P a r t | 8. Penghasut

19.7K 1.2K 46
                                    

Semenjak aku tahu bahwa kini aku sedang berbadan dua, aku lebih banyak menghabiskan waktu di dalam kamar. Karena setelah pulang sekolah, waktuku untuk keluarga diambil alih oleh makhluk kecil di dalam perutku. Muntah. Jika dirasa mual itu sudah mereda, baru aku akan ikut berkumpul dengan semuanya.

Kemarin sore, kami baru saja pulang dari Resort Ciater. Aku butuh refreshing, melarikan sejenak pikiranku dari masalah akhir-akhir ini. Dua minggu setelah aku menyatakan diri sudah sangat baik dan sembuh dari sakit, tepatnya sehari setelah ujian sekolah, kami ke Resort Ciater dan untungnya Papa mendapat libur tambahan selama seminggu. Lusa Papa sudah harus dinas lagi. Berjuang menaklukan si burung raksasa, melintasi negara, benua, dan samudera.

Aku benar-benar butuh liburan ternyata, karena setelah ke Ciater, moodku jadi lebih baik. Apalagi semenjak Bara mengantarku pulang, hari-hari berikutnya aku merasa kami jadi sering berpapasan dan berinteraksi. Aku jadi pusing sendiri.

Hatiku gelisah kalau sedang bersama Bara. Ada rasa takut, terutama aku harus was-was, karena di sekolah bisa saja Sarah melihat Bara yang sedang mengobrol denganku dan mungkin akan menimbulkan kesalahpahaman. Anehnya, rasa benciku pada Bara seakan terkikis perlahan. Ini akibat attitude baiknya yang selalu dia tunjukan padaku.

Aku yakin, Bara hanya merasa bersalah padaku dan aku belum sepenuhnya memaafkan. Terkadang aku bersikap ketus dan kesal bukan main saat melihat Bara, kadang juga ada secuil rasa senang begitu Bara menyapaku. Kamu pasti seneng, kan. Liat ayah kamu sering nyapa aku? Ya, rasa senangku ini mungkin bawaan dia.

Bercermin.

Adalah kegiatan yang akhir-akhir ini sering kulakukan. Tidak ada yang berubah, badanku tetap sama, kecuali ... perutku yang sedikit menonjol. Rok rempel abuku juga sekarang terasa sangat pas, menjurus ke sesak. Sebenarnya berapa usia kamu, sih?

Tenang, Kim.

Satu minggu lagi ujian nasional dan setelah itu aku tidak usah takut ketahuan teman-teman dan guru lagi. Aku tidak usah pakai sweater terus-terusan waktu berangkat sekolah, bahkan sampai ke kelas. Aku jadi tidak usah lebih banyak diam di bangku, karena takut perutku bisa kelihatan membesar. Aku bisa bebas bersembunyi dari teman-temanku.

Namun, aku harus mengumpulkan mental untuk siap menerima kekecewaan dari keluargaku. Atau mungkin bukan hanya kekecewaan, kemungkinan besar aku dibuang. Iya, kita bakal dibuang.

Ketukan di pintu kamar mandi membuatku berhenti dari kegiatan bercermin. Listy memanggil namaku, "Kim? Udah belum?" tanya Listy.

Aku segera memakai kembali sweater hitamku. Aku percaya warna hitam bisa menimbulkan ilusi optik, bahwa badan akan terlihat lebih kurus jika memakai pakaian hitam. Termasuk juga bisa menyamarkan perutku yang sedikit membesar mungkin.

"Udah, Lis. Sebentar, tungguin."

Aku keluar dari bilik toilet. Banyak yang mengantre untuk mengganti baju seragam putih abu dengan baju olahraga.

"Teh Kim, masih sakit? Kayanya setiap hari selalu pake sweater." tanya Anggie, salah satu anggota Rehat kelas sebelas yang juga dicalonkan sebagai penggantiku nanti kalau sidah resmi lulus.

"Udah baikan sebenernya, Nggi. Cuma ini jaga-jaga aja supaya nggak sakit lagi, kan dingin terus. Teteh gampang banget sakit." jawabku terpaksa membohong. Imunku tidak serentak itu.

"Oohh gitu, sehat-sehat ya, Teh...."

Aku mengangguk sambil memberinya senyum. "Iya, makasih Nggi. Duluan ya."

Lalu aku dan Listy berjalan berdua menuju ke kelas lewat taman samping sebelah timur. Sebelum kami melewati taman samping, ternyata Listy dipanggil Miss Eva. Jadi terpaksa aku harus kembali ke kelas sendirian.

Barllyamore [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang