Matahari sore begitu menyengat, siapapun yang melihatnya tidak akan sanggup, sekalipun menggunakan kaca mata hitam atau pelindung apapun.
Fathiah baru saja sampai di tanah air setengah jam yang lalu. Lebih tepatnya pesawat yang membawanya dari Kairo sudah landing dari setengah jam yang lalu. Ia berjalan menuju pintu keluar sambil menyeret koper. Terlihat gamis merah maroon yang dikenakannya juga dibiarkannya terseret.
Beberapa menit yang lalu Ummi menelfon bahwa Ummi dan Abi kebetulan sedang mengikuti kajian mingguan di masjid, sementara Ridwan dan Farah sudah kembali ke Jogja sejak dua hari yang lalu. Fathiah segera menuju parkiran taksi yang dapat menghantarkannya sampai rumah. Setelah ia menyadari tidak akan ada yang bisa menjemputnya, maka mencari taksi adalah keputusan terakhirnya.
Satu tangannya sibuk menarik koper yang cukup besar, tangannya satu lagi sibuk pula dengan ponselnya dan tas sampingnya yang juga bergelayutan di pundaknya.
"Assalamu'alaikum"
Suara seorang pria. Fathiah langsung menoleh keasal suara, karna ia yakin salam itu sedang tertuju padanya.
"Fathiah?" Tanya pria itu ragu-ragu.
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakaatu, Mas Satria?" Fathiah mengingat-ingat, tidak salah lagi ia mengenali pria di hadapannya ini. Ia berharap perkiraannya tak salah, malu rasanya jika sampai salah orang.
"Iya"
"Masya Allah mas, iya ini Fathiah" untung saja ia tidak salah, sudah lama tidak berjumpa dengan Satria. Kalau tidak salah terakhir ia berjumpa dengan Satria saat tahun keduanya berada di Mahad.
"Alhamdulillah, mas kira tadi bakal salah orang" tuturnya sambil tertawa kecil menampakkan deretan giginya yang rapi.
"Mas kok bisa di sini? Mau pergi? Atau mau jemput seseorang?" tanya Fathiah ketika menyadari kenapa ia dapat bertemu dengan Satria di bandara. Hanya ada dua kemungkinan, yang pertama Satria akan pergi meninggalkan Bandung, dan yang kedua sedang menjemput seseorang yang Fathiah tidak tau.
Fathiah ingat, Satria menemuinya terakhir saat pria itu mengabarkan kepadanya bahwa ia akan melanjutnya magisternya di Malaysia.
"Jemput kamu" jawabnya seraya tersenyum.
"Mas jemput Fathiah? Kok bisa?"
"Tadi Abi minta tolong, yaudah mas jemput karna juga lagi nggak ada kerjaan juga. Tenang, mas nggak sendirian. Ada Difa kok di mobil, tadi katanya malas turun" Satria tau perempuan di hadapannya ini akan menolaknya jikalau hanya berdua dengan dirinya. Ia bahkan ingat sudah berapa kali dirinya ditolak oleh perempuan di hadapannya ini dengan alasan takut hanya berdua dengan laki-laki yang bukan mahrom.
Fathiah manggut-manggut.
"Yaudah, yuk" Satria mengambil alih koper di genggaman Fathiah. Ia berjalan lebih dulu dan Fathiah berjalan di belakangnya.
♥♥♥♥♥
Setelah menyelesaikan makan malam bersama Abi dan Ummi, sekarang disinilah Fathiah berada, di ruang keluarga bersama Abi dan Ummi nya, bergabung untuk melihat televisi yang sedang menyala, memperlihatkan kajian langsung dari masjid Ar-Raudhah. Sesekali Fathiah memainkan ponsel di genggamannya, membalas satu persatu pesan singkat dari temannya.
"Jadi nak, gimana selama di Kairo?" suara Abi menghentikan kegiatannya ketika kajian streaming itu telah selesai. Ia langsung menutup ponselnya dan memfokuskan seluruh perhatiannya pada Abi. Ummi pun sesekali melihat.
"Alhamdulillah, Fathiah punya teman asal Indonesia juga, orang Sumatera Barat. Dosen pembimbing Fathiah juga baik" Fathiah seakan-akan dibawa kembali ke masa-masa ia masih harus berjuang untuk skripsinya selama di Kairo.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADA PELANGI DI UJUNG WAKTU
SpiritualAku bukanlah Khadijah binti Khuwailid , tapi aku belajar setia darinya Aku bukanlah Aisyah binti Abu Bakr Shiddiq , tapi aku belajar ikhlas darinya Aku bukanlah Fatimah binti Muhammad Shalallahu'alaihi wa sallam, tapi aku belajar tabah darinya Aku b...