Bagian 1

301 10 0
                                    

"Aaaaa!" Teriakan penuh nada frustasi terdengar bergema di kamar wanita yang menjadi tiang penyangga keluarga Sanjaya.

Haikal menghentikan langkahnya untuk pergi ke kantor, dia berbalik badan lalu bergumam, "Ada apa lagi denganmu ibu."

Saat Haikal ingin melangkah menuju sumber suara, Ponsel yang ada di saku Haikal bergetar, dengan kesal ia merogoh saku lalu menggeser tombol hijau setelah mengetahui panggilan itu dari siapa dan menempelkannya di telinga kanan.

"Pak, anda dimana? Meeting di mulai ti..."

"Batalkan semuanya!" Haikal membentak sekertarisnya karena kesal.

Setelah panggilan di matikan secara sepihak oleh Haikal, ia langsung berlari menapaki tangga dan lorong untuk sampai di kamar Tiara—ibunya.

"Ibu!" pekik Haikal saat melihat Tiara memegang pisau buah di tangannya, matanya sembab karena terlalu banyak menangis.

"Jangan mendekat!" teriak Tiara lagi tapi kali ini ia menyondorkan pisau itu ke arah Haikal, matanya menunjukkan amarah yang begitu besar.

Entah apa yang membuat wanita selembut dirinya menjadi seperti sekarang ini.

"Ibu... Ini aku Haikal, tolong sadarlah, buang pisau itu," Ucap Haikal tegas, sadarkan Tiara kalau saat ini ia tengah menyakiti hati anaknya sendiri dengan bertingkah seperti itu.

"Kembalikan suamiku.. Bunuh jalang itu! , ak-aku akan membunuhnya. Hahahaha," Rancaunya, Tiara tidak sadar dengan apa yang saat ini ia lakukan, kemarahan dan rasa sakit di dadanya sudah menguasai akal sehatnya.

"Berhentilah Ibu!" Haikal berteriak, matanya memerah karena tak kuasa menahan rasa sakit saat melihat ibunya menderita.

"Haikal..." Tiara langsung memeluk Haikal. "...sayang, ini pisau untukmu! Sekarang bunuh jalang itu. Ibu ingin melihat jasadnya"

Tiara menyerahkan pisau yang ia pegang kepada Haikal namun Haikal langsung membuangnya hingga membuat Tiara menatap nyalang kepadanya.

Tiara mundur tiga langkah sambil menatap pisau yang ia berikan tadi dan Haikal secara bergantian.

"Kau tidak ingin membantu ibumu! Tak apa, aku sendiri yang akan membunuhnya! Enyahlah kau jalang! Aaaaaaaaa" Tiara kembali berteriak dan mengamuk, dia membanting barang-barang.

Semua maid dan pengawal mencoba memegang kedua tangan Tiara agar ia tidak menghancurkan seisi rumah, Haikal menatap lemah ibunya yang tengah memberontak saat dua orang pengawal memegangi tangannya.

"Telpon rumah sakit" lirih Haikal kepada salah seorang penjaga rumahnya.

Penjaga itu mengangguk lalu pergi untuk menjalankan apa yang di perintahkan.

Perlahan Haikal berjalan menuju Tiara yang masih di pegangi oleh dua orang pengawal, dipeluknya ibunya itu dengan erat untuk menunjukkan betapa rapuhnya seorang Haikal saat Tiara bertingkah seperti orang yang tidak waras.

Mata Haikal menajam dan lurus ke depan, lalu ia berucap"Ibu tenang saja, aku pasti akan membunuh jalang itu!"

Tiara mengangguk dan membalas pelukan anak semata wayangnya itu dengan mata terpejam, sungguh lelah rasanya selalu dibayangi kenangan akan penghianatan sang suami.

****

Hanni sudah menyiapkan berbagai jenis makanan di atas meja dan berharap setelah ibunya pulang ia akan memakan masakannya. Sedikit bangga dengan hasil masakan yang terlihat lezat di meja makan.

Bayangannya terpantul di cermin, seragam putih abu-abu yang kusam dan kecil itu membuat Hanni sedikit tidak percaya diri tapi dia selalu meyakinkan hatinya kalau hal itu tidaklah penting, belajar lalu bekerja, itulah tujuannya.

Hanni mengambil tas hitam yang ada di atas meja makan lalu memakainnya, sekarang ia siap untuk pergi ke sekolah agar di masa depan hidupnya menjadi lebih baik.

Brak!

Mata Hanni membulat saat seseorang dengan begitu berani merusak pintu rumahnya, badannya yang berotot membuatnya meneguk saliva kasar karena takut.

"Si-siapa kau?" tanya Hanni dengan suara gemetar.

Hay-Hay Brosis.. Jangan lupa vote and commen yak

Help me (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang