BAB 5

3.3K 394 108
                                    

Suara cuitan atau mungkin lebih pas disebut teriakan kelelawar menjadi teman Hinata malam ini. Malam ini sama saja, tak ada yang berbeda dari malam-malam yang lain. Sudah lebih dari sepuluh tahun dia melalui malam yang sama. Sepi, sendiri, tanpa kata, tanpa teman dan tanpa sanak saudara. Ia yatim piatu, setidaknya itulah yang dirinya ingat.

"Apa dia sangat sibuk?"

Berbeda dengan malam-malam yang lalu. Sudah dua bulan ini ia merindukan sosok lain. Sosok yang beberapa minggu menemani kesendiriannya di rumah ini. Sosok yang saat ini belum muncul dan menepati janjinya untuk pulang, atau setidaknya datang untuk menemuinya.

"Mungkin pekerjaannya masih banyak, ya kan sayang?"

Elusan lembut itu Hinata berikan, dirinya sadar akan adanya sosok lain yang sedang bergantung hidup padanya. Sosok mungil yang terbentuk dari hasil perbuatannya dengan lelaki yang dicintainya.

"Aku harap ayahmu akan senang mengetahui keberadaanmu.."

Terhitung sudah dua bulan lebih Naruto tidak kembali. Jangankan kembali, memberi kabar pada Hinata pun tidak lelaki itu lakukan. Hinata selalu memikirkan dan menghawatirkan Naruto. Seperti, apa lelaki itu baik-baik saja, apakah sudah makan, atau sedang tidak enak badan dan sebagainya. Seluruh pikiran Hinata di penuhi oleh sosok Naruto seorang.

Hinata tersenyum sendu, wajah ayu itu menatap lurus pada langit malam yang entah kenapa terlihat sangat gelap. Mungkin karena bulan sedang tidak muncul. Dan hati Hinata sedikit sesak melihatnya, Hinata tidak mengerti.

Mengenai Naruto, Tidak sedikitpun ia curiga pada lelaki itu yang mungkin saja meninggalkannya. Lagi pula lelaki itu sudah berjanji jika pekerjaannya sudah selesai dia pasti akan kembali dan akan menikahinya. Ya itu sepenggal kalimat dari mulut manis Naruto.

"Setelah urusanku selesai, aku akan menikahimu.."

Janji hanya sekedar bualan jika tidak ada pembuktian. Dan sepertinya Hinata harus bersiap menelan pil pahit. Atau setidaknya sebelum pil itu benar-benar tertelan, Hinata harus menyiapkan air untuk membantu menelan semuanya.

Hinata sadar, ia tidak sebanding dengan Naruto. Ia yatim piatu, pendidikannya juga rendah, tidak kaya raya dan hanya menumpang tempat tinggal. Hinata merasa payah, ia sadar betul akan hal itu. Tapi, bolehkah dirinya berharap pada Naruto? Berharap lelaki itu adalah orang yang akan menjaga dan menemaninya selalu? Bolehkah?

"Apa kau baik-baik saja disana.."

Hinata mengelus perutnya yang masih rata. Ia dinyatakan positif mengandung, baru berusia dua bulan. Belum terlalu terlihat jelas.

Hinata yang tadinya akan mendaftar kuliah, harus menghentikan niatnya. Bukan karena dirinya tidak mampu atau terkendala soal biaya, Hinata bahkan mendapatkan beasiswa karena kepintarannya. Yang Hinata takutkan adalah nasib calon buah hatinya. Hinata masih sendiri, tidak bersuami bahkan tidak ada yang mengetahui kekasihnya. Hinata hanya takut menjadi gunjingan orang. Bukan dia tapi anaknya.

Awalnya Hinata tidak ingin berhenti, ia percaya Naruto akan segera kembali. Ia kan menikah dengan lelaki itu dan melanjutkan study-nya dengan tenang. Tapi pengharapan itu pupus saat kabar Naruto tak kunjung terdengar. Akhirnya dengan berat hati Hinata harus meningggalkan mimpinya untuk melanjutkan study di jenjang yang lebih tinggi.

"Ibu tidak menyesali keberadaanmu.."

Dan sekarang yang bisa dirinya lakukan hanyalah berdoa agar Naruto cepat kembali.

.

.

Di belahan Benua lainnya, terlihat Naruto dan Sakura yang sedang menikmati sarapannya. Meja makan itu hanya berisi  beberapa lembar roti dan juga segelas susu.

Dare ga machigatte iru (SALAH SIAPA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang