Besok paginya aku kaget melihat Chanyeol mengikuti kelas olahraga begitu bunyi bel yang malas terdengar. Dia mengenakan celana basket selutut dan kaus nike putih. Atasannya tampak baru dan mahal. Setelah menyerahkan selembar kertas ke Mr Lay, matanya tertuju kearahku. Dia melambai pelan dan bergabung denganku di bangku pinggir lapangan.
"Aku baru tahu kalo kelas olahraga kita pada hari yang sama." katanya.
"Aku juga." kataku.
"Bagaimana kencan indahmu dengan Sehun kemarin sore?"
Mr Lay meniup peluit.
"Sepertinya bunyi peluit itu mengisyaratkan sesuatu," kata Chanyeol kepadaku.
"Lari sepuluh putaran mengelilingi lapangan ini. Tak boleh memotong jalan!"
Aku beranjak dari bangku. "Apa oppa seorang atlet?"
Chanyeol melompat, memainkan kedua kakinya. Dia menyarangkan beberapa tinju ke udara. Selesai dengan uppercut yang melayang sedikit di bawah daguku, dia nyengir dan berkata, "Atlet? Seratus persen."
"Kalau begitu oppa pasti suka dengan ide Mr Lay."
Chanyeol dan aku lari sepuluh putaran bersama-sama. Udara hari ini berselaput kabut. Kabut itu sepertinya menyumbat paru-paruku membuatku tersedak. Langit mengucurkan beberapa tetes hujan, seolah berusaha keras menahan badai yang akan menerjang Seoul. Aku mengawasi koridor kelas, tapi sadar tak akan ada gunanya. Mr Lay tak ada matinya.
"Aku butuh dua kapten untuk pertandingan softball," teriaknya. "Ayo, bersemangatlah. Mana acungan tangannya! Lebih baik mengajukan diri, atau aku yang akan menentukan tim, dan aku tak selalu bertindak adil."
Chanyeol mengangkat tangan.
"Baiklah," kata Mr Lay. "Maju ke base pertama. Dan bagaimana kalau.... Baekhyun menjadi kapten tim merah."
Mata Baekhyun menatap Chanyeol bulat-bulat. "Mainkan."
"Chanyeol, silahkan pilih anggota pertama timmu," kata Mr Lay.
Sambil menekankan jari ke pipi, membentuk huruf V, Chanyeol mengedarkan pandangan ke teman sekelasnya dan juga anak kelas sepuluh, kelasku. "Clary," katanya.
Baekhyun mendongakkan kepala dan tertawa. "Gomawo," katanya kepada Chanyeol sembari menebar senyum beracun.
"Untuk apa?" tanya Chanyeol.
"Untuk menyerahkan kemenangan kepada kami." Baekhyun menudingkan jarinya kepadaku.
Cowok menyebalkan.
Aku menyipitkan mata ke Baekhyun, kemudian bergerak ke samping Chanyeol dan menyusupkan sweter biru melalui kepalaku.
"Clary dan aku berteman." kata Chanyeol kepada Baekhyun dengan kalem, nyaris terkesan cool. Ucapan itu berlebihan, tapi aku tak mau mengoreksinya. Baekhyun terlihat seperti orang yang kepalanya disiram seember air es, dan aku menikmatinya.
"Apa kita akan berdiri seharian di sini menunggu hujan, atau segera bermain?" tanya Mr Lay.
Setelah membagikan tim, Chanyeol memimpin anggota tim ke kubu kami dan menyampaikan strategi bertanding. Setelah menyodorkan tongkat pemukul, dia membenamkan kepalaku dalam helm. "Kau duluan Clary. Yang kita butuhkan adalah pukulan tepat tanpa kesalahan."
Oke baiklah.
Baekhyun menempati posisinya sebagai pelempar. Dia mengangkat bola ke depan wajahnya, dan aku melihat jari tengahnya diangkat kearahku. Sambil kembali memberikan senyuman beracun, dia melemparkan bola kearahku.
Pukulanku menyentuh bola sedikit sehingga bola terbang ke tanah di luar garis foul.
"Strike!" teriak Mr Lay dari tempatnya diantara base pertama dan kedua.
Chanyeol berteriak dari kubu tim kami, "Bolanya banyak berputar—berikan lemparan yang bersih!" ternyata ucapan itu ditujukan kepada Baekhyun, bukan kepadaku.
Lagi-lagi bola melesat dari tangan Baekhyun ke sebelah kiri, lalu melengkung ke langit yang suram. Aku mengayunkan tongkat, melesat total.
"Strike kedua," kata Sone dari balik topi.
Aku melotot kepadanya.
Aku menjauh dari base dan melakukan beberapa ayunan. Hampir saja tak menyadari kedatangan Chanyeol dari belakangku. Dia merengkuh tangannya di tongkat pemukul, mendekap tanganku.
"Akan kutunjukkan," katanya di telingaku. "Seperti ini. Kau bisa merasakannya? Rileks. Sekarang, bengkokkan pinggulmu—segalanya tergantung pinggul."
Hehe aku tau ucapan itu dari teman kelasku :') —author
Aku bisa merasakan wajahku memanas karena seluruh kelas sebelas dan sepuluh di lapangan ini memperhatikan kami. "Rasanya aku udah mengerti, gomawo."
"Jangan pacaran disini!" seru Baekhyun kepada kami. Semua pemain tertawa.
"Kalau kau memberikan lemparan yang bersih," balas Chanyeol, "dia pasti bisa memukul bola."
"Lemparanku ga bermasalah."
"Ayunannya juga bagus." Chanyeol menurunkan volume suaranya, ucapannya ditujukan kepadaku saja. "Putuskan kontak mata dengannya begitu dia melempar bola. Lemparannya tidak bersih, jadi kau harus berusaha keras agar tidak meleset."
"Ada pertandingan yang harus dilanjutkan, anak-anak!" teriak Mr Lay.
Berbarengan dengan itu, sesuatu di lapangan parkir menarik perhatianku. Aku merasa ada seseorang yang memanggilku. Aku menoleh, meskipun begitu aku sadar kalau namaku tidak disebutkan keras-keras. Akan tetapi di sampaikan diam-diam ke kepalaku.
Clary.
Sehun mengenakan topi bisbol warna biru pucat. Jari tangannya ditautkan ke pagar kawat berpola rantai. Badannya menempel di pagar. Dia tak mengenakan jaket, meskipun cuaca tak bersahabat.
Cuma hitam dari ujung kepala sampai ujung kaki. Matanya hitam pekat dan tak tertembus saat dia mengawasiku. Tapi aku curiga ada banyak hal di balik mata itu.
Clary Seta.
📜📜📜
Tbc.
Lanjut or unpub?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Lies ¦ Oh Sehun (Slow Update)
Fanfiction"Takut?"-sehun "Tidak." -Clary "Bohong." -Sehun "Aku tidak takut denganmu."-Clary "Tidak?"-Sehun "Mungkin aku hanya takut akan....akan-" -Clary "menyukaiku?"-Sehun Siapin hati biar kalian ga baper hehe. ©Dewinazhh, 16 june, 2018.