Malam terakhir di Madinah

9 0 0
                                    

selepas Isya, aku mencari mama ku di dalam mesjid nabawi, utk menyerahkan kunci kamar dan sehabis itu rencananya aku mau keluyuran sendiri dan tak tau pulang jam berapa.
"Mul, temenin mama dulu yuk cari barang, nanti mama dimahalin orang"
.
Berangkatlah kita ke toko-toko sekitar pintu 25.
Tawar menawar pun terjadi di Toko pertama yang kami masuki.
Sampai akhirnya, mama ku masuk ke dalam untuk melihat lihat.
.
"Dari mana kamu belajar arabi ?" Tanya Petugas toko.
"Aku sekolah di Yaman Ya Syaikh"
Beliau agak kaget, aku pun penasaran utk balik bertanya "Antum Ahlu Madinah, kan ?"
.
"Iya, saya tinggal disini, tapi Ana Hadhromi"
Pastas saja, kami pun saling menanya satu sama lain.
Ternyata dia berasal dari Tariem, murid Habib Umar bin Hafidz.
Beliau sangat senang sampai memperlihatkanku video2 habib Umar.
Aku pun membuka obrolan baru
"Sekarang lagi acara haul Nabiyullah Hud di Syi'ib ya syaikh, dan habib Umar bin hafidz datang kesana"
Beliau pun langsung membuka Hp nya dan memperlihatkan ku lagi Video acara Haul Nabiyullah Hud itu.
Beliau pun berkata
"Lihat, orang2 dalam video ini membawa bendara mereka masing2 sesuai qobilah mereka, ini bendera kami, bendera Syekh Abu Bakar bin Salim
.
Terus beliau bertanya serius kepada ku..
"Aku mau tahu pendapat kamu, menurut kamu hal seperti ini (ziaroh) boleh apa tidak?"
Jujur aku lagi males debat, jadi aku tanya aja dia balik "kalau menurut antum?"
"Ana tidak apa-apa, ana heran kenapa orang-orang sangat keras dalam hal ini, bid'ah lah, harom lah, Rasulullah SAW itu menziarahi kubur, menziarahi jannatul baqi, terus kenapa kita tdk boleh menziarahi makam ? kita itu ummat Washatiah, itu yang ana pelajari dari habib Umar, terus kenapa kita harus terlalu keras dalam hal itu ???"
Aku pun terdiam.
MasyaAllah, hati ku berbisik.
Mama ku pun kembali dari masa pencariannya... "jadi gimana Mul harganya ?"
Aku pun bingung harus berkata apa, karena dari tadi kami sedang diskusi berat.
"Udah gak bisa di tawar lagi, ma"
Mama ku pun mengajak pindah ke toko lain...
Sebelum beranjak, beliau bertanya lagi... "kamu kapan kembali ke Yaman ?"
Aku jawab aja, aku sudah lulus, dan tak tau kapan harus kesana lagi.
Beliau pun mengambil kertas dan pulpen, menulis no telpon, lalu berkata
"Nanti kalau kamu ziaroh ke Yaman, kamu tinggal di rumah keluarga kami saja di Inat, ini no Rumah kami disana, kamu telpon aja nanti!"
.
Sedikit bingung, tapi iya iya in aja. Yaa siapa tau nanti, ada langkah pergi kesana lagi.
.
Alhamdulillah, dapat ilmu dan dapat kenalan baru.
Syukron Ahlu Madinah .

Catatan PerantauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang