23. Bunga Matahari Tami (1)

984 215 125
                                    

Juli, 2009.

Sepekan setelah melakukan jalan-jalan di Candi, pembagian rapor Classic berlangsung dengan khidmat. Runi berseloroh kalau calon mertuanya datang saat melihat Ibu Tami masuk ke ruang kelas cuprum. Mendengar itu, Baron dan Kaisar tertawa keras.

Pagi itu, semua anak Cuprum mengintip cemas dari luar kelas karena di dalam Pak Tendi sedang melakukan pembicaraan-wajib-saat-bagi-rapor dengan para orangtua. Kecuali tiga serangkai itu; Runi, Kaisar, Baron. Mereka bertiga malah duduk santai di pinggir lapangan basket yang memang letaknya di depan halaman kelas Cuprums. Mereka percaya diri akan naik kelas walau nilainya ala kadar.

Depa dan beberapa anak cowok sempat menghampiri mereka, tapi tidak lama. Depa merasa lapar dan mau makan. Dia tahu rapornya masih lama diberikan jadi bapaknya pasti akan keluar terakhir. Berbeda dengan Rizal, namanya dipanggil paling pertama. Semua anak memberi selamat. Runi, Kaisar dan Baron bersorak memberi selamat tanpa berpindah posisi.

"Woh! Rizal...! Dak salah aku menyerahkan nasib PR-ku padamu!" pekik Baron tidak tahu malu.

"Rizal, Abang bangga sama kamu, dek!" Runi yang bersuara. Dari kejauhan, Rizal memasang tampang sarkas seperti tokoh-tokoh yang ada di dalam komik.

Suasana tegang lagi. Tapi tidak bagi tiga anak tengil itu.  Kini Baron sibuk mengoceh soal Ical yang putus dengan Bella karena Jo. Runi tersenyum. Bukan karena tidak punya empati. Tapi di saat bersamaan,  ia melihat Tami tersenyum lega saat Ibunya keluar kelas. Ibu Tami mengusap-usap kepala Tami layaknya seorang Ibu. Perempuan itu mengajak Tami pulang.  Pasti Tami dapat peringkat tinggi.

Runi menghela napas. Ia sudah lupa kapan terakhir kali Marina mengusap kepalanya dengan bangga. Runi tahu Mamanya tidak akan datang. Ia juga tidak tega jika Datuk yang ambil rapor. Jadi ia akan menemui Pak Tendi saat namanya dipanggil nanti. Tapi, mungkin masih lama.

Hidup kamu sepertinya menyenangkan, ya, Tam? 

Runi membatin. Ia melepas kepergian Tami dengan tatapannya. Ia juga bisa melihat Rizal yang belum beranjak pulang datang menghampiri Tami. Runi tebak dua orang itu sedang saling memberi selamat. Runi mencelos.

"Heh! Mana Mamak kau?" Runi menyikut perut Baron. Ia kembali santai.

"Mak aku... sibuk lah dia. Ngurus adikku paling kecil."

"Bapak kau?"

"Nggak dateng."

"Ngapo?" giliran Kaisar yang bertanya.

Baron tak menjawab. Ia malah mengganti topik dengan membahas lagu baru dari Firman yang menurutnya keren sekali. Ketiganya lalu sibuk membuka Nokia milik Runi demi dapat membuka YouTube. Mereka terus begitu sampai salah satu dari anggota Double-son, si Elison, memanggil-manggil Runi. Disusul Weslison dan lainnya. Dipanggil Pak Tendi katanya. Runi langsung melompat, berlari masuk ke kelas. Sekembali dari kelas, Runi tertawa. Ia sudah dapat rapor.

"Kenapa, Run?" tanya Baron. Ia dan Kaisar sudah berada di depan pintu kelas, bergabung dengan yang lain.

Runi tersenyum. Lalu menepuk pundak dua temannya dan berkata, "Abang kalian ni duluan ya! Sampai ketemu dua minggu lagi Ce-es!"

Kaisar dan Baron bengong. Ada hal-hal tertentu yang membuat seorang teman jadi mendengki pada temannya sendiri; momen bagi Rapor. Runi masuk peringkat dua puluh besar. Jauh di atas Kaisar dan Baron.

"Sar, yang ngajakin kita bolos siapa?"

"Runi." Kaisar menyahut.

"Yang paling sering dihukum resume buku?"

"Ya si Runi, lah." 

Baron mencebik. Kaisar apa lagi. Jadi begitu rupanya. Jadi selagi mereka main di luar seperti orang bodoh, Runi belajar di rumahnya! Jadi itu rupanya!

Mumpung Runi belum hilang dari pandangan, mereka pun memekik, "Woi Runi! Aku nggak mau main sama-sama kau lagi! Dasar Pengkhianat! Kutu buku!" Tapi Runi hanya mengayunkan dua jarinya dan melemparkan dor  dari jauh. Dia ngakak. 

Depa yang baru selesai makan, datang menghampiri sambil mengelus-elus perutnya dan bertanya; "Loh? Mana Abang kita?"

"Diam kau!"

**

Faktor J (Swastamita) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang