PART 6. ADA PEREMPUAN LAIN

2.7K 92 1
                                    

Di sepanjang perjalanan pulang kerumah, hanya suara murottal yang terdengar dari radio yang sengaja diputarkan, menemani keheningan sepasang manusia di dalam mobil yang sedang melaju dengan kecepatan sedang di jalanan yang tidak begitu ramai. Rintik hujan dengan diameter sedang yang beradu dengan badan mobilpun juga ikut menemani.

Fathiah, perempuan itu lebih memilih diam saat Faruq mengajaknya untuk pulang. Yah, diam adalah kebiasannya, bukan karena sebab, ia bukanlah tipikal perempuan banyak bicara. Sedari tadi matanya menatap lurus kedepan, memperhatikan butiran air hujan yang menghantam kaca mobil depan.

Sementara Faruq sibuk dengan fikirannya, mulutnya memilih untuk diam, namun fikirannya memberontak untuk itu. Ada satu hal yang ingin ia bicarakan dengan Fathiah, namun bibirnya enggan untuk memulai pembicaraan. Hanya matanya yang sesekali melihat Fathiah dari sudut matanya, istrinya hanya diam dan bahkan menoleh pun tidak, ia tampak begitu tenang.

"Abang mau ketemu teman sebentar, apa kamu keberatan?"

Fathiah yang semula hanya diam sontak menoleh. Ia menatap Faruq yang sesekali menatapnya namun tetap memilih fokus pada jalanan.

"Tidak sama sekali" jawab Fathiah, ia kembali pada objek awalnya.

Suasana mobil kembali sunyi, bahkan pembicaraan singkat itu tidak berlangsung sampai satu menit.

♥♥♥♥♥

Saat mobil berhenti di pelataran parkir sebuah cafe bergaya vintage. Hujan yang semula tadi jatuh dengan diameter yang seperti akan memecah paksa kaca mobil akhirnya berhenti. Hanya menyisakan tetesan satu-satu. Langit mendung semakin menggelap, bisa diperkirakan mungkin setengah jam lagi akan memasuki waktu maghrib.

Fathiah tidak banyak berkomentar, sama seperti sebelumnya, ia tetap memilih diam. Saat Faruq memintanya untuk ikut turun, ia pun hanya menurut dan tidak membantah, ia cukup tau hukum seorang istri yang membantah suaminya, dan Fathiah takut itu.

Faruq menarik Fathiah untuk mendekat, ia menautkan jemarinya diantara sela-sela jari Fathiah. Mereka memasuki cafe yang tampak penuh sore ini. Dari pintu masuk, aroma kopi sudah tercium, bersamaan dengan aroma petrikor bercampur menjadi satu. Sungguh kombinasi aroma yang menarik.

Faruq menghampiri sebuah meja di pojok ruangan, ada seorang pria duduk seorang diri disana. Seperti menyadari kedatangan Faruq, ia pun segera melambaikan tangannya sembari melempar senyumnya.

"Maaf telat" ucap Faruq.

"Aku juga baru datang" jawab pria itu.

"Kenalin ini istriku" Faruq memperkenalkan.

Fathiah mengatupkan dua telapak tangannya di depan dada. "Fathiah"

"Aldo"

Faruq mengajak Fathiah untuk duduk di sampingnya.

Selama di cafe, Fathiah tidak begitu mengerti apa yang dua pria itu bicarakan, yang Fathiah tau mereka sedang membicarakan masalah pekerjaan, dan nostalgia saat sekolah. Fathiah masih bertahan di posisinya, namun beberapa kali ia merasa risih dengan tatapan Aldo yang mencuri pandang kearahnya. Berulang kali juga ia menoleh kearah lain asal tidak bertemu mata dengan Aldo.

Deringan ponsel Faruq membuyarkan fokus Faruq. Ia segera mengangkat benda pipih itu. Namun jarinya terhenti ketika membaca siapa si penelfon yang sudah mengganggunya.

"Aku mau angkat telfon dulu" Faruq langsung meninggalkan Fathiah dan Aldo. Jaraknya tidak jauh dari Fathiah dan Aldo, paling tidak ia masih bisa memantau keberadaan istrinya.

Keadaan semakin mencengkram, itu yang Fathiah rasakan. Sedari tadi ia berusaha payah menghindari tatapan Aldo yang mencuri pandang kearahnya, bukan tanpa sebab, ia hanya tidak ingin memandang mata lawan jenis yang bukan halal baginya. Ia percaya pepatah dari mata turun kehati. Bila mata bertemu mata, maka akan ditemui cinta manusia. Tidak ada cinta yang lebih baik dari cinta kepada sang pencipta.

ADA PELANGI DI UJUNG WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang