.....
"Selamat malam mba Prilly." Sapa seorang pria yang sudah berdiri tegap didepan meja. Menghadang beberapa perkumpulan sirkel kurang lebih lima orang yang tengah asyik bersenda gurau.
"Prill- lo ada urusan apa sama polisi?" Zitta menyikut lengan Prilly. Lantas atensi mereka langsung tersita menatap pria berseragam polisi itu dengan raut wajah resah. Sampai-sampai pengunjung cafe pun ikut memandang kearah mejanya, seolah mereka berspekulasi jika sedang ada razia dadakan.
"Gue gak ikut-ikutan ah prill." Sahut Eza.
"Apaan? gue aja gak tau, atau mungkin tadi kita melanggar lalu lintas kali ya?" Prilly berbisik-bisik, keningnya berkerut memikirkan kesalahan apa yang sudah ia perbuat. Karena jika sudah berurusan dengan polisi sangat kental sekali dengan tindakan kriminal. Antara ia yang salah atau boleh jadi ia ikut terseret pada suatu kasus?
"Maaf pak, kalau boleh tau ada apa ya?" Dava bertanya mewakilkan.
"Saya diperintah pak Arsa untuk segera menjemput mba Prilly." Jawab Rayan tegas. Name tag dibaju seragamnya tertera tulisan Rayansyah.
"Calon istri tersayang gini nih segala dijemput, mana sama polisi gak tuh. Kali aja besoknya dijemput presiden," Ucap Eza bergurau mencairkan suasana yang tegang. kini mereka semua menghela nafas lega, setelah mendengar ternyata kehadiran polisi itu hanya ingin menjemput Prilly untuk pulang.
Prilly sempat bercerita pada Eza, Zitta, Dava, dan juga Rani yakni mereka adalah teman-teman dekatnya. Tentang siapa Arsa juga tentang dirinya yang gagal menikah lalu pernikahan itu tetap dilanjutkan melalui perjodohan keluarga yang sama namun dengan pria yang berbeda.
"Biar saya yang antar pulang pak, tadi Prilly bareng sama saya soalnya,"dengan berani Dava menyangkal Rayan sang polisi muda itu. Dava menawarkan diri untuk mengantar Prilly, Dava tak ingin membuat Prilly gelisah lantaran harus dibawa pria yang menurutnya tersohor arogan.
"Tidak perlu, lebih baik anda juga segera pulang. Adik-adik semua disini masih pelajar pasti dicari sama orang tua kalian. Mari mba Prilly ikut saya.." tolak Rayan yang justru menyuruh Prilly agar beranjak dari duduknya.
"Tapi pak--" elak Dava masih berusaha.
"Jaga pertemanan yang sehat jangan ada minuman apa lagi obat terlarang. Karena kami polisi akan selalu melacak dan tahu siapa penggunanya," Polisi itu lebih dulu berbicara lantang, dia tak ingin dibantah. Rayan memberi peringatan pamungkasnya.
"Udah Dav gapapa. Gue pulang duluan ya guys, sorry banget nih," Ucap Prilly pasrah. Sekeras apapun cara ia mengelak apa lagi menolak untuk dibawa pulang oleh seorang polisi. Pastinya tak akan merubah apapun itu.
Prilly merutuki diri perihal perilaku Arsa yang seenaknya. Semua terkesan dadakan tidak ada kompromi sebelumnya dari Arsa. Prilly sadar jika ini sudah lewat lima menit dari perjanjian dirinya pada Arsa. Tapi kan hanya lewat lima menit? Lagi pula tadinya ia akan pulang sebentar lagi.
Mereka teman-teman Prilly bungkam. Tak ada lagi yang berani berasumsi, hanya mampu melihat kepergian Prilly yang mengikuti polisi itu bergegas keluar dari Cafe.
"Anjirlah. Untung aja kita janjian disini, coba kalau kita ketemuan di club, habis kita semua,"
"Calonnya Prilly kerja apaansih? sampe-sampe jemput doang pake bawa polisi segala, nyeremin,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive [REPUBLISH]
RomanceArsali Damarta, profesinya sebagai Polisi menjadikan dirinya begitu tegas, protektif dan juga posesif akan segala kepemilikannya. Arsa Menerapkan arti sebuah disiplin. Hal baru mengenai Arsa, dia mulai berani membuka hatinya lagi ketika dirinya dijo...