Bagian 17

135 8 0
                                    

"Ibu ingin bertanya, mengapa kau menolak Kania? Padahal, dia itu cantik dan keluarganya pun sederajat dengan kita?" kali ini Tiara menatap Haikal dengan serius, dia penasaran dengan jawaban anaknya itu.

"Aku sudah memiliki kekasih" Tiara mulai tertarik, sejak kapan anaknya itu memiliki kekasih?

....

Walau dengan sedikit paksaan Tiara akhirnya mau bertemu dengan Hanni, wajahnya masih menunjukka kekesalan sekaligus rasa sakit. Dia telah membunuh Lihana dengan tangannya sendiri namun kenangan itu kembali berputar saat Hanni menampakkan wajahnya.

"Sela..mat maalam nyonya Sanjaya"

Tiara menghela nafas, "selamat malam, silahkan duduk" Nada bicaranya begitu tegas dan penuh kewibawaan namun disana juga terselip nada sinis yang syarat akan ketidaksukaan.

Dengan segan Hanni duduk di samping Haikal yang tidak ingin ikut campur urusan wanita.

Pelayan datang membawa makanan pembuka beserta anggur dari Amerika Latin yang di prementasi sangat lama sehingga membuatnya memiliki nilai jual tinggi.

"Ehm.. Ibu, dia kekasihku" mata Hanni melebar, dia tidak pernah menjawab pernyataan pria itu tapi Haikal sudah mengatakan kalau ia adalah kekasihnya. Pria egois!

"Ibu bisa menerima jika kau memiliki kekasih tapi gadis in.."

"Adalah anak Lihana, seorang jalang yang menghancurkan keluarga kita. Itukan yang ingin ibu katakan. Tapi ibu, Hanni berbeda dengan Lihana dan aku mencintainya.. Aku hanya ingin menikahinya bukan orang lain" Tiara terdiam, Haikal tak pernah menunjukkan kesungguhan seperti itu. Sebagai seorang ibu, ia luluh dengan tekad anaknya tersebut namun kenyataan bahwa Hanni adalah anak Lihana menamparnya.

"Maaf Haikal Sanjaya, ibu tidak menyetujui hubungan kalian. Seandainya gadis ini bukan anak Lihana, ibu pasti akan mendukung. Kau bisa saja lupa dengan penderitaan ibu tapi ibu tidak Haikal" Tiara berdiri dan pergi meninggalkan Haikal yang memasang wajah datar serta Hanni yang menundukkan kepala karena takut, sejak kapan gadis itu menjadi penakut? Lama kelamaan ia tidak mengenal dirinya sendiri.
Berada di dekat Haikal, mengubah karakternya.

"Jangan kau fikirkan ucapan ibuku, dia memang begitu tapi lama-lama juga bakalan luluh" Hanni menghela nafas, ada kelegaan saat Haikal mengatakan hal itu.

"Haikal, mengapa kau mengatakan aku kekasihmu? Aku bahkan belum menjawab pernyataan cintamu itu!" Sedari tadi ia menyimpan pertanyaan itu dan akhirnya ia berhasil mengucapkannya.

"Walau kau menjawab iya atau tidak, itu tidaklah penting. Kau adalah milikku"

Dasar egois!! teriak Hanni di dalam hati, sangat ingin ia mengatakan hal itu di depan wajah Haikal, namun ia masih memiliki rasa malu untuk tidak membuat drama di depan orang banyak.

"Aku memang egois sayang, bukankah kau tahu itu.. Ayo bersulang untuk hubungan baru kita jalang kecilku" Giginya mengeretak, oh ayolah! Haikal memang bukan pria yang peka, Hanni sedang kesal dan ia malah mengajak minum. Menyebalkan!

Haikal tersenyum lembut, gelasnya menggantung di udara karena Hanni tak kunjung mengangkat gelas berisi anggur di depannya.

Terdengar suara kursi di geser tapi Hanni mengabaikannya.

"Aku mencintaimu dan aku tau kau juga mencintaiku" Hanni terkejut saat Haikal menyentuh bagian atas payudara kirinya.

"Apa yang kau lakukan!?" ucapnya seraya menatap ke sekeliling.

"Aku hanya sedang mendengarkan detak jantung kekasihku" pipi Hanni memanas, karena gemas melihat pipi putih itu merona akhirnya tanpa permisi ia langsung menciumnya.

****

Prang! Prang!

Apartemen Daniel sudah seperti kapal pecah karena ulah Kania, wanita itu frustasi karena baru saja ibunya mengatakan kalau Haikal menolak perjodohan tersebut.

"Berhenti Kania! Kau merusak barang-barangku!" Kania berhenti dan menatap adiknya itu dengan mata yang sembab.

"Kau benar Daniel, Haikal menolakku! Cintaku ternyata belum cukup untuk kami.. Hiks..hiks" Kania tersungkur di lantai sambil menepuk-nepuk dadanya yang sakit, dia menyesal, seharusnya ia tidak meminta orang tuanya datang untuk menjodohkannya dan seharusnya ia mendengarkan adiknya. Dia memang bodoh!

Daniel memejamkan mata, ketakutannya terwujud. Kania—kakaknya sekarang tengah menangis di depannya, keadaannya begitu memprihatinkan.
Di lihatnya lelangitan atap seraya menyisir rambutnya ke belakang dengan tangan, dia juga menjadi frustasi saat Kania kembali menitikkan air mata dengan sebab yang sama yaitu.. Haikal Sanjaya.

Help me (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang