Mataku melirik jam di atas nakas, masih pukul empat subuh. Aku berniat memejamkan mata lagi, tapi urung ketika suhu rendah menusuk kulitku. Karena itu aku mempererat selimut yang aku pakai. Tapi kenapa rasanya selimut itu berkontak langsung dengan seluruh kulitku?
Aku bangun dari tidur dan duduk bersandar pada kepala ranjang. Selimut yang aku pakai melorot hingga pinggul dan wait... Aku telanjang?!
Ya ampun Kim! Bisa-bisanya kamu bermimpi seperti ini? Telanjang dan bersama pria di dalam kamar hotel. Tidak bisa bermimpi yang lebih baik dari ini, Kim?
Ayo bangun Kim!
Kim bangun!
Bangun... Hiks bangun....
Aku tidak bisa bangun dari mimpi ini, karena semua ini bukan mimpi, ini ... nyata.
Air mataku mulai mengalir deras dan aku tidak bisa menahan isakanku. Bagaimana semuanya bermula, kenapa bisa jadi seperti ini? Aku -aku ingat semuanya. Tadi malam ... aku mengingatnya.
Aku mengingat bagaimana Bara tiba-tiba resah, lalu menarikku ke dalam kamar hotelnya, dan hingga dia menyentuh seluruh ... "Kim?" Suara Bara.
Aku abai, masih tetap menangis pilu dan terisak-isak. Aku masih tetap menangis sampai dia memegang bahu telanjangku, segera kutepis tangan jahanam itu. "Jangan pegang-pegang aku!"
"Maafin aku, Kim. Maaf...."
Aku mempererat lilitan selimut, meremasnya kuat-kuat untuk menyalurkan segala amarah yang kini membuncah dalam tubuhku. Kenapa? Kenapa harus aku yang seperti ini? Aku masih punya mimpi. Aku bukan perempuan polos yang awam akan hal ini, aku tahu jika sudah seperti ini ... bagaimana kalau aku hamil?
Tidak, Mama pasti kecewa. Dengan begini saja pasti sudah sangat kecewa, bagaimana kalau nanti aku hamil? Mama akan sangat sangat kecewa. Aku sudah berjanji pada Mama, aku akan menjadi dokter suatu saat. Aku sudah berjanji, jika aku akan menjadi orang sukses.
Tapi sekarang bagaimana? Aku kotor, aku munafik! Calissa benar, aku munafik! Aku kotor! Aku sangat kotor!
"Kimberlly, maaf...,"
"Aku bilang jangan pegang-pegang aku, brengsek!!" Aku memukulnya, menamparnya kuat-kuat dengan segala sisa tenagaku. Pipinya memerah akibat tamparanku. "Kalau maafmu bisa balikin semuanya, aku maafkan. Sekarang apa kamu bisa balikin semuanya? Hm?" Aku melirih. Sudah tidak kuat lagi berteriak.
Bara hanya diam. Apa dia mendadak jadi bisu dan bodoh? Dia hanya menunduk seperti orang dungu. Pikirannya sudah hilang? Ya, kalau masih ada tidak akan pernah dia menyeretku ke dalam kamarnya, melucuti pakaianku, dan ... aaaarrghh! Aku kehilangan yang disebut-sebut sebagai mahkota perempuan. Sesuatu yang paling berharga, hilang dalam sekejap dan semuanya gara-gara Bara.
Hari-hari sebelumnya aku kagum pada sosoknya. Selain tampan, aku kagum pada kemampuannya di bidang IT yang sangat menakjubkan. Kagum akan prestasi yang dia torehkan. Tapi hari ini, kagum itu pupus sudah, yang ada hanya benci.
Aku ingin marah menggebu-gebu padanya, ingin berteriak di depan wajahnya, ingin memukulnya lagi. Namun, aku tahu jika aku melakukannya, sama saja dengan kesia-siaan. Kegadisanku tidak akan kembali, kan? Maka, yang bisa kulakukan hanya berdo'a agar tidak ada nyawa lain yang tumbuh di rahimku.
"Kim, aku bener-bener minta maaf, aku salah. Demi Allah, aku gak sadar apa yang aku lakukan semalem. Semuanya tiba-tiba aja, badanku tiba-tiba panas dan aku gak yakin sama minuman yang dikasih Cal-"
"Gak usah bawa-bawa Allah, Bar. Alasan klasik! Udahlah mau gimanapun kamu pasti cari-cari alasan. Sekarang aku minta kamu keluar dari sini, aku mau pake baju yang semalam kamu paksa lepas, sebelum kamu merusak tubuh aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Barllyamore [Terbit]
Teen Fiction(AMAN DIBACA SIAPAPUN. Bukan hanya cerita fiksi, tapi dengan adanya cerita ini kalian bisa lebih membuka pikiran kalian. Tidak semua orang yang dipandang buruk adalah orang berakhlak buruk pula. Karena sebelum ada akibat, pasti ada sebab. Sebuah kes...