TIGA BELAS

26.3K 3.6K 82
                                    

Akan saya sudahi, sampai disini. -Gwen Paradista

Gwen berusaha mengusap air matanya dengan kasar. Ia mendekap Reno lebih erat, berusaha mencari kekuatan.

Bara saat ini sudah terdiam. Ia memperhatikan jalan di depannya sambil terus mengemudi.

"Saya turun di halte depan itu saja, Pak," Pinta Gwen pelan.

Bara diam saja. Ia tidak menghentikan laju mobilnya dan terus mengendara seperti tidak mendengar permintaan Gwen.

Gwen menghela napasnya. Rasanya begitu sakit dan berat. Ia tidak menyangka bahwa hidup yang ia jalani dengan hahahihi dan ketawa ketiwi setiap harinya harus berubah menjadi suram dan penuh masalah seperti sekarang ini.

"Pak, maaf. Saya mau turun." Lagi-lagi Bara berusaha tidak mendengar. Gwen mulai kehilangan kesabaran. Hingga akhirnya ia bersuara.

"Bara Dhananjaya! Saya mau turun. Dengan segala hormat, mohon Bapak hargai saya!" Suara Gwen terdengar bergetar. Bara yang kaget spontan menghentikan laju mobilnya dan menepikannya di depan sebuah minimarket 24 jam.

Saat mobil itu terhenti, Gwen memutuskan untuk membuka pintu mobil. Ia berdiri lalu mendudukkan Reno yang masih terlelap tidur. Diselimutinya Reno dengan syal yang selalu tersedia dalam tote bag Zara miliknya.

"Terima kasih, Pak." Gwen menutup pintu mobil Bara dan bosnya itu segera melajukan mobilnya tanpa bertanya lebih lanjut.

Gwen terduduk lemas di depan minimarket dengan satu buah botol air mineral dingin. Ditepuk-tepuk dadanya yang sakit setelah mendengar penuturan Bara. Ia mencintai Reno dengan sepenuh hatinya. Entah mengapa sejak pertama kali pertemuannya dengan Reno, ia langsung jatuh cinta. Padahal sejatinya Gwen bukan tipikal wanita yang mudah mencintai anak-anak. Tidak seperti Syila atau Andin yang selalu senang saat berhadapan dengan bocah-bocah.

Namun kali ini yang harus ia hadapi adalah Bara. Seorang Bara Dhananjaya yang hatinya sekeras batu dan jiwanya sedingin es. Dimana banyak hal yang disembunyikan oleh seorang Bara yang tidak banyak diketahui khalayak. Bos yang selalu membuat Gwen pusing setengah mati sejak ia menginjakkan kaki di perusahaan ini.

***

"Mas, nyerahin one month notice letter gimana sih?" Pertanyaan yang Gwen ajukan pagi ini saat ia memutuskan untuk menghadap Aryo di mejanya.

Aryo mengernyitkan dahinya keheranan. Bingung atas pertanyaan Gwen.

"Siapa mau resign?" Aryo menghujamkan pertanyaan pada Gwen.

"Gue." Jawab Gwen pendek.

Aryo seperti kebakaran jenggot mendengarkan jawaban Gwen. Ia melemparkan botol bekas air mineral yang sudah kosong ke arah tong sampah dengan emosi tinggi.

"Why?" Aryo menatap Gwen tak percaya.

"Lo lebay Mas."

"Jelas lebay! Lo lagi gila? Atau gimana?" Aryo menatap Gwen tidak percaya.

"Nggak gila kok, pengen resign aja. Bisa kan, Mas?"

"NGGAK!" Aryo menjawab dengan tegas dan lantang. Membuat seluruh anggota divisinya menoleh ke arah meja Aryo.

"Kok nggak bisa? Gue kan sama aja kayak anak-anak lo yang lain yang bisa resign juga Mas. Nggak adil dong." Gwen membela diri.

"Kenapa? Bilang ke gue kenapa mau resign!" Aryo seperti tidak sabar dengan segala jawaban yang akan ia dapatkan dari Gwen.

"Mau cari kerjaan lain dan suasana baru aja, Mas." Jawab Gwen berbohong. Kunci dari keputusan resign-nya ini ialah, ia ingin menghindari Bara sejauh mungkin. Dengan meninggalkan kantor ini, pastinya akan meninggalkan seluruh urusannya dengan Bara termasuk dengan Reno juga. Ia tidak bisa terus menerus terbelenggu dengan perasaan kasihannya pada Reno yang berujung kata-kata menyakitkan sebagai balasan dari Bara untuknya.

Hate First, Love You Later (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang