Cerita Tambahan

4.4K 418 74
                                    

Suara derap langkah menghentikan aktifitas Hinata. Wanita yang sekarang berusia dua puluh satu tahun itu sedang memasak untuk keluarga kecilnya. Menu yang disajikan sederhana karena tidak banyak yang tinggal disana.

"Mama! Hueee..Hima mengatakan bahwa dialah yang kakak! Bukan aku hiks hiks.."

Seorang bocah laki-laki memeluk kaki Hinata erat-erat. Wajah bulatnya terlihat menggemaskan dengan mata sembab dan hidung penuh lelehan ingus.

"Ssh.. Boruto.. jangan menangis ya.." elus Hinata pada helaian pirang sang putra. Dan hal itu sudah mampu menghentikan tangis Boruto, walau bocah berusia tiga tahun itu masih sedikit terisak.

"Dasar cengeng!"

Seorang gadis kecil hadir dengan ucapan sinisnya. Pembawaannya lebih santai dan terlihat tenang. Rambut indigo pendeknya berhias sebuah penjepit rambut berbentuk buah jeruk.

"Shh.. Boruto sayang berhenti menangis ya, Hima sayang, kau tidak boleh seperti itu pada kakakmu. Kalian kan kembar, itu artinya kalian sama-sama istimewa sayang."

Hinata mengelus punggung Boruto dan membelai kepala Himawari dengan sebelah tangannya. Ia menggiring kedua anaknya kearah meja makan yang sudah terisi makan favorit si kembar.

"Sudah, Sebaiknya kalian sarapa n dulu ya, Mama sudah membuat ramen kesukaan kalian!"

Boruto dan Himawari tersenyum senang dan segera mendudukkan diri dikursi masing-masing.

"Ma, Hari ini kita akan bertemu Papa kan?"

Himawari terlihat begitu senang saat mengatakannya. Pancaran mata yang diwariskan dari sang ibu terlihat berbinar-binar. Berbanding terbalik dengan sang permata biru yang terlihat tidak menyukai apa yang baru saja terdengar ditelinganya.

"Cih! Untuk apa kita menemuinya!"

"Boruto sayang~" tegur Hinata lembut. "Kau tidak boleh seperti itu nak. Nanti Papa sedih mendengarnya" tambah Hinata dengan senyum anggun yang tak pernah luntur dari bibirnya.

Dan sepertinya perkataan Hinata sedikit mampu membuat Boruto melunak, walau masih terlihat jelas raut tidak suka pada wajah bulatnya. Boruto memang tidak memyukai Naruto, karena menganggap sang ayah tidak menyayangi dirinya.

"Ayo! Segera habiskan! Mama ada rapat di kantor"

Dan sarapanpun dimulai. Boruto dan Himawari terlihat sangat menyukai ramen buatan sang ibu. Mereka berdua memakannya dengan sangat lahap.

Diam-diam Hinata melihat kedua buah hatinya. Senyum sendu di bibirnya terbit tanpa bisa dicegah.

"Terimakasih." Ucap Hinata entah pada siapa.

.

.

Boruto dan Himawari berlari sepanjang lorong yang mereka lewati. Tawa mereka begitu menggema, membuat beberapa orang menoleh dan memperhatikan mereka berdua.

Tidak jauh dari sana Hinata berjalan dengan setelan kerjanya. Hanya sebuah kemeja peach dengan pita hitam serta celana panjang berbahan kain yang juga berwarna Hitam. Wanita itu berjalan anggun mengekori kedua buah hatinya.

"Selamat pagi Nyonya.."

Seorang wanita tua menyapa Hinata. Membuat ibu dari si kembar berhenti dan berbincang-bincang sebentar sebagai bentuk kesopanan.

Boruto dan Himawari tidak menunggu sang ibu. Mereka sudah hafal diluar kepala akan kemana kaki mereka melangkah.

"Papa!" Teriak mereka berbarengan setelah membuka sebuah pintu.

Dare ga machigatte iru (SALAH SIAPA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang