Selamat membaca.
Mohon membaca pemberitahuan di bawah :)AKHIR akhir ini hari Gify menjadi lebih berwarna. Dirinya jarang mengalami mood swing lagi. Bahkan bisa dikatakan, Gify lebih murah senyum dengan orang-orang. Padahal, Gify dulu selalu kaku dengan orang baru. Hubungannya dengan Fela jauh lebik baik. Fela menjadi sosok yang terbuka dengan Gify. Bahkan sesekali, Gify mengajak Fela untuk keluar dengan Naya dan Lani. Mereka juga tidak keberatan dengan kehadiran Fela. Bahkan menerima dengan baik.
Sesering itu juga, Gify pergi dengan Aldo. Entah itu mencari makan di KFC, McDonals, ataupun nongkrong di Starbucks. Mama juga tidak mempermasalahkan keluarnya Gify sampai jam 9 malam. Katanya, tampang-tampang Aldo itu sholeh.
Seperti saat ini. Gify duduk di kantin bersama Fela, Naya dan Lani. Mereka saling tertawa sambil mendengarkan guyon dari Lani yang absurd itu. Kata Lani, dulu Pak Aston pernah salah kirim SMS ke dia. Yang berisikan pesan untuk pacarnya.
"Ih maaf sayang. Abang bukannya gak mau ngangkat telefon dari kamu. Cuman tadi abis dari toilet, setor harian. Jangan marah lagi ya?" Kata Lani dengan gaya bicara dibuat segila mungkin. Mengundang gelak tawa dari Gify, Naya dan Fela. "Abis gue baca itu, rasanya ilfeel tau nggak," Lani menahan tawanya sambil memegang perut yang terasa sedikit kram akibat tertawa.
"Imagenya jatuh langsung." Sahut Fela sesembari meminum es tehnya. "Terus lo jawab apa?"
Lani menegakkan tubuhnya. Siap untuk kembali bercerita. "Gue jawab aja. Pak saya bukan pacar bapak. Lagipula saya nggak doyan om-om." Tawa mereka kembali pecah ketika mendengar jawaban Lani.
"Terus-terus dia jawab gimana?" Naya beralih bersuara.
"Katanya gini, maaf ya Lani. Bapak ternyata salah kirim. Tadi masih setor jadinya nggak fokus," Lani merapatkan bibirnya. "Itu guru labil. Sms pertama dia bilang kalau habis setor. Pas tau salah kirim alasannya masih setor."
Tawa mereka semakin meledak. Bahkan seisi kantin kini beralih menatap mereka. Ada yang melirik sinis terhadap mereka karena merasa terganggu, ada pula yang ikut tertawa karena melihat mereka.
"Asik nih. Gue gabung boleh?" Tawa mereka berhenti. Kemudian beralih menatap Aldo yang tiba-tiba datang di depan bangku mereka.
"Khusus cewek," ucap Lani ketus. Naya meringis karena merasa tak enak dengan sikap Lani kepada Aldo. "Kecuali kalau kakak mau jadi cewek," lanjutnya. Mereka kembali tertawa.
"Ada-ada aja. Gue cuman becanda. Lagipula temen gue udah pada duduk tuh di sana," tunjuk Aldo kepada teman-temannya yang berada di bangku pojok kantin. Duta yang melihat telunjuk Aldo mengarah padanya, dia melambaikan tangan. "Gue duluan ya? Dah Gify."
"Gify aja nih yang di dadah?" Sahut Lani.
"Iya lah. Ntar gue salamin ke Bagas deh," sahut Aldo.
"Sip deh! Gue restuin sama Gify kalau gitu," ucapan Lani berhasil membuat Gify yang tadinya menyeruput jus strawberry jadi tersedak.
Gify melotot. "Apaan deh lo."
"Makin deket aja nih," komentar Fela sambil tertawa ringan. "Udah diajak jalan segala. Kapan jadiannya nih?"
"Halah! Gify itu malu-malu tapi mau," Lani sengaja mengompori. "Tarik ulur ra karuan iki ati dudu layangan."
"Yang bener itu maju mundur ra karuan iki ati dudu parkiran gitu deh," Fela mengoreksi.
Lani mencibir. "Halah! Gakpapa kali."
"Berisik lo ular," Naya berdecak sebal. "Diem ih, perut gue sakit nih gara-gara denger suara lo."
"Mau ke toilet? Sekalian gue juga mau pipis," ujar Fela yang segera berdiri.
"Oke deh. Fy, gue ke toilet dulu ya?" Gify mengangguk untuk menjawab pertanyaan Naya.
Selepas kepergian Naya dan Fela, Gify hanya bermain handphone. Sedangkan Lani asik mengunyah baksonya. Saat hendak membuka aplikasi Instagram, Rega menelfon Gify.
"Gue tunggu di taman." Rega hanya mengatakan itu. Lalu menutup teleponnya. Gify melihat Rega beranjak pergi dari kantin meninggalkan teman-temannya.
Gify berdiri. Membenarkan roknya sebentar. "Lan, gue ke perpus dulu ya? Bye!" Gify melesat pergi meninggalkan Lani yang belum sempat menjawab.
***
"Lo beneran suka sama Aldo?" Tanya Rega frontal. Rega tipe orang yang tidak suka bertele-tele.
"Heh?" Gify mengerjap. Dia menatap Rega penuh heran. "Maksutnya?"
"Gue udah tau. Lo sering jalan sama Aldo. Lo kayaknya suka sama dia?" Balas Rega dengan melihat ke arah kolam ikan di depannya. Gify mencondongkan tubuhnya menghadap ke arah Rega.
"Kok lo eh kakak tau?"
Rega menoleh ke arah Gify. Cukup lama Rega memandangi Gify yang terlihat heran. Pipi yang telah merona merah. Serta rambut yang dia kuncir satu itu terhempas angin. Gify menatap kedua mata Rega yang hitam pekat itu. Seolah mencari kebenaran. Rega yang ditatap seintens itu merasa salah tingkah sendiri. Jantungnya berdegup kencang. Tiba-tiba Gify mengingat sosok Rega yang ketus.
"Ganteng sih. Tapi buat apa kalau ketus gitu," batinnya.
"Setiap hari Aldo cerita tentang lo ke gue. Tentang acara jalan kalian," sekilas Rega melirik Gify. "Gue pengin tanya aja sama lo, lo beneran suka sama Aldo?"
Mata Gify membulat. Terkejut, ternyata Aldo selalu curhat kepada Rega. Bahkan tentang acara mereka. Sejenak Gify diam, dia berpikir untuk menjawab atau tidak pertanyaan Rega barusan. Tidak dipikir pun Gify akan mengatakan; iya gue suka banget sama Aldo! Tapi yang bertanya kali ini adalah sahabat dari Aldo. Jadi dia harus seolah-olah berpikir.
"Kalau aku jawab kakak mau apa?" Rega tidak menjawab. Dia hanya memandang kolam ikan.
"Iya, aku suka sama kak Aldo. Banget," jawab Gify.
"Yaudah," seru Rega.
Gify melotot tak percaya dengan jawaban Rega. Gify kira dia akan dinasehati atau semacamnya. Ternyata hanya dijawab dengan satu kata saja.
"Udah gitu doang?" Gify mencibir kesal.
"Lo maunya kayak gimana?" Rega mendesis.
"Ya kan aku penasaran aja kak. Kenapa kakak ngajak aku ke sini, ngomongin soal hubunganku sama Kak Aldo. Terus akhir-akhirnya malahan kayak gi—"
"Tumben lo sopan," potong Rega dengan cepat. "Biasanya lo-gue. Kenapa?" Tanyanya.
Gify juga heran sendiri. Mengapa tiba-tiba dia bersikap sopan di depan Rega. "Gaktau, refleks mungkin,"sangkal Gify.
"Cari muka di depan temennya calon pacar," ucap Rega tiba-tiba. Gify mengerutkan keningnya. Rega itu orang yang tidak mudah ditebak jalan pikirannya.
"Ha?"
"Iyain aja."
"Apanya?"
"Yang tadi."
"Tadi?"
"Bego."
Gify mencebik kesal. "Kakak itu absurd. Gak mudah ditebak. Jangan sok-sokan pengen ditebak gitu!"
"Gue balik," jawab Rega sekenanya. Dia berbalik dan melangkah keluar taman.
"Untung dia kakak kelas. Kalau nggak, udah gue tendang deh," protes Gify sendiri. Dia tampak berbicara sendiri di taman dengan nada kesal. Sebagian orang yang lewat menatapnya penasaran. Bahkan ada yang berkata: gila, kerasukan, dan semacamnya.
---
New Story (Rottura) soon at 17 July 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
Teen FictionTakdir memang tak ada yang tahu. Seberapa keras perjuangan kita untuk merubahnya, takdir tidak bisa dirubah tanpa kehendak Tuhan. Layaknya pertemuanku denganmu dan dengannya. *** Rega si Bad Boy sekolah dengan sifat dingin dan tak acuh dengan sekita...