22

6.4K 427 7
                                    

CEMAS

🍁🍁🍁

Gara-gara kejadian di ruang keluarga, Yuki jadi ngambek sama aku. Katanya aku bikin dia malu sama Mama dan Papa. Bukan Yuki yang ngambek, mama dan Papa juga. Mereka lebih ke marah karena aku dengan beraninya beradegan mesra di depan anak-anak, alhasil Mama dan Papa melarang aku untuk membawa Yas dan Ayra pulang ke apartemen. Yuki juga sama, dia menolak mentah-mentah ajakanku dan akhirnya aku terdampar seorang diri di apartemen, berasa banget bujangnya kalau begini.

Aku sedang berselancar di dunia mbah google, mencari referensi undangan pernikahan buat aku dan Yuki, iya lah masa sama Nadira. Dia itu masalalu kelamku saat aku gagal meraih hati Yuki.

Dira itu adalah cinta matinya Kak Abi yang sampai saat ini belum aku tengok lagi karena memang aku sibuk mengurus pernikahan, perusahaan dan juga dua bocah yang selalu Setia menemani kesendirianku. Aku hanya bisa berdoa dan mengawasi keadaan Kaka Abi melalui via pesan yang selalu perawat Kak Abi kirim padaku. 

Aku juga bernafas lega karena tidak perlu waktu lama untuk bermusuhan dengan Yuki gara-gara Citra sepupu aku yang sedikit rese dan selalu saja membela sahabat kecilnya, Dira. Bohong kalau dia bilang aku minta di jodohkan ke Mama dan Papa hanya untuk motif balas dendam.  Demi apapun aku berani jika harus memohon pada Yuki kalau aku tidak pernah mengatakan hal seperti yang Citra bilang. 

Jelas-jelas aku tidak kenal dengan Mami dan Papai Yuki sebelumnya, pertemuan kita untuk pertama kali mungkin saat acara di mana Mama mengajaku kerumah temannya untuk menjodohkan kami. Makanya aku bilang sama Citra malam itu juga kalau dia itu bodoh dalam berbohong. Dan paling aku takutkan kenapa dia mencoba bermain saat kita semuanya sedang berkumpul di rumah? Itu akan mempersulit aku dalam menjelaskan semuanya. Terbukti jika papa dan mama langsung menyidangkanku di ruang keluarga, melarangku bertemu dengan Yuki meski hanya sekedar untuk menjelaskan kebenarannya. Alhasil aku pontang-panting melakukan aksi meyakinkan mama dan papa dengan cara menemui mami dan papi meminta pada mereka untuk merestui pernikahanku yang harus aku percepat dari perkiraan semula. 

Aku juga bersyukur karena Yuki bukan cewek ribet yang harus aku jelaskan secara detail bagaimana kebohongan Citra pada dirinya karena ia merasa cukup saat aku membawanya ke kantor dan menegaskan dengan tegas kepada Nadira bagaimana hubungan kita sebenarnnya. Yuki bilang, cukup tunjukin aja dengan perbuatan kamu, aku nggak butuh omongan yang sekedar omongan, katanya. Makanya aku lebih genjar lagi untuk ngajakin dia nikah. Toh untuk apa lama-lama, diusia kami yang sudah tak muda lagi bukankah sudah pantas untuk membangun rumah tangga.

Ternyata sendiri itu sepi, aku baru merasakannya sekarang karena biasanya selalu ada dua krucil atau Ayra yang menemani hari-hariku saat berada di rumah. Perutku sudah kroncongan minta di isi, namun aku malas beranjak ke dapur karena pantatku sudah tertancap manis di sova. Mataku memandang siaran televisi yang sedang menanyangkan acara musik dangdut.

Entah kenapa saat tanganku sibuk mencari chanel televisi yang menarik tiba-tiba saja ingin berhenti saat menampakkan cewek-cewek cantik sedang bernyanyi kemudian dikomentari oleh juri-juri profesional menurut mereka. Aku tidak terlalu paham karena memang tidak pernah melihat kecuali sesekali mendengar ketika lewat di jalan ada tontonan dangdut. Tak terasa kepalaku ikut bergoyang, begitu juga dengan kaki yang sedang selonjoran di atas meja. Sesekali merilekskan diri dengan musik asli Indonesia ini nggak ada salahnya, toh nggak ada orang di rumah.

🍁🍁🍁

Yuki resah setengah mati sambil melihat ponselnya yang sejak tadi diam tak ada notivikasi satupun dari Al. Beberapa jam lalu, kemungkinan besar Al sudah berada di rumahnya saat melayangkan sebuah pesan ke Yuki melalui WA yang mengatakan jika Al ingin Yuki datang ke apartemen karena Al sedikit merasa pusing. Yuki sengaja tidak menggubris namun lama-lama hatinya tidak tenang. Ditambah saat ia menghubungi Al balik justru nomor hapenya tidak aktif, telpon ke apartemen juga nggak diangkat semakin menambah rasa cemas di hati Yuki. Apalagi nggak ada Yas dan Ayra di rumah, gimana kalau Al kenapa-kenapa.

Akhirnya Yuki bangun dari tempat tidur, ia langsung menyambar jaket yang tergantung di belakang pintu kamar dan tak lupa mengambil kunci motornya. Untuk acara sedarurat ini Yuki nggak mau pakai mobil pasti akan memakan waktu lama jadi ia memutuskan untuk mengendarai sepeda motornya. Suara hentakan kaki Yuki dilantai cukup mengganggu Keffin yang sedang asik nonton bola di ruang keluarga, maklum televisi dikamarnya rusak karena habis buat main ps dan belum sempat Keffin lem biru (Lempar beli baru).

"Adek, mau kemana?" Tanya Keffin penuh intimidasi, tak tanggung-tanggung ia langsung nyamperin Yuki.

"Yuki mau keluar sebentar kak, darurat." Ucap Yuki sarat dengan raut gelisahnya.

"Mau ngapain, ini udah malaem. Kakak nggak ijinin!"

"Kakak, please. Yuki janji akan hati-hati dan pulang dengan selamat. Kakak nggak perlu khawatir oke!" Yuki berusaha menyakinkan Keffin, tahu sendiri Yuki ini anak perempuan satu-satunya di rumah mereka dan paling kecil makanya mereka terkesan sangat menyayangi Yuki.

"De, kalaupun kamu ada perlu biar kakak antar oke? Kakak nggak mau membiarkan adik kakak berkeliaran di luar malam-malam sendiri dan..." Keffin menyambar kunci dari tangan Yuki mengangkatnya tinggi di depan wajah adiknya. Tiba-tiba wajah Keffin berubah menyeramkan. "Kamu mau pake motor?" Keffin menggeleng-gelengkan kepala tak percaya. Dimana sebenarnya letak otak adek cantiknya. Waktu sudah menunjukkan hampir setengah sepuluh dan dia mau keluar menggunakan motor? "Kakak nggak ijinin kamu... kalau mau ayo kakak antar, jika kekeh mau naik motor mending kamu naik kembali ke kamar sana!" Kata Keffin tak terbantahkan. Yuki hanya bisa menunggu patuh menuruti keinginan sang Kakak.

Setelah Yuki menyutujui usul Keffin, kakak tertua itu lantas menyuruh adiknya untuk menunggu karena Keffin hendak mengambil konci mobil terlebih dahulu.

Yuki mencoba menghubungi nomor telepon Al sekali lagi namun hasilnya masih nihil. Yuki jadi panas dingin sendiri. Tangan dan dahinya sudah mengeluarkan keringat dingin. Tak lama Keffin akhirnya keluar dan mebawa adiknya menuju garasi mobil mereka, menyuruh satpam rumahnya membukakan gerbang serta menutupnya kembali tak lupa menitipkan pesan jika nanti orang rumah menanyakan mereka.

"Kita mau kemana ini De..?"

Yuki lupa jika ia belum bilang ke kakaknya kemana hendak mereka pergi. Untung si kakak mengambil arah yang benar saat keluar gang perumahan mereka.

"Antar Yuki ke apartemen Al, kak!" Jawab Yuki mengabadikan wajah heran kakaknya.

"Kamu mau ke rumah Al? Untuk apa? Tahu gini nggak akan kakak ijinkan." Pikiran-pikiran buruk berputar di atas kepala Keffin. Kembali ia mencurigai adiknya, untuk apa coba cewek malam-malam ke rumah cowok. Oh... Adiknya benar-benar-benar membuat kepala Keffin pusing. 

Yuki melihat kakaknya ikut gelisah Yuki tahu persis apa yang sedang sang Kakak gelisahkan. Yuki mengusap lengan sang Kakak. "Yuki kesana hanya ingin memastikan gimana keadaan Al, tadi ia sempat menghubungi Yuki mengatakan jika ia merasa sakit tapi karena Yuki pikir ia bohong maka Yuki abaikan. Tapi Yuki justru tidak tenang, Yuki takut Al beneran sakit. Al sendirian di rumah, anak-anak nggak ada." Terang Yuki lega karena unek-unek sudah ia keluarkan.

"Oke kaka fahan, tapi setidaknya minta tolong sama orang lain buat nganterin. Jangan keluar malan sendiri-sendiri,  bahaya."

"Maaf... " Sesal Yuki

"Kakak maafkan, sudah tenangin diri dulu. Al pasti akan baik-baik aja, siap tahu dia ketiduran. 

🍁🍁🍁

Banjarnegara, 4 Mei 2018

MOMMY FOR MY CHILDREN √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang