Ace (9)

778 119 0
                                    

Minhyun.

Seharian ini yang kulakukan hanya memperhatikan gerak-gerik Eunbi. Entah kenapa tapi aku curiga padanya, mungkin karena di keluarga kami hanya dia yang memiliki kemampuan lebih; indigo. Fakta itu yang membuatku terus-terusan memperhatikan apapun yang ia lakukan, bahkan saat dia ingin keluar untuk mengerjakan tugas aku bertanya dulu ia ingin ke mana.

Dan setelah kupikir lagi, Bobby sepertinya sudah tahu hal ini lebih dulu dari kami. Mungkin Yunhyeong memintainya bantuan atau bercerita lebih dulu padanya. Ini memicu keingintahuanku, sungguh.

"Aku pulang," Apa seseorang bisa melompat keluar dari pikiran? Karena Eunbi baru saja pulang. "Bersihkan dirimu dan turun untuk makan malam, ya."

"Baik, Kak."

Oke, aku masih ingin istirahat setelah membatu Kak Tiffany membersihkan rumah, jadi, "Hyunjin, aku ingin ikut bermain!"

Aku mengambil langkah seribu ke arah Hyunjin, "Ingin main game yang mana?"

"Bagaimana dengan yang ini?" Kataku sambil menunjukkan salah satu CD PlayStation miliknya, "Oke. Yang kalah harus belikan makanan!"

"Deal."


Normal.

"Minhyun, Hanbin, Eunbi, Hyunjin waktunya makan!" Ya, sesuai rencana Minhyun tadi akhirnya Tiffany melakukan pekerjaan dapur sendirian tanpa ada campur tangan sang adik. Keempat manusia yang berumur lebih muda darinya datang beriringan.

"Ada yang bisa kubantu, Kak?" Tawar Eunbi, "Tolong ambilkan peralatan makannya ya, Bi. Terima kasih."

"Sama-sama."

Setelah semua peralatan makan tersedia, baru saja Tiffany ingin mengambil sepiring nasi untuk adik-adiknya terhenti karena ponselnya berdering.

"Halo, ad-"
"Kami akan segera ke sana."

Kening Hanbin mengerut, ia memiliki firasat buruk tentang ini. "Kenapa, Kak?"

"Ayo bersiap ke rumah sakit sekarang!" Dan tanpa tahu alasan yang jelas, keempat adik Tiffany bersiap dan langsung menaiki mobil.

Mobil yang dikemudikan Tiffany melaju cepat membelah jalanan ibukota di malam hari. Karena jalanan sedang sepi tak apa 'kan jika melaju dengan kecepatan 120 KM/H?

Ketika yang lain khawatir akan menabrak karena rem blong atau dikejar polisi, lain halnya dengan Hyunjin. Laki-laki yang diketahui lahir pada tahun 2000 itu tampak menikmati laju kendaraan.

"Wah menyenangkan! Rasanya seperti sedang shooting film 'The Fast and The Furious' iya 'kan?" Ujarnya lalu menyenggol lengan kanan Hanbin, "Aku- aku ingin muntah." Hanbin menutup mulutnya dengan tangan kanannya dengan niat menahan agar tidak muntah di dalam mobil.

"Sampai Kak Hanbin muntah di mobil akan kutendang kau keluar, Kak!" Ancam Eunbi, "Sudah jangan ribut. Kita semua akan aman jika kalian diam, percayakan pada si Pembalap Hwang." Keadaan yang sebelumnya sangat kacau kembali seperti di awal-hanya perasaan tegang sekaligus ketakutan yang ditahan-karena ucapan Minhyun.

Ya, sebenarnya ucapan Minhyun tidak sepenuhnya salah. Kejadian yang sebenarnya adalah Tiffany menggantikan temannya yang seorang pembalap liar dan tanpa disangka Tiffany berhasil memenangkan balapan tersebut dan hanya Minhyun yang tahu.

Dengan mulus mobil mereka terparkir di dekat pintu masuk rumah sakit. Hanbin langsung keluar diikuti isi perutnya, Hanbin muntah. "Ayo ke ruangannya."
"Hanbin kau baik-baik saja?" Tanya Tiffany sambil menepuk-nepuk punggung Hanbin, "Ah iya, aku cukup baik."

"Hehe, maaf ya kau jadi mabuk. Ayo semuanya."


"Keadaannya sudah jauh lebih baik setelah sempat kritis tadi. Tetap tenang dan teruslah berdo'a agar pasien cepat siuman dari komanya."

"Terima kasih, Dokter." Sang Dokter pun mengangguk dan pergi setelah berpamitan. Tak lama setelah dokter tersebut pergi, pintu kamar kembali terbuka.

"Bagaimana keadaannya?" Tanya Tiffany pada siapa pun yang berada di ruangan bercat putih ini, "Jauh lebih baik. Tadi dia sempat kritis, aku takut ia takkan terbangun dan pergi dalam tidurnya."

Bibi Eunhye kembali menangis sambil mengelus pipi pucat putrinya, Kim Jisoo. "Sudahlah, Bu, jangan menangis. Kalau kau saja tidak kuat apalagi Kakak? Kau harus memberinya kekuatan, kau ibunya." Hanbin memeluk ibunya sambil sesekali menepuk punggung ibunya.

Malam itu perasaan lega, sedih, dan bersyukur-karena Jisoo masih bertahan hingga kini-jadi satu.


























Aku janji, aku akan pulang. Kumohon bertahanlah.

She's GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang