Ini memasuki tahun keempatnya berada di tempat ini. Tinggal sebulan lagi ia menghabiskan waktunya di sini, menuntut ilmu di sini sebelum ia kembali ke tanah airnya. Waktu tiga tahun berlalu menuju empat tahun tidak membuatnya mengerti banyak tentang tempat ini. Masih banyak hal-hal yang belum diketahuinya yang ia anggap itu aneh.
"Fa, jadi ikut seminarnya kan?" Tanya Eliza, satu-satunya teman dekat di angkatan yang kebetulan berasal dari Negara yang sama.
Hanya punya satu teman terdekat bukan berarti tidak bisa berteman dengan yang lain. Fathiah memiliki banyak teman, hanya saja dengan Eliza ia lebih terbuka. Belum lagi mereka sering mengunjungi kajian sunnah rutin yang tidak jauh dari kampus mereka usai mata kuliah pada hari itu berakhir.
Fathiah mengangguk. "Iya, Za. Tapi ana mau ke tata usaha dulu, soalnya kemarin gak jadi karena ikut mas Yusuf sama mbak Sekar ke Alexandria. Jadi anti duluan saja"
Eliza mengangguk, ia pamit pergi lebih dulu karena seminar yang akan mereka ikuti sudah dimulai walaupun baru kata sambutan, tapi tetap saja mengetahui biografi seorang narasumber itu juga perlu.
Fathiah tinggal di perantauan memang bukan sendiri, tetapi bersama Yusuf kakaknya dan Sekar istri kakaknya. Menjadi anak rantau ada sisi menyenangkan dan tidak menyenangkannya. Tetapi bagi Fathiah, tinggal bersama dengan orang tuanya di Semarang lebih menyenangkan. Ia tidak perlu menahan rindu pada Ummi dan Abinya.
Dulu Fathiah sempat mendaftar di beberapa mahad Sunnah di daerahnya, tapi apalah daya ia tidak lolos seleksi. Sehingga mas Yusuf mengajaknya untuk tinggal di Kairo dan sekolah di kampus sunnah di Kairo, karena kebetulan mas Yusuf juga akan melanjutkan disertasinya di kampus Al-Azhar. Iseng-iseng mendaftarkan diri, Fathiah ternyata lolos.
Selama berkuliah, Fathiah tidak pernah mengikuti organisasi apapun, hanya mengikuti beberapa seminar yang ia ketahui seorang narasumber bermanhaj Salaf. Jika selesai kuliah ia selalu langsung pulang. Tidak ada rutinitas lain.
Begitulah Fathiah.
♥♥♥♥♥
Suasana siang begitu riuh di kampus yang sudah menua umurnya. Mentari yang hampir berada di tengah seperti menularkan sinar bahagianya pada tiap-tiap orang yang ada. Suasana yang tidak bisa dikatakan sepi membuat koridor cukup padat. Ada yang keluar masuk ruangan, beberapa ada yang duduk di tepian dinding dengan kursi permanen terbuat dari semen serta sebagian memenuhi koridor dengan berjalan hampir tergesa-gesa dan jangan lupakan ada alkitab di tangan tiap-tiap mahasiswi.
Seorang gadis dengan setengah berlari berjalan di sepanjang koridor. Namanya adalah Anna, salah satu mahasiswi di kampus ini. Hentakan pansusnya beradu cukup nyaring dengan lantai tua yang dipijaknya. Khimar lebarnya berayun-ayun mengikuti gerak tubuhnya yang setengah berlari. Tidak lupa buku tebal dan alkitab yang bersedekap di dadanya.
Anna berhenti di depan pintu tinggi dari kayu yang tampak masih kokoh yang tertutup rapat. Ia segera membuka pintu itu dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara yang dapat mengganggu. Pandangannya buntuh ketika melihat suasana ruangan yang dimasukinya begitu padat dengan banyaknya mahasiswi yang menduduki kursi yang disediakan.
Beberapa minggu yang lalu mahasiswi kampus dibuat antusias dengan spanduk yang akan mengadakan seminar dalam waktu dekat. Terlebih lagi pematerinya adalah salah satu professor perempuan terkenal dibidangnya dan lagi judulnya yang menarik. Hari berikutnya pendaftaran pertama seminar sudah dibuka. Antusias mahasiswi mengalahkan fans dipinggiran kota kedatangan artis ibu kota.
Anna melangkahkan kakinya masuk dan segera menutup pintu yang masih terbuka itu dengan hati-hati pula. Takut, jika menimbulkan suara dan perhatian malah tertuju padanya. Ah, membayangkannya saja sudah menakutkan, pasti sangat memalukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADA PELANGI DI UJUNG WAKTU
SpiritualAku bukanlah Khadijah binti Khuwailid , tapi aku belajar setia darinya Aku bukanlah Aisyah binti Abu Bakr Shiddiq , tapi aku belajar ikhlas darinya Aku bukanlah Fatimah binti Muhammad Shalallahu'alaihi wa sallam, tapi aku belajar tabah darinya Aku b...