Project 7: Ungkapan hati II

154 3 0
                                    

Ungkapan apa yang pantas mewakili semua rasa yang bahkan tak pernah kau bayangkan sebelumnya. Mencintai diam-diam lalu orang itupun memiliki rasa yang sama. Sebagai seorang wanita muda, menjadi pilihan lelaki sebagai teman hidupnya merupakan kebahagiaan tak terkira.

Umur kita adalah fase rawan dan rentan akan cinta. Banyak pemuda yang berpikiran bahwa menikah di usia muda dengan dasar ingin menyempurnakan agama dan melaksanakan sunnah adalah pemikiran pendek untuk menentukan masa depan. Menganggap tujuan itu hanya kedok dibalik nafsu yang tak tertahankan, kalau bahasa pasarannya, kebelet kawin. Namun, fakta lapangan membuktikan rata-rata hampir semua orang yang mengklaim pemikiran menikah muda seperti itu adalah mereka yang menganggap perilaku zina hal wajar. Pacaran wajarlah, toh masih muda, bebas-bebas saja. Ujung-ujungnya, mereka menikah muda juga, bahkan dengan dana dan persiapan yang minim, apapun akan dilakukan demi terlaksananya akad tersebut. Tapi, dalam konteks si wanita sudah berbadan dua.

Jadi, siapa sebenarnya yang kebelet?

○○○

Kalau malam kemarin aku masih menghirup udara di tanah Jawa, pagi ini aku bangun membuka mata menatap langit Sulawesi. Meskipun aku sering menjelek-jelekkannya, tapi aku rindu. Tidak ada tempat ternyaman selain rumah sendiri. Lebih baik disini rumah kita sendiri, kata lirik lagu lawas yang aku lupa siapa penyanyinya.

Kesekian kalinya lagi, kalimat Wahab di kereta hari itu terus menghantuiku. Aku jadi canggung padanya. Namun, rasa didadaku semakin menggebu, menarik ke dalam dasar laut. Riak ombaknya terus bergelung, bersahut-sahutan tanpa putus. Nikahin aku sekarang, mas, ingin rasanya berkata begitu. Ah, dasar Bila gila.

Iya aku sudah gila karena ucapanmu yang lebih gila lagi, memilihku jadi pendamping hidup? Kalimat macam apa itu?
Tapi, jangan menungguku. Tunggu, kau pikir semudah itu? Menepis rasa yang tadinya kupikir bertepuk sebelah tangan saja sulit, apalagi, ah sudahlah. Aku layaknya pasien jiwa sekarang, butuh obat penenang.

Bolehkah aku bertanya, kau obat sedatif merek apa?
Morfin, diazepam, THD?
Oh ayolah, aku ingin meminta resepnya pada dokter.

Aku sekarang paham makna dari kalimat, tidak ada obat yang paling baik dari dua orang yang jatuh cinta, selain menikah.

Ingin rasanya membagi kebahagiaan ini dengan seseorang. Dina, nama itu terlintas begitu saja dalam pikiranku. Bagaimana mungkin aku menceritakan hal itu padanya, sementara lelaki yang membuatku setengah gila adalah lelaki yang juga dikaguminya setengah jiwa. Allah, kenapa harus dia?

Terputar kembali memori saat aku masih diam menanggapi kalimat Wahab di kereta waktu itu. Bukan karena tidak bahagia namun, seorang wanita diseberang sana juga sedang sama bahagianya, dengan riang mengungkapkan isi hatinya padaku. Kubuka kembali riwayat percakapanku dengan Dina.

~sukmaDina~
Gak. Aku gak mau ketemu sama dia, Bi.

~Salsabika~
Emangnya kenapa?

~sukmaDina~
Kau tau, terkadang untuk tidak menjadi udang rebus dihadapannya itu sangat sulit. Biarlah Allah yg tau curahan hatiku yg kuselip dalam doa dan sujud. Cinta dalam diam itu lebih baik, seperti cinta Ali dan Fatimah.

~Salsabila~
Tapikan ketemu doang, gak ngapa2in, kan urusan project rumah belajar jg. Masa cuma aku sendiri?
Hahah
Ciee
Kau sering chatting sama dia?

~sukmaDina~
Tetep sj malu 😳
Tdk, terakhir chat itu kapan e, bulan kemarin sebelum kau ke solo

~Salsabila~
Ih dina, gemes deh
Biasa kalian chat tentang apa?

~sukmaDina~
Gk biasa bi. Bahas yg penting sj. Aku gk bisa lama2 chat sama dia, sdh gk tau mau bilang apa. Bisa2 jantungku meledak seperti bom kalau kelamaan sm dia. Eh lebay amat yak 😅

~Salsabila~
Dia kalau lg chat langsung dibalas atau lama?

~sukmaDina~
Langsung balas
Kenapa bi?

~SalsaBila~
Gak nanya aja
Kalau begitu dia kurang kerjaan
Hape trus ditangan

~sukmaDina~
Mmm terserah dia sj
Doakan bi, semoga jodoh 🙊😄

~Salsabila~
Ais udah mulai berani ya
Aamiin kudoakan selalu 😇
Din, jangan meminta namanya, mintalah pemberian terbaik pilihan Allah

~sukmaDina~
Iya ukhtyku
Syukron 😘

Apa aku munafik lagi? Aku bermuka dua lagi. Tersenyum bahagia dengan menginjak harapan sahabat baikku. Membayangkan senyum manis malu-malunya saat bercerita tentang lelaki cinta dalam diamnya, membuat hatiku sakit, ketika dihadapanku lelaki itu sedang mengungkapkan isi hatinya juga, padaku. Bertambah miris, saat hatiku tak bisa memungkiri kalau aku menginginkannya juga.

Jika boleh aku memutar waktu, aku lebih memilih hanya mengenal Wahab lewat sebuah cerita, sebatas nama, dan sebagai bagian dari angan-angan sahabatku. Jika pilihan bisa ditukar kembali, aku lebih memilih menegakkan prinsip tak ada hubungan dekat dengan lawan jenis bila tak punya kepentingan.

Namun, sekali lagi aku sadar waktu akan terus berjalan meski aku meraung meratapi itu, dia tak akan kembali.

Aku harus siap menghadapi kenyataan. Menjalani konsekuensi atas keputusan yang telah kubuat dimasa kemarin. Aku harus siap kehilangan, entah Dina atau Wahab. Aku akan ikhlas, takdir apa yang Allah gariskan untukku. Dan sekali lagi kalau aku boleh memilih, aku tak mau kehilangan Dina.

Orang yang baru saja dibicarakan tiba-tiba muncul, panjang umurnya, panjang umurnya.

~fathulWahab~
Tugas akhirmu piye?

Wahab sekarang mulai membiasakanku bercakap dengannya menggunakan bahasa jawa. Entah, maksudnya apa. Membuat otakku yang selalu menuai makna ambigu, selalu berpikiran kemana-mana. Jangan-jangan latihan untuk calon isteri, hush Bila jinak.

Lelaki itu bertanya seperlunya saja, tidak seperti dulu panjang lebar dan bernilai gombalan dimataku. Tapi tetap saja pembicaraannya selalu membuatku baper, sesingkat apapun itu.

~Salsabila~
Baik, minggu depan sudah turun penelitian

~fathulWahab~
Baguslah kalo gitu

~Salsabila~
Mas, aku mau nanya sesuatu

Aku terbiasa lagi memanggilnya dengan sebutan itu, buat apa? Latihan jadi calon isteri. Bila sadar woy, insaf nak.

~fathulWahab~
Nggeh, nanya opo?

~Salsabila~
Apa rencanamu setelah pengungkapan sesuatu di kereta waktu itu?

~fathulWahab~
Yg mana e? Aku lupa 😅

WHAT! Demi ayam yang punya ketiak bagus, dia benar-benar menyebalkan.

~Salsabila~
Mas 😤
Tuh kan minta dicubit

~fathulWahab~
Coba sini 😜

~Salsabila~
Janganlah, bukan mahram

~fathulWahab~
Hehe makanya aku berani bilang kek gitu, gk mungkin jg.

~Salsabila~
😑

Wahab membaca pesanku, setelah lima menit lamanya aku menunggu, dia tak kunjung mengetik, apalagi balasan pesannya datang, mustahil. Dia pandai sekali soal memainkan perasaanku, setelah berhasil membuatku terbang, dia mengulur tali lagi, bagai layangan. Aku bukan mainan, Wahab. Ponsel itu kubiarkan tergeletak diatas nakas, memasang alarm, kemudian memejamkan mata untuk tidur siang. Sempat kudengar getaran ponsel tanda pesan masuk, namun mataku lebih memilih melanjutkan buaian nyamannya bantal.

~fathulWahab~
Aku mau konsultasi dulu sama bapak ibu kalau libur

Project Hati√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang