P a r t | 12. Datang

22.5K 1.3K 69
                                    

Lelaki baru bisa dikatakan lelaki sejati,
Jika ia berani mengakui kesalahannya dan mempertanggungjawabkan perbuatannya.

—Bintang Kimberlly A.

»»««

"Assalamu'alaikum."

Aku mengerjapkan mata beberapa kali, takut salah melihat wujud orang karena mataku yang sedikit kabur akibat menangis terus-menerus. Benarkah Bara yang berdiri di sana? Yang menatap mataku saat ini?

"Wa'alaikumsalam."

Mama maju beberapa langkah untuk menghampiri tamu kami, lalu menyalami ketiganya. Setelahnya Mama hanya diam, semua orang yang ada di sini bungkam seketika. Aku bisa melihat dari sini bagaimana tatapan Mama terpaku pada wajah Bara yang kini sedang menunduk.

Mama pasti masih mengingat wajah Bara, karena mereka sempat berbincang saat Bara mengantarku. Jelas sekali kalau mamaku sedang menahan amarah. Tangannya mengepal. Saat Bara mengangkat wajahnya, di saat itu pula pertahanan Mama kembali runtuh.

Bara maju satu langkah mendekati Mama. Dia mengambil tangan kanan Mama, menyalami tangan Mama sambil membungkukkan badan, dan berkata penuh penyesalan, "Saya Bara, Tante. Saya minta maaf karena sudah membuat Kim terkena masalah seberat ini."

Mama menarik kasar tangannya dari sungkeman Bara. Begitu Bara mendongak, aku memejamkan mata saat tangan Mama melayang menuju pipi Bara.

Plak!

Bunyi tamparan itu sangat jelas, sudah dipastikan Mama menampar Bara kuat-kuat. Sungguh aku tidak menyangka Mama akan sampai menampar Bara. Karena selama aku hidup, aku belum pernah melihat Mama bermain tangan sekalipun sedang marah besar.

Teh Kanya melepas genggaman tanganku lalu menghampiri Mama. Menenangkannya agar Mama tidak kembali kalut. Aku hanya bisa berdiri mematung, terlalu kaku untuk sekedar berjalan.

Kedua orangtua Bara tidak menghindarkan Bara dari kemarahan Mama dan terkesan membiarkan anaknya menjadi pelampiasan kemarahan Mama. Ya, aku sangat yakin Bara telah mengakui terlebih dahulu apa yang telah terjadi kepada orangtuanya. Pasti.

Raga ini belum siap melihat laki-laki yang bertanggung jawab atasku itu —buka atas diriku, tapi bayi ini, bersandang ke rumah. Terlebih lagi mengakui kesalahannya. Menyerahkan diri walau aku sudah memperingatkannya untuk tidak perlu bertanggung jawab. Tapi lihat? Dia bahkan datang tanpa diminta bersama kedua orangtuanya sebelum Mama mencari keberadaan Bara.

Aku terlalu terkejut.

"Kamu yang membuat putri saya hamil?!" cecar Mama, yang aku bisa lakukan hanya menunduk. Membiarkan Mama menyalurkan emosinya yang sejak tadi ia tahan. "Beraninya kamu! Kamu tahu anak saya menderita sekarang? Kim mendapat banyak masalah gara-gara kamu, tahu?!"

"Ke mana aja kamu? Kenapa baru muncul setelah masalah ini menjadi besar?! Baru berani pasang muka kamu?!"

"Ma, uda Ma. Kita bicara dengan kepala dingin, nggak baik Mama teriak-teriak. Kita bicarakan semuanya baik-baik, sambil duduk, ya?" Mama mengangguk menyetujui perkataan Teh Kanya. Walaupun aku tahu Mama belum bisa meredakan emosinya. Aku menyatukan jari-jariku dengan Mama saat ia kembali duduk di sampingku.

»»««

Isak tangis kembali memenuhi ruang tamu. Namun air mataku sudah tak tersisa lagi untuk sekarang. Ibunya Bara adalah salah satu di antara kami yang paling terpukul karena takdir mengatakan bahwa putranya telah menghamili seorang perempuan teman sekolah putranya, aku. Wanita seumuran Mama tersebut terus menggumamkan kata maaf di samping Mama, sampai hijab yang ia kenakan telah basah oleh air mata.

Barllyamore [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang