HUJAN tampaknya masih betah menghujam bumi. Seolah tak ingin berhenti sedetik saja. Gify mendesah sebal. Bukan berarti dirinya benci hujan, tidak. Dia hanya membenci mengapa hujan turun disaat yang tidak tepat? Setidaknya biarkan dia sampai di rumah dahulu. Agar dia tidak seperti orang hilang di depan mini market yang berada lumayan jauh dari komplek perumahannya. Apalagi tadi Gify tidak menaiki mobil. Dirinya berinisiatif jalan kaki untuk sekedar olahraga. Malahan sekarang dia terjebak dengan idenya sendiri. Ditambah dia tidak membawa handphone.
Lengkap sudah.
Gify masih berdiri lalu mengeratkan jaketnya. Dia merasa sedikit kedinginan. Sambil mengusap-usap telapak tangannya. Berharap bisa menghangatkan tubuhnya walau sebentar saja.
"Ini hujan berhenti gak sih," Gify bermonolog lalu menyodorkan tangannya ke rintik hujan. "Mana deres lagi."
"Hujannya gak bakalan berhenti." Gify menengok ke kanan dengan secepat kilat. Jantungnya begini lagi.
"Bakalan berhenti." Ucap Gify pesimis. Sejujurnya dia tidak begitu yakin hujannya akan berhenti begitu saja, mengingat hujan ini sangat deras.
"Percaya sama gue, gak bakalan berhenti. Gue anter pulang ya?" Gify teringat perjanjiannya dengan kedua sahabatnya. Oke, untuk kali ini Gify akan menyanggupinya.
"Yaudah, sebelumnya makasih Kak Aldo."
Aldo tersenyum penuh arti, "Ayo masuk mobil." Aldo menarik tangan Gify menuju mobil hitamnya. Kemudian membukakan pintu penumpang untuk Gify. Setelah itu dirinya memutari mobil dan masuk ke pintu kemudi.
Di dalam mobil, Gify tidak tahu akan membicarakan apa dengan Aldo. Dirinya masih kaku ketika berhadapan dengan orang yang ia sukai.
"Fy?" Panggil Aldo kepada Gify yang sedari tadi hanya menatap kearah luar jendela.
Gify mendongak, "Apa Kak?" Tanyanya.
Aldo terkekeh pelan, membuatnya semakin tampan. "Gue tanya ya?"
"Apa?"
"Kalau di sekolah kenapa lo kayak ngehindar gue terus gitu? Lo punya cowok ya?"
Gify menggerutu, "Aku nggak punya cowok ya! Ish, bukannya aku ngehindarin Kakak, cuman aku nggak mau dikira sok kenal gitu. Apalagi kalau jadi bahan bully gengnya Kak Rose. Serem." Gify mendekap badannya. Seolah-olah memang dia ketakutan. "Apalagi banyak rumor yang kesebar katanya Kak Rose itu nggak bakal biarin ada cewek yang deket sama Kak Aldo."
"Gify...." lirih Aldo. "Lo gak perlu takut. Rose orangnya baik, percaya deh sama gue." Aldo memberi jeda untuk ucapannya.
"Gue bakal ngelindungin lo, bahkan sama sahabat gue sekalipun kalau dia nyakitin lo, gue bakal kasi pelajaran." Lanjutnya. Membuat jantung Gify tak karuan rasanya.
Gify memaksakan tawanya, "Becandanya bisa aja!" Tawanya tampak kaku di telinga Aldo.
"Gue gak becanda." Timpal Aldo.
"Yaudah kalau gak becanda. Biasa aja kali!" Kini Gify agak marah dengan dirinya sendiri yang terlihat bodoh di depan Aldo. Rasanya ingin merutuki diri sendiri.
"Lo gemesin deh." Aldo mengusap puncak kepala Gify dengan tangan kirinya.
"Apaan deh!"
"Lo punya gebetan Fy?"
"Nggak."
"Nggak apa?"
"Nggak punya."
"Yaudah."
"Hmm."
"Lo sayang sama nyokap?"
"Iya."
"Sayang sama bokap?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
Teen FictionTakdir memang tak ada yang tahu. Seberapa keras perjuangan kita untuk merubahnya, takdir tidak bisa dirubah tanpa kehendak Tuhan. Layaknya pertemuanku denganmu dan dengannya. *** Rega si Bad Boy sekolah dengan sifat dingin dan tak acuh dengan sekita...