Bagian 6

170 7 0
                                    

Resmi menjadi wanita murahan..

****

Hanni benar-benar kesal, sudah dua hari ini ia terus di hina oleh Haikal, terlebih jika pria itu sedang dalam pengaruh Alkohol, kata-katanya lebih pedas melebihi cabai.

Dan sudah dua hari itu juga ia mendapatkan rasa nikmat bercampur rasa sakit saat Haikal melakukannya, Hanni tidak mengerti, ada apa dengannya. Bahkan ia mendesah saat Haikal merasukinya. Menjijikan!

Di amatinya tubuhnya yang hanya di balut bikini di cermin, terdapat banyak bercak merah di sana dan itu semua karena Haikal. Dia sudah resmi menjadi wanita murahan.

Hanni sangat malu pada dirinya sendiri dan disaat seperti ini ia merindukan Daniel. Biasanya rasa sedihnya akan tergantiakan oleh kebahagiaan saat melihat Daniel tersenyum, walau senyum itu ia lihat dari kejauhan.

"Hiks.. Hiks.." Ia menjadi sangat cengeng tapi siapapun pasti akan sangat sedih jika berada di posisinya.

Cukup! Ia tidak akan bercermin lagi. Hanni masih memiliki rasa malu untuk tidak melihat keadaanya yang kotor, dipakainya baju dress selutut itu sambil terisak.

Tok.. Tok.. Tok..

Hanni membuka pintu, yang mengetuk pintu ternyata adalah seorang pelayan.

"Nona, Tuan Haikal memanggil anda untuk makan malam" setelah mengatakan itu, pelayan tersebut pergi.

Hanni melangkah menuju ruang makan, makan bersama Haikal hanya membuatnya kian tak bernafsu. Dia sangat membenci Haikal!

"Duduklah" ucap Haikal, tanpa ada bantahan ia duduk berseberangan dengan kursi pria bejat itu. Dasar gila!

Hanni hanya diam, ia melamunkan bagaimana caranya untuk pergi dari mainsion ini, dari 10℅, hanya ada 2℅ kemungkinan ia bisa pergi, mengingat tempat ini memiliki penjagaan yang ketat di tambah CCTV yang ada di mana-mana.

Jika saat ia mencoba kabur dan tertangkap, Hanni dapat menebak kalau Haikal akan semakin kasar padanya. Apa yang harus ia lakukan?

"Mengapa kau melamun!? Makan!" Gigi Hanni mengertak, dia sangat tidak suka di bentak. Syukur-syukur ia tidak memiliki riwayat penyakit jantung.

Dengan terpaksa ia memakan makan yang sudah di sediakan pelayan di piringnya, ketika makanan itu masuk ke dalam mulut, ia terasa tengah mengunyah batu.

Sesekali Hanni melirik ke arah Haikal yang makan dengan santai, dia ingin menanyakan sesuatu tapi ia takut.

"Apa yang ingin kau tanyakan?" apa Haikal benar-benar seorang peramal.

"Emm.. A.. Em—"

"A..Emm..A..Emm..  Sebenarnya apa yang ingin kau tanyakan!?" Semoga kau terkena darah tinggi, dasar pria tempramental!

"Kau membenciku tapi kenapa kau selalu memaksaku untuk makan, minun obat dan sebagainya, aku tidak ingin makan saat ini apalagi bersamamu.. mengapa kau tidak biarkan aku kelaparan dan mati?" Haikal tercengang, tapi sedetik kemudian ia menormalkan ekspresinya.

Ia bangun dan melangkah menuju kursi yang Hanni duduki, ia menegang, takut? Tentu saja, bahkan langkah sepatu mahal itu membuat Hanni bergidik ngeri.

Haikal duduk di samping kursi Hanni sedangkan gadis itu beringsut menjauh.

"Duduk di pangkuanku!" Hanni tetap tak bergerak hingga membuat Haikal naik pitam.

"Jangan membantah! Duduk sekarang juga!" Haikal menaikkan intonasinya, dengan tubuh yang gemetar ia duduk di pangkuan Haikal yang memasang wajah datar.

Hanni terus saja menunduk, dia sungguh ketakutan..

"Makan makananmu.. Atau kau ingin—"

"Aku akan memakannya" potong Hanni cepat, dia tidak akan membiarkan Haikal melumatnya lagi. Terakhir kali pria itu membuat bibirnya berdarah.

Sedikit demi sedikit makanan itu lolos di tenggorokannya, rasanya begitu tidak enak.

Setelah melihat Hanni memakan semua makanannya, Haikal menarik pinggang Hanni sehingga tubuhnya dan gadis itu kian dekat.

"Jadilah jalang kecil yang penurut" bisik Haikal, bibir Hanni bergetar karena menahan tangis. Harusnya ia terbiasa karena Haikal selalu memanggilnya seperi itu.

"Aku i-ingin mengatakan sesuatu" lirih Hanni hampir tak bersuara.

"Apa?"

"Bi..bi—"

"Bisakan kau tidak terbata, aku benci itu!" Hanni menenguk savilanya kasar, ucapan Haikal sungguh membuatnya mengurungkan niat untuk mengatakan sesuatu.

"Tidak jadi" Rahang Haikal mengertak, dia kembali menarik Hanni kedalam pangkuannya, berani sekali gadis itu pergi tanpa ia suruh.

Di cengkramnya kedua pipi Hanni dengan satu tangan, mata Haikal menajam, dia benci di bantah.

"Berani sekali kau jalang! Jangan gunakan kelembutanku tadi untuk membantahku, ingat posisimu! Kau hanya jalang kecil penggoda sama seperti ibumu. Kau harus mendapatkan hukuman" kata 'hukuman' tertangkap jelas oleh indra pendengarannya, sesetika tubuhnya membeku, dia takut bahkan walau hanya sekedar memikirkan hukuman apa yang akan ia dapat.

Hanni pasrah saat Haikal menyeretnya, dia bakan mencoba mengimbangi langkah lebar pria di depannya walau begitu sulit, ia takut kalau perlawanannya akan membuat Haikal semakin marah. Melihat perangai Haikal selama dua hari ini, ia dapat menyimpulkan kalau pria itu sangat pemarah bahkan untuk hal kecil.

"Buka bajumu!"

Help me (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang