1

16 4 0
                                    

LELAH

Sebuah kata yang mewakili keadaan Gify sekarang ini. Dia berlarian sepanjang trotoar. Jika dihitung, sudah 10 meter lebih dia berlari layaknya orang gila di tengah kemacetan ibu kota. Di tengah padatnya lalu lintas. Langkah kakinya mulai melambat kala melihat gerbang SMA Robinson di sebrang jalan tempatnya dia berlari.

Gify menghentikan langkahnya. Membungkuk, memegangi lututnya sesaat sambil mengambil napas sebanyak-banyaknya. Setelah dia rasa cukup, kini Gify mulai menyebrangi jalan. Sebenarnya, Gify memiliki trauma saat menyebrang jalan. Untungnya, ada bapak-bapak yang hendak menyabrang juga. Selamatlah hidup Gify—mungkin tidak lagi. Setelah dia melihat gerbang SMA-nya sudah tertutup rapat. Dengan pemandangan di luar gerbang terdapat 5 anak  yang terlambat, sama seperti dirinya.

Padahal sudah tahu jika dirinya telat, Gify tetap nekat. Dia memegangi besi pagar sambil berteriak kepada Pak Ujang—satpam sekolah, "Pak Ujang! Pssttt!"

Sedangkan yang dipanggil tidak menggubrisnya. Malah asik menyeruput kopi sambil melihat berita gosip artis yang sedang booming karena transgender. Aneh saja, biasanya bapak-bapak lebih tertarik pada sepak bola atau semacamnya. Tapi satpam sekolahnya ini malahan tertarik dengan berita gosip yang kadang kebanyakan menyebarkan berita hoax.

Merasa tak ditanggapi, Gify menggertakkan giginya. Sambil melambaikan tangannya ke dalam pagar, "Pak Ujang jahat! Denger dong Pak!"

Pak Ujang tersedak kopinya kala mendengar tuturan kata Gify, "Jahat naon teh?  Diam atuh, Pak Ujang lagi nonton berita nih, seru!"

"Bukain gerbang dong Pak! Ya ya?" Ujar Gify sambil memperlihatkan puppy eyesnya, setidaknya, drama korea mengajarinya untuk merajuk. "Nanti deh, Gify beliin kuota, biar Pak Ujang bisa streaming an nonton berita di Youtube!"

Mendengar sogokan Gify, mata Pak Ujang berbinar, "beneran neng?" Dijawab anggukan mantap oleh Gify. "Hm gimana ya? Sorry sorry to say ya neng, Pak Ujang nggak terima suap. Haram!"

Gify memanyunkan bibirnya kala mendengar jawaban tidak terduga Pak Ujang. Tapi dirinya tidak kehabisan akal. Setidaknya masih ada satu ide yang tersisa di otaknya, "Pak Ujang, saya lupa kalau ada rapat osis! Gimana dong pak? Saya kan sekretaris, bawa proposal, penting banget ini Pak! Boleh masuk ya?"

"Rapat osis ya neng? Penting? Hm..." Pak Ujang nampak berpikir. Gify was-was sambil berdoa. Semoga saja Pak Ujang percaya. Semoga saja Gify tidak dihukum. Apalagi jika bertemu dengan Bu Puji. Bisa hancur repurtasinya! Setelah lama berpikir, Pak Ujang menyeringai, "tetap tidak boleh masuk neng! Aturan aya aturan! Makanya jangan terlambat!"

Dirinya benar-benar pasrah kali ini. Sudah tidak ada harapan lagi untuknya. Siapa yang patut disalahkan atas semua ini? Mamanya? Tidak. Papanya? Tidak juga. Atau Bi Siti? Tidak mungkin! Hari ini benar-benar keteledoran Gify. Bukan lagi terlambat bangun karena mengerjakan proposal sampai larut malam. Tapi masalahnya lebih dari membuat proposal kebut semalam!

Seorang cewek mendekat ke arah Gify sambil tersenyum samar, "lo telat juga ya? Baru pertama kali?" Dan dijawab anggukan pelan oleh Gify.

"Kenalin, gue Fela, XI IPA 2." Ujarnya sambil mengulurkan tangan ke arah Gify. Sambut uluran tangan Gify. Tangan mereka akhirnya berjabat.

"Gue Gify, XI IPA 3." Jawab Gify sekedanya. Dirinya kurang bisa bersosialisasi. Bahkan dia hanya memiliki dua teman dekat—Lani dan Naya.

Mereka melepas jabat tangan. Gify merasa canggung bersama orang baru. Apalagi dirinya kini tampak kikuk. Merasakan canggung, akhirnya Fela angkat bicara. "Lo sekretaris osis 'kan?"

Gify tampak gelapan, kiranya Fela akan berhenti sampai di situ. Nyatanya tidak. "Iya." Jawab Gify dengan senyum dipaksakan yang mungkin ketara di mata Fela.

Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang