Libido 34

11.8K 720 325
                                    


Pagi itu derap langkah kaki Elliot memecah ke sunyian di sebuah lorong rumah sakit, air matanya berlinang.
Alex berjalan di belakangnya, berjaga-jaga jika sewaktu-waktu pemuda itu limbung di tengah jalan.

Baru saja dia mendapat kabar tidak sedap, soal Elroy dari Lindan.
Itu seperti mimpi buruk yang jika bisa dia ingin segera bangun dan mengakhirinya, karena tadi malam saja Elroy masih sempat membalas pesannya.
Dia bilang baik-baik saja dan akan segera pulang.
Lindan juga bilang jika kondisi Elroy semakin membaik.
Lalu kabar apa ini, kenapa semua berbanding terbalik.

Lindan menangis sesungukan, dia duduk di lantai di depan pintu ruang ICU.
Wajahnya tampak begitu kacau, dia mendekap mulutnya sendiri menekuk kedua kakinya untuk menyembunyikan diri.

Sedangkan Lissa berdiri di depannya dalam ke adaan yang sama, wanita itu nampak terisak-isak.

Elliot memelankan langkahnya, dia mendesis menahan ngilu yang menghujam sanubarinya.
Dadanya seperti di robek melihat pemandangan dari baik kaca pintu tembus pandang di hadapannya.

Tubuh itu, terkapar di sana.
Di salah satu ranjang pesakitan.
Wajahnya pucat dengan luka lebam membiru di sekujur tubuhnya.
Elroy sudah tidak bergerak, pria itu tidak lagi bernafas.

Mulut Elliot ternganga, rahangnya bergetar.
Ini seperti mimpi buruk di dunia nyata.
"Elroy....!!!!"
Teriaknya kencang suara tangisnya pecah seketika.

Lindan dan Lissa tersentak, mereka menoleh ke arah Elliot yang begitu terpukul.

Alex memeluknya dari belakang menyeret pemuda itu agak menjauh dari pintu ruangan di depannya.

"Tidak...kau tidak boleh mati...tidak....Elroy....!!!"

Cony yang datang bersama Eric tidak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya.
Baru saja dia menjejakkan kaki di sana dan mendapati reaksi Elliot.
Dia semakin yakin, jika orang yang di cintainya sudah tiada.

Pemuda itu tidak mampu menahan  tubuhnya.
Kepalanya terasa begitu berat, matanya berkunang-kunang.
Dia tidak mampu bernafas dengan benar, pemuda itu terjatuh.
Dia tiba-tiba pingsan, membuat Eric tersentak.

Kekasih Cony itu tak pelak menangkap tubuh Cony sebelum dirinya benar-benar terjatuh ke lantai.

Lindan yang melihat hal itu hanya bisa ikut larut kedalam kesedihan mereka.
Orang-orang itu sudah lama mencintai Elroy, mereka melakukan apapun untuk bisa membuatnya bahagia.
Termasuk melepasnya agar bisa bersama dengannya.

Pengorbana Elliot dan Cony bukanlah hal yang bisa di remehkan.
Padahal mereka tahu kondisi Elroy yang sakit parah, tapi mereka tidak bersikap egois dengan bersikeras ingin bersamanya.

Mereka memikirkan kebahagiaan Elroy, memberikan ke tulusan cintanya agar bisa membuat pria itu mencecap rasanya bahagia di akhir hayatnya.

*****




Hujan siang itu jatuh rintik-rintik,
Membasahi tanah pemakaman yang terdapat batu nisan megah beraneka bentuk dan ukuran berjajar rapi  seperti tangisan dari langit mengiringi peti warna hitam masuk ke dalam liang lahat.

Pelayat memakai pakaian serba hitam berdiri menyaksikan prosesi itu.
Mereka tidak perduli hujan membuat pakaian mereka basah.

Diven berdiri sambil merengkuh pinggang Noel.
Remaja itu menyembunyikan wajahnya di balik jas hitam yang di kenakan ayahnya sedang Levi berdiri di sampingnya dengan menyandarkan dahinya ke bahu Noel.
Kabar yang di terima mereka membuat keduanya benar-benar tidak percaya.

Ternyata semalam adalah jamuan makan pertama dan terakhir keluarga itu dengan Elroy.
Lelaki yang baru saja di kenalnya, tapi sudah membuat mereka menganggap pria itu bagian dari keluarga mereka.

Sexual Desire (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang