Bagian 11

202 9 0
                                    

"Nih dan nih" Daniel menyerahkan selembar kertas lalu sapu tangan setelah itu ia pergi sambil memasukkan kedua tangannya di saku celana. So cool!

Mata Hanni membulat, surat pemanggilan orang tua.. Tamatlah riwayatnya.

...

Sebenarnya Hanni berniat untuk meliburkan diri saja tapi kemudian ia teringat surat pemanggilan orang tua itu, jadi dia ingin menyelesaikan masalah yang di ciptakan Haikal secepatnya.

Kali ini ia tidak menggunakan seragam tapi baju biasa karena seragamnya berada di rumah Haikal, sial.. Hanni selalu teringat pria itu dalam setiap peristiwa, dia sudah terlalu banyak menghabiskan waktu bersama pria bajingan itu.

"Itu Hanni, dari mana saja dia seminggu ini?"

"Hanni"

"Aku kira dia sudah tiada"

"Paling seminggu ini dia habis menjual diri, look! Kulitnya sangat bagus.. Fiks, dia adalah jalang"

"Terakhir kali aku melihatnya, ia begitu kurus tapi sekarang tubuhnya indah"

"Hanni cantik juga ya"

Dia mencoba menulikan telinganya untuk semua pembicaraan yang mengarah padanya.

"Mana orang tuamu?" Hanni mengerjabkan mata seraya mengelus dada, Daniel memang seperti hantu.

"Kau mengagetkanku.. Aku–aku pergi, dah" Daniel mengerutkan kening melihat tingkah Hanni yang menurutnya.. Lucu.

"Gadis aneh" gumam Daniel saat menatap punggung Hanni memasuki ruangan kepala sekolah.

***

"Ha..ikal.. Ahh!!" Haikal terus menghujamkan miliknya semakin dalam; sedangkan Kania hanya bisa pasrah karena pria itu bermain agresif sehingga ia tidak mampu menyeimbangkan ritmenya.

"Sebut nama..ahh.. Ku Hanni" Sleb! Bagai disambar petir, tubuh Kania menegang, dia benci saat Haikal menyebut nama wanita lain saat bercinta dengannya.

Merasa dirinya bermain sendirian, Haikal menghentikan aksinya dan melihat wajah Kania yang terdiam di bawahnya.

"Ada apa?" Tanya Haikal sambil mencium pipi tirus Kania.

"Tak apa, mengapa kau berhenti?"

"Karena kau berhenti, apa kau mau menyudahi permainan ini?"

"Hmm" kalau sudah begini, Kania tidak memiliki gairah untuk melanjutkan percintaan yang sudah terjadi sejak dua jam yang lalu, lagi pula ia juga sudah lelah.

Haikal tersenyum lembut sehingga perasaan Kania semakin tumbuh, "Oke, kau tidurlah. Kau pasti lelah"

Haikal bangkit dan menggunkan boxer serta bajunya yang berserakan di lantai apartemen Kania. Ia kembali tersenyum lembut ke arah Kania, sekali lagi.

"Aku pergi, dah!"

Setelah Haikal pergi, Kania berdiri di depan cermin tanpa menggunkana baju terlebih dahulu. Tubuhnya penuh dengan bercak merah karya Haikal, sejenak Kania tersenyum bahagia tapi kemudian dirinya kembali murung.
Sebelumnya, Haikal tidak pernah menyebutkan nama wanita lain saat bercinta dengannya tapi hari ini ia menyebut nama Hanni, Sakit.. Sesak.. Kania sudah tidak dapat lagi membendung air mata yang menumpuk di pelupuk hingga ia menumpahkan semuanya, toh, tak akan ada yang melihat sisi lemahnya jika ia menangis saat ini.

Prang!

Kaca rias setinggi tubuh itu pecah berkeping-keping karena Kania melemparnya dengan botol parfum yang ada di dekatnya..

"Aaaaa! Hiks..hiks!" Kania duduk sambil melipat lututnya, dia sungguh sangat terluka.

****

Setelah menceritakan keadaannya kepada pak kepala sekolah, kecuali saat ia di culik dan tinggal di rumah Haikal atau apapun yang ia lakukan di penjara itu.

"Jadi, sekarang kau tinggal sendirian Hanni" Hanni mengangguk. Pak Kepala sekolah itu menatapnya iba.

"Hanni, bapak akan mencoba mengurus beasiswa untukmu dan untuk saat ini kau boleh pulang dulu.." saat Hanni ingin bangkit Pak kepala sekolah menyerahkan beberapa lembar uang untuk Hanni, "..Kau bisa menggunakan uang ini untuk membeli seragam dan sisanya bisa kau belikan kebutuhan"

"Terimakasih Pak" ucap Hanni tulus.

Help me (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang