EMPAT BELAS

27.1K 3.6K 158
                                    

Kita terlalu kuat untuk menjadi lemah -Gwen Paradista

"Jadi kenapa? Kenapa sampai kepikiran ide gila mau resign, Gwen?" Aryo menatap wajah Gwen yang sudah terlihat pucat namun tetap tenang.

Malam ini sepulang kantor, Gwen menyetujui permintaan Aryo untuk duduk sebentar di kafe di bawah kantornya setelah pertemuan mereka siang tadi gagal dikarenakan Aryo ditugaskan Bara ke daerah Kemang.

"Lo di-hijack sama yang lain ya? Perusahaan mana?" Cercaan Aryo membuat Gwen menghembuskan napasnya perlahan. Boro-boro di hijack, habis resign gue mau kemana aja nggak tau.

"Gwen, bener?" Aryo seperti tidak sabar karena reaksi diam Gwen itu.

"Gue nggak di-hijack siapapun bahkan gue nggak tau mau kemana setelah resign." Aku Gwen jujur. Menurutnya percuma untuk berbual pada Aryo, toh seniornya itu punya seribu mata dan telinga melebihi netizen.

"Terus? Lo interview dimana aja?" Ingin rasanya Gwen berteriak di telinga Aryo bahwasannya ia belum tau akan kemana setelah pengajuan resign ini.

"Belum interview,"

Aryo mengacak-acak rambutnya kasar. Ia mungkin sedang tak percaya siapa yang berbicara di depannya saat ini. Gwen Paradista, junior kesayangan yang sangat ia andalkan dan memiliki reputasi terbaik di mata seorang Aryo Gunawan.

"Lo kenapa sih? Gue nggak kenal Gwen yang begini. Gwen yang gue kenal adalah wanita tangguh, penuh perhitungan dan perkiraan masa depan. Nggak akan gegabah dan nggak akan terhasut omongan siapapun. Ini siapa? Who are you? Are you Gwen? Really?" Aryo sedikit memiringkan kepalanya berharap Gwen melihat matanya. Namun wanita tersebut lebih memilih melayangkan matanya ke sembarang arah agar tidak bertemu mata dengan Aryo.

"Gwen, gue gimana mau kasih lo resign kalau nggak tau sebab dan akibatnya? Nggak jelas gini lo."

"Ada masalah? Lo berantem sama anak-anak kantor?"

"Lo nggak suka sama kerja gue? Sama gue yang hobi nyuruh-nyuruh?" Aryo melontarkan pertanyaan berderet-deret seperti kereta api, membuat Gwen pusing mendadak.

"Gue pusing, Mas. Bisa nggak satu-satu kalau nanya?" Gwen mulai berakting memijit keningnya.

"Ya jawab elah!" Aryo Gunawan mulai emosional.

"Gue mulai nggak nyaman aja, pengin cari suasana baru. Salah?" Gwen bertanya yang dibalas pelototan tajam Aryo.

"Astaga Gwen! Lo bukan anak kemarin sore yang baru gue hire ya! Jadi nggak usah berlagak sok kayak fresh graduate mencari jati diri. Gue tau lo sangat amat passionate sama kerjaan ini, gue tau lo nyaman sama lingkungannya karena semua sahabat lo di sini. Apa lagi yang nggak gue tau?" Kan benar, Aryo lebih hebat dibandingkan lambe turah.

"Tau apa lo soal passion gue, Mas? Emang selama ini gue cerita kalau gue passion atau nggak jadi analis? Emang selama ini gue bilang gue seneng kerja di sini?" Gwen semakin tidak suka atas pernyataan sepihak Aryo meski dalam hati Gwen setujui.

Bohong memang jika Gwen tidak mencintai pekerjaan ini, ia sangat-sangat mencintai pekerjaan ini sejak training beberapa tahun lalu. Ia sangat nyaman dengan lingkungan pekerjaannya karena merasakan banyak manusia yang senasib sepenanggungan. Namun haruskah ia jujur jika ini semua tentang Bara? Haruskah Aryo tahu masalah ini?

"Ada apa? Jujur sama gue." Aryo melembut.

"I wanna try another chance, Mas. Disini terlalu monoton." Bohong lagi Gwen.

Hate First, Love You Later (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang