🎼Keberuntungan?

210 51 20
                                    

Mr.Lay berdiri disamping papan tulis, berceloteh tentang sesuatu. Tetapi pikiranku jauh dari kerumitan sains.

Aku sibuk merumuskan alasan, mengapa aku seharusnya tidak berpartner dengan Sehun. Aku membuat daftar dibalik kertas coretan lama. Begitu mata pelajaran berakhir, aku akan mengajukan argumenku kepada Mr.Lay. Tidak kooperatif dalam mengerjakan tugas, tulisku. Tidak terlalu memperdulikan kerja tim.

Tetapi itu bukan poin yang paling mengangguku. Aku menganggap posisi tanda lahir Sehun menyeramkan, dan aku ketakutan dengan kejadian semalam.

Apa Sehun adalah cowok hidung belang?

Pikiran bahwa Sehun tengah memperhatikanku membuat aku merogoh saku ransel dan mengeluarkan dua pil zat besi dari botol, lalu menelannya sekaligus. Pil-pil itu tercekat di kerongkonganku sebentar, lalu meluncur turun.

Dari sudut mataku, aku melihat alis mata Sehun terangkat.

Aku berniat menjelaskan bahwa aku menderita anemia dan harus mengonsumsi zat besi beberapa kali sehari, terutama ketika aku sedang stres. Tetapi aku pikir sebaiknya tak usah dikatakan. Anemia bukan penyakit yang mengancam jiwa, asalkan aku mengonsumsi zat besi dalam dosis tertentu secara teratur.

Aku tidak paranoid hingga berpikir Sehun akan menjahati aku. Tapi entah mengapa, aku merasa kondisi medis adalah faktor rapuh yang sebaiknya dirahasiakan saja.

“Clary? Hei, murid baru?”

Mr.Lay berdiri di depan kelas. Tangannya terulur sebagai isyarat bahwa dia menunggu sesuatu, seperti jawabanku.

Seketika rona merah langsung menjalar di pipiku.

“Tolong ulangi pertanyaannya?” pintaku.

Anak-anak mengejek.

Dengan sedikit jengkel, Mr.Lay berkata, “Sifat-sifat apa yang membuatmu tertarik pada calon pasanganmu?”

“Calon pasangan?”

“Ayolah, kita tak punya waktu seharian disini.”

Bisa kudengar Sone cekikikan di belakangku.

Kerongkonganku seolah tersumbat. “Mr.Lay ingin aku menyebutkan sifat-sifat...?”

“Calon pasangan, ya, tolong.”

Ada apa sih dengan guru cabul ini?

Tanpa sengaja, aku melirik kearah Sehun. Dia duduk santai, menyandarkan punggungnya ke kursi dengan postur agak merosot, menatapku dengan penuh kepuasan. Mulutnya mengembangkan senyuman perompak dan melafalkan, kami menunggu, tanpa suara.

Aku menumpukkan kedua tanganku diatas meja, berharap tampak lebih tenang dibandingkan yang kurasa. “Mianhamnida, tapi aku belum pernah memikirkannya.”

Aigo, pikirkan dengan cepat. ”

“Bisakah Mr.Lay bertanya pada yang lain dulu?”

Sweet Lies ¦ Oh Sehun (Slow Update) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang