45. Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-Kata (2)

729 161 140
                                    

*

Setiap anak ada ibu ada bapaknya, kecuali impian.
Setiap pasangan ada jantan ada betinanya, kecuali kenyataan. (Darmanto Jatman, 1975)

***


Mei, 2010.

Pesta perpisahan kelas tiga berlangsung sederhana. Cukup berurai air mata saat Rizal memberi pidato perpisahan di atas panggung. Baron menangis tersedu-sedu sambil berkata maaf kepada guru-gurunya dan orangtuanya. Tapi hari itu, selalu ada yang lebih berdebar dari siapa pun juga.

"Jika suatu pemenuhan kebutuhan dilakukan terus-menerus, maka rasa nikmatnya sangat tinggi. Tapi lama-lama nikmat itu akan berkurang, lalu tercapailah titik jenuh. Hukum Gossen I. Ilmu Ekonomi," Runi yang bicara. Cowok itu lalu memberikan jempol jarak jauh pada Ical, Aldo dan Edi (Tiga temannya yang sudah mengajarinya bicara seperti itu.)

Hadirin yang tadinya sibuk sendiri di kursi, mencurahkan semua perhatian mereka pada Runi. Cowok yang kini berdiri di atas panggung sambil menyandang gitar di bahunya. Hari ini, Runi dan band-nya terpilih sebagai band pembuka acara inti.

"Setiap zat terlarut selalu memiliki faktor J, faktor jenuh. Dan akan berada pada titik tak bisa larut lagi. Kami semua menyebutnya larutan jenuh. Ilmu Kimia," pungkas Runi lagi.

Bersamaan dengan itu, Ical CS bangkit dari kursi lalu maju ke atas panggung mengikuti Runi yang sudah berdiri lebih dulu. Gaya mereka seperti siap perang padahal hanya mau tampil main band. Pandangan keenam cowok itu menyapu semua hadirin di depannya. Masih jelas dalam ingatan, saat dulu mereka saling olok antar jurusan. Rasanya lucu saja kalau ingat hal itu. Sebab, jauh di hati mereka, itu hanya olokan semata.

"Yah, meski anak kelas saya suka melenceng dari norma. Jadi Faktor J sering kami sebut Faktor Jodoh. Mungkin efek stress belajar."

Kontan semua tertawa. Baron dan Kaisar paling besar suaranya. Nadia CS memberi yel-yel semangat.

"Jenuh. Titik J, Faktor J. Apa pun itu. Kami sering mengalaminya. Buktinya? Bisa cek berapa kali kami bolos. Berapa kali kami dihukum karena mangkir dari tugas sekolah."

Semua kembali tertawa-tawa menyoraki.

"Ketika kita ingin melarutkan gula dalam satu gelas air. Awalnya gula itu bisa larut. Tapi jika kita terus masukkan gula, terus dan terus. Gula tidak akan bisa lagi larut. Maka jadilah larutan lewat jenuh. Jadi, apa yang harus kita lakukan? Membuang larutan itu?"

Semua diam mendengarkan.

"Jangan buang. Tambahkan saja airnya dan ganti tempatnya." Runi menghela napas. "Satu hal, yang akhirnya kami tahu. Titik jenuh bukan alasan untuk lari. Bosan dengan segala tugas, peraturan dan kehidupan sekolah, bukan alasan untuk kita bolos dan membuang masa remaja kita dengan hal yang sia-sia. Kita hanya perlu menambahkan air lagi di kehidupan kita. Kita hanya perlu mengganti wadah kita ke tempat yang lebih besar. Melakukan hal positif; Refreshing, jalan-jalan, olahraga, ketawa ngakak bareng temen, main futsal, godain Bude kantin, manjat pohon dan ..." Runi mengedikkan bahu. "Mencintai seseorang ..."

Ada jeda sesaat. Sampai akhirnya Runi melanjutkan. "Tapi, saya nggak jamin yang terakhir itu selalu berhasil ya."

Semua ngakak.

"Saya pikir kita semua berjodoh. Bertemu untuk pertama kalinya, saling tersenyum, belajar bersama, tertawa, lalu jadi teman. Apa lagi namanya kalau bukan jodoh? Takdir. Dan ... mungkin sampai di sinilah jodoh kita. Kita akan kembali berpencar, menemukan takdir kita yang baru, orang baru, lalu menjalin kembali dengan orang baru itu. Saat masa itu datang, ya ... masa itu sudah makin dekat. Kita mungkin akan jadi orang sibuk dan terus berjalan. Tapi di setiap jeda hidup yang sebentar ini, sesekali cobalah menoleh ke belakang, dan tersenyum. Kita pernah bersama. Saya pernah berada di antara kalian. Terima kasih."

Faktor J (Swastamita) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang