Bab 15

40.7K 2.7K 169
                                    

"Jadi, presentasi saya kali ini akan menyorot tentang..."

Tring!

Satu dering ponsel itu membuat setiap hadirin dalam rapat menoleh pada Dana. Membuatnya menatap sebentar pada si pembicara, lalu memberi isyarat untuk melanjutkan kembali presentasi.

"Hmm.. Jadi, saya akan menyorot masalah lahan.."

Tring!

Lagi dan lagi dering ponsel Dana tidak bisa berhenti diam. Membuat para karyawan bingung dan kesal disaat bersamaan. Tidak tahu bagaimana cara menegur atasannya itu yang sedari tadi hanya sibuk mengirimi pesan sembari tertawa terkikik.

"Pak, apa saya perlu melanjutkan presentasi?"

Takut-takut akhirnya Dwi -si presentator- mencoba bertanya. Dan manusia yang ditanya hanya menatap Dwi aneh.

"Kenapa bertanya? Kamu sedang presentasi kan? Ya, sudah. Teruskan saja. Tidak usah peduli dengan saya."

"Tapi, saya butuh tanggapan bapak, nanti."

Tring!

Belum sempat Dana menjawab, fokusnya sudah kembali teralihkan. Memilih untuk membalas pesan Bunga, dibanding meladeni anak buahnya tersebut.

Selesai membalas, maka ia memasukkan ponsel. Mengedarkan pandang ke seluruh ruangan, kemudian menatap tajam Dwi. Membuat pria itu mendadak kaku. Merasa terintimidasi hingga tanpa sadar pelu keringat telah membasahi tubuhnya.

"Kamu."

"Iya pak?"

"Laksanakan proposal itu dan nanti  beri lagi hasil laporan pada saya. Rapat selesai. Mari kita bubar."

Dengan senyum cerah yang amat menawan, Dana menyudahi rapat yang baru dimulai sepuluh menit itu. Membuat tiap peserta hanya bengong. Diam tak bersuara karena tidak mengerti dengan pola pikir atasannya itu.

Abai dengan keheningan yang ada, Dana hanya berdiri. Melangkah pergi masih dengan wajah cerah, bagai orang gila yang sedang jatuh cinta.

.

.

"Si boss kenapa?"

"Gak tau. Udah gila kali."

"Perasaan dulu dia selalu nolak tiap proposal yang ada. Ini kenapa langsung di-acc ya? Kelar aja belom presentasinya."

"Dibilang karena udah gila. Lo tahu sendiri, beberapa hari ini udah ada desas-desus"

"Desas-desus apa?"

"Katanya si boss lagi sakit."

"Sakit? Sakit gimana?"

"Yah, gitu. Sering ketawa sendiri. Bales chat terus. Kadang suka ngelamun sambil ketawa. Bahkan, kemarin. Si Rini dari bagian sekretariat, dinaikin jabatan cuma gara-gara majang pot bunga di meja kerjanya."

"Wah, gila! Fix ini udah petanda bentar lagi perusahaan bakal bangkrut!"

"Huss! Kalo ngomong, dijaga! Kalo kedengeran pak boss, bisa dipecat lo!"

Karyawan wanita yang baru saja ngomong asal itu lantas segera menutup mulut. Melihat sekitar. Memastikan bahwa atasannya itu tidak masuk lagi dalam ruang rapat.

"Eh, tapi kayaknya Pak Dana lagi jatuh cinta deh. Dia kan punya tunangan tuh."

"Oh, iya. Wanita cantik yang sering datang kesini itu ya!"

Refleks, tiap pegawai dalam ruang rapat itu langsung mengangguk-anggukan kepala. Mereka kini sudah merasa jelas. Merasa paham akan penyakit yang menyerang Dana.

[END] Behind The MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang