PART 5. MASA LALU

2.7K 95 0
                                    

Sedari pagi, awan hitam yang bergelayutan di atas langit terus menumpahkan apa yang dimilikinya dan jatuh menghantam bumi. Sesekali kawanannya muncul menemani, kilat menyambar dan petir menggelegar, serta angin badai yang seperti akan memporak -porandakan yang ada disekitarnya.

Sore ini, Faruq masih setia berada di kantornya menyelesaikan tugas dengan berkas yang menumpuk. Beberapa kali ponselnya berdering namun diabaikannya, sesekali ia me-reject panggilan yang masuk. Sungguh panggilan itu akan membuyarkan fokusnya.

Suara ketukan pintu lagi-lagi mengganggunya. "Masuk" ucapnya tanpa mengalihkan perhatian dari berkas-berkas di depan matanya. Siapapun itu yang masuk kedalam ruangannya tentu saja sekretarisnya. Namanya Doni.

"Pak, ada yang sedang mencari bapak" Doni dengan hati-hati memberitahu maksud kedatangannya.

"Siapa?" masih belum mengalihkan pandangannya untuk melihat lawan bicaranya.

"Perempuan, pak"

Perempuan? Jawaban sekretarisnya itu serta merta merenggut fokus Faruq saat itu juga.

Perempuan? Ibunya? Mana mungkin. Ia tau betul ibunya tidak akan mau mengunjunginya. Bukan karna ibunya tidak peduli, tapi alasannya tidak ingin menaiki gedung dengan lantai berlapis-lapis banyaknya itu.

"Siapa? Istri saya?" ia juga ragu jika Fathiah akan mengunjunginya. Setaunya Fathiah tidak mengetahui kantornya.

"Bukan pak"

Bukan? Lalu siapa? Bathin Faruq. Belakangan ini ia memang jarang kedatangan tamu wanita. Ia enggan untuk berhubungan dengan makhluk bernama wanita secara intens, terkecuali ibu, istrinya, saudaranya dan keponakannya.

"Suruh masuk saja" ia sebenarnya juga ragu jika hanya berdua dengan perempuan yang bukan mahrom dalam satu ruangan. Namun bagaimana jika itu clientnya dan butuh privasi dalam urusan bisnis.

"Baik pak" Doni langsung menuruti perintah bosnya itu. Ia langsung permisi keluar.

Beberapa detik kemudian, suara hentakan ujung tumit higheels beradu cukup nyaring. Faruq menoleh pada sumber suara. Seketika ia terkesima dengan si pemilik sepatu bertumit runcing itu. Ia terdiam cukup lama. Tak ada sapaan atau hanya sekedar senyum tipis pun tidak Faruq tunjukkan.

"Liana" gumam Faruq, nama wanita itu terucap olehnya. Jelas saja ia mengenal dan masih ingat siapa wanita itu.

Hingga akhirnya ia tersadar setelah seperkian detik, Faruq langsung mengalihkan pandangannya.

"Apa kehadiranku mengganggu kamu?" tanya Liana sembari melemparkan senyum manisnya.

"Apa yang membawa kamu kemari?" bukannya menjawab, Faruq justru melemparkan pertanyaan. Ekspresinya masih sama bahkan ketika Liana sudah berdiri tepat di depan dan hanya dibatasi oleh meja kerjanya. Jangan lupakan bahwa Faruq tidak menatap wanita di hadapannya itu.

"Mmm...." Liana berfikir sejenak. Tak butuh waktu lama, senyum manisnya kembali terukir di bibir tipisnya yang berbalut lipstik berwarna merah menyala. "Mungkin aku merindukan kamu" lanjutnya dengan senyum yang semakin lebar.

Faruq hanya diam, sama sekali tidak berniat membalas ucapan Liana. Itu hanya guyonan, begitu pikir Faruq. Lagi pula ia takut sesuatu yang terjadi di masa lalu kembali terjadi saat ini. Jangan sampai hijrahnya gagal karna ini.

"Aku turut berduka cita atas kepergian Alissa. Maaf aku tidak datang saat itu"

"Terimakasih, tapi aku sudah menikah lagi"

Faruq hanya ingin Liana tau, itu saja. Tidak ada niatan untuk pamer. Walaupun disisi lain masih sulit baginya untuk mencintai istrinya sendiri yang belum genap sebulan dinikahinya. Masih berat baginya, ketika membagi cinta yang telah dipersembahkan untuk Alissa kini harus berbagi dengan Fathiah, apalagi menyerahkan seutuhnya.

ADA PELANGI DI UJUNG WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang