6. Pengumuman! Runi Naksir Cewek! [revisi]

1.6K 279 292
                                    

[----------]

Setelah melahap Kerutup ikan Gurame dipadu dengan sambal Macang, Runi tahu ia makin mual dan dia harus beranak dalam kubur berkali-kali hari ini (dia suka mengganti istilah berak dengan tiga kata itu, karena baginya lebih sopan dan mengecoh). Dalam hati ia kesal mengapa di rumahnya hanya menyediakan makanan sepedas dan seasam itu. Tapi Mama bilang, di kota ini perutnya mesti terbiasa makan makanan Sumatera yang pedas dan asam. Lagipula, mengapa Runi masih juga tidak terbiasa dengan kota ini?

"Kamu tuh di sekolah ngapain sih, Runi? Udah kayak ngalahin Mama, pulang sesore ini!" omel Marina kepada anaknya yang baru keluar dari WC. Beberapa saat yang lalu ia menerima telepon dari wali kelas Runi tentang kelakuan anaknya hari ini. "Mama kan sudah bilang, jangan pernah bolos! Jangan pernah buat ulah di sekolah!"

Runi hanya diam dan langsung mengambil jus jeruk dari lemari pendingin.

"Runi, kalau minum duduk!" Mama memeringatkan sambil matanya masih mengawasi Runi yang langsung nongkrong di depan kulkas. Wanita itu memang paling tidak suka dengan kebiasaan minum sambil berdiri.

"Terus kenapa baru pulang? Dari mana saja?"

"Ke Perpus dulu."

"Belajar, kamu?"

"Iya." mengatakan itu, Runi memijit-mijit tangannya karena pegal. Bu Clara benar-benar jahat karena melarangnya membawa pulang buku untuk diresume di rumah. Alasannya, karena Runi anak yang cerdas jadi dia bisa saja menyuruh orang lain untuk meresume buku itu.

Runi mengangguk takzim. Memang iya. Bahkan, dia dan teman-temannya berencana meng-copy buku itu. Sayang, Bu Clara benar-benar wanita licin.

"Sini kamu."

Runi tersentak. Ia sudah berada sangat dekat dengan Mamanya.

Marina yang masih tampak cantik walau usianya sudah mencapai kepala empat itu tampak sibuk memutar-mutar tubuh putranya ke depan dan ke belakang. Mengamati tubuh bagian belakangnya yang membentuk noda coklat panjang. Bekas pukulan pantat tadi siang. Meskipun Runi tidak suka diperlakukan seperti itu, ia tidak bisa melarang Mamanya. Pukulan pantat ini sih tidak ada apa-apanya sama sekali.

"Kamu buat kerjaan tambah banyak sih. Ini kan masih hari senin tapi malah harus ganti seragam. Bersih nggak ya kalau dicuci?"

"Loh? Mama nggak cemasin yang ini?" Runi menunjuk pantatnya yang sejak tadi pagi terasa panas. Wajahnya nampak kaget setengah kecewa. Mamanya lebih peduli kebersihan seragam sekolahnya ketimbang atribut dirinya.

"Guru kamu sudah melakukan hal benar. Bagus! Mama dukung." Mama memainkan rambut spikey Runi. "Pukulnya juga pake sandal jepit kok. Gede suara doang, kan?"

"Sandal jepit apanya??"

Datuk yang sejak tadi sibuk mengelap biolanya tersenyum penuh arti. Ia juga sepakat memercayakan semua urusan sekolah kepada para pendidik di sekolah. Bahkan datuk kerap bercerita bagaimana dulu jemarinya pernah dipukul akibat lupa memotong kuku.

"Ma,"

"Hmm?"

"Mama bahagia?"

"Kenapa kamu nanya gitu?"

"Aku nggak. Kita balik Jakarta, ya?"

"Bohong." Marina tertawa. Ia mengacak-acak kepala anaknya lagi. Tak lama kemudian, Rinda, yang baru saja keluar dari kamar menyodorkan selembar kertas kepada Marina. Tapi mulutnya sibuk berceloteh kalau ternyata Andra Cullen (teman cowok sekelasnya yang dingin dan dia beri nama belakang Cullen) sangat pandai main rubik dan memanjat pohon.

Faktor J (Swastamita) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang