42. Matahari dan Bunga Matahari

884 184 263
                                    

🎧 Derai-derai Cemara (Musikalisasi Puisi Chairil Anwar) - Banda Neira

*

Hidup hanya menunda kekalahan/tambah terasing dari cinta sekolah rendah/dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan/sebelum pada akhirnya kita menyerah.

-Chairil Anwar, 1949

***

Tami menghela napas. Matanya menatap Runi yang sedang bermain bola bersama anak-anak Cuprums lainnya. Lalu, mata prominent itu beralih ke arah Rizal yang sedang berusaha merebut bola di kaki Runi. Aku nggak salah suka orang. Dia lebih baik. Dia tipeku. Ya ... aku benar.

Entah sejak kapan, bersamaan dengan meledaknya gosip itu, secara perlahan Runi mulai benar-benar tidak lagi mengganggunya. Mengganggu bukan dalam makna secara harfiah. Cowok itu tak pernah lagi mencari-cari alasan untuk menyapa dan mendekatinya. Runi akan menyapa jika keadaan memang harus demikian. Dan itu sangat jarang. Dipasang-pasangkan dengan Rizal, membuat siapa pun terdikte bahwa Tami itu Rizal, dan Rizal itu Tami. Ada Tami pasti ada Rizal.

"Mata Tami, kayak bunga matahari ya!"

Tami menahan napas. Lid sudah berada di sampingnya.

"Maksud kamu?"

"Iya, mata kamu selalu mengikuti ke mana dia pergi." Lidiya mengedikkan bahu. Jelas-jelas mata Lid melirik ke arah Rizal yang sedang bermain sepak bola bersama anak-anak cowok kelas mereka di lapangan. Kali ini Rizal tengah berusaha merebut bola dari kaki Depa. "Kayak bunga matahari yang ngikutin matahari."

"Nggak, kok. Aku lihat semuanya." Tami membela diri. "Lagian, tahu nggak sih? Bunga matahari sebenernya nggak selalu menatap matahari loh."

"AH MASA?" Lid berseru heboh.

"Iya. Saat kuncup bunga matahari memang selalu menghadap matahari, tapi begitu mekar, bunga matahari mulai sadar kalau dia nggak bisa lagi memandang matahari. Bunga matahari yang semakin tua ... semakin merunduk, terlalu berat dengan beban yang ditanggungnya. Terlalu lelah mengikuti gerakan matahari yang aktif ..."

Lid mencibir. "Kamu ni sedih banget penjelasannya! Cukup bilang kalau saat kuncup bunga Matahari memang selalu menghadap matahari, tapi begitu mekar, bunga matahari tidak melihat matahari lagi. Bunga matahari yang semakin tua ... semakin merunduk, terlalu berat karena ada banyak kuaci yang harus segera diambil dan dimakan!" kata Lid sambil menunjuk-nunjuk jidat Tami dengan jarinya.

"Aduh, Lidiya! Sakit!"

"Kamu sih! Kelakuan kamu tuh kayak perempuan patah hati!"

Tami mengusap-usap jidatnya tak peduli.

"Kalo suka ngaku aja, Tam ..." Alya yang tiba-tiba saja muncul berdiri di samping Tami, mengulum senyum.

"Tau nih, si Tami. Kita udah kelas tiga loh!"

"Memang kenapa kalo udah kelas tiga?"

Lidiya dan Alya menepuk jidat.

"Ya, bakalan nggak ketemu lagi, Tam. Jadi ayo segera nyatakan perasaan kamu ...!"

Tami mendadak mulas. Perasaan?

"Perasaan ke siapa?"

"Ke Rizal ...!" pekik Lid, lalu langsung dibekap Alya karena volume suaranya bisa menimbulkan fitnah ke seantero sekolah. Benar saja, tak berapa lama Rizal dan anak-anak cowok langsung menoleh heran ke arah Lid. Tapi Lid sibuk berontak.

Faktor J (Swastamita) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang