Project 21: Wisuda

55 0 0
                                    

"Mas, apa rencanamu setelah selesai studi?"

Malam ini aku kurang kerjaan dan mataku belum mau terpejam. Kalau sudah begitu, seperti biasa aku memainkan ponsel, memilih siapa yang bagus direcokin malam ini. Mataku langsung tertuju pada nama kontak Wahab. Setelah merawat adik Wahab, Nun, yang kemarin sempat masuk rumah sakit tiga hari lamanya memaksaku harus menyimpan kontak Wahab lagi.

Kau tahu, hati wanita itu lemah. Tersungging senyuman dari mantan cinta dalam do'anya saja sudah bisa menghancurkan tembok kokoh move onnya. Aku tidak membenarkan hatiku ini, tetapi akalku terlalu lemah untuk meluruskan sikapku pada lelaki itu.

"Menikah" jawab Wahab. Begitu singkat, padat dan jelas. Satu kata yang mampu membuatku uring-uringan, serta keringat dingin dengan buku-buku jari yang memucat. Kenapa aku harus bereaksi selebay ini? Emangnya aku yang dilamar, hmm.

Aku lupa mengatakan kalau tadi aku iseng menyentuh layar panggilan pada kontaknya sebentar, lalu kumatikan. Dia menelfon dan saat ditanya, aku bilang hanya salah pencet. Dalam hati menambahkan pura-pura. Ish, malu aku mengakuinya.

"Serius?" Tanyaku setengah terpekik. Bodoh, aku tak bisa pura-pura acuh saat hatiku sangat antusias mendengarnya.

"Iya. Aku tidak mau terburu-buru, tapi tidak juga mengulur-ulur waktu. Yang baik harus disegerakan kan?" Katanya.

Aku mengubah posisi menjadi duduk tegak di atas kasur setelah tadi berbaring. Mencoba menenangkan hati yang semakin riuh bagai tabuhan rebana di acara nikahan.

Terlalu lama aku terdiam, membuat lelaki itu menghidupkan suasana lagi, "Kamu kapan wisuda?" Tanyanya.

"Besok"

Iya besok adalah hari bahagia yang kutunggu-tunggu setelah empat tahun lamanya menderita, lebay, eh tapi serius. Itulah sebabnya mataku sulit terpejam malam ini. Kemudian aku mencari pelarian agar hati ini sedikit lebih tenang, tetapi aku salah memilih karena nyatanya hatiku semakin riuh berkecamuk berkat dia.

Aku ingin dia datang dihari itu. Meskipun aku tahu pasti, bukan aku wanita yang akan dinikahinya. Bulan depan dia wisuda. Seingatku dia pernah berkata dia akan menikah sebelum wisuda. Mungkin dalam waktu dekat, sedekat jantung dan nadi yang terhubung, membuatku berpikir memutus detak salah satunya agar tidak lagi merasakan harapan pada lelaki itu.

"Oh" hanya kata itu yang terdengar dari seberang sana.

"Datang ya,"

Tidak ada respon apapun.

"Mas"

"Eh, memangnya boleh?" Tanyanya lagi.

Apa yang ada di kepalanya saat ini?
Aku penasaran.

"Boleh kalau kamu bawa buket bunga dan coklat" jawabku terkekeh.

"Hahah"

"Malah ketawa"

"Besok diliat deh. Soalnya aku mau ke bandara jemput ibu"

Dia selalu begitu. Memutuskan sesuatu dengan kalimat yang ambigu. Mau atau tidak, aku tidak bisa menganalisanya. Mungkin karena hatiku terlalu berharap dia mau.

"Iya"

Hening. Dia diam, akupun begitu. Sungguh suasana ini begitu canggung.

"Apa lagi?" Dia bertanya seolah tahu ada yang ingin kusampaikan lagi. Benar, dia mirip cenayang. Pandai menebak isi hatiku entah bagaimana caranya dia bisa tahu. Aku ingin tahu, siapakah wanita beruntung yang berhasil menambat hatinya. Namun, kuurungkan niat bertanya karena bukan hakku untuk tahu sejauh itu.

Project Hati√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang