata tersenyum manis. Senyum manis yang langsung membuat dua pipi bergaris milik Naruto merona. Naruto tidak mampu mengalihkan pandangan dan keluar dari dalam lamunan. Sampai suara Hinata mengagetkannya.

"Anda tidak makan?" Naruto memasang wajah setengah kebingungan. Ia mencoba mencerna maksud perkataan Hinata. "Maaf jika saya terlalu berlebihan. Saya hanya senang karena lulus dengan nilai yang memuaskan dan ingin merayakannya bersama anda. Tapi jika anda merasa keberatan maka.."

"Tentu saja tidak!"

Naruto buru-buru memotong perkataan Hinata. Perasaan bersalah menyeruak tanpa bisa dicegah saat suara sang gadis terdengar kecewa. "Aku senang merayakannya bersamamu. Aku merasa sudah sangat spesial untukmu.." ucapnya sembari menggenggam tangan Hinata.

Detakan abnormal Naruto rasakan saat tangannya yang besar menggenggam tangan halus milik Hinata. "Ma-Maafkan aku!" Dengan sedikit tergesa dan rona merah pekat Naruto melepas genggaman tangannya. Ia menunduk dan memejamkan mata, namun seulas senyum tipis terukir di bibirnya.

Dare ga machigatte iru (SALAH SIAPA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang