Ace (13)

1.1K 125 18
                                    

Hanbin terbangun dari tidurnya, punggungnya sakit sekali karena posisi tidurnya menelungkupkan wajahnya ke pinggir ranjang Jisoo.

Dengan keadaan setengah sadarnya Hanbin mengusap wajahnya lalu bergerak membangunkan Tiffany agar wanita itu segera sarapan dan pulang agar bisa istirahat dengan nyaman.

"Jam berapa memangnya sekarang, Bin?"

"Jam 7 pagi, Kak. Pulang dan kembalilah tidur."

Tiffany mengangguk lalu menyambar jas kerja serta tasnya namun sesuatu mengganggunya, "Kenapa Jisoo belum bangun?"

Hanbin segera mengecek keadaan Jisoo, tangan gadis itu dingin, wajahnya pucat. "Tidak, tidak, jangan pergi!" Jemari Hanbin segera menekan tombol untuk memanggil dokter sedangkan Tiffany segera menghubungi keluarganya.

"Tidak, Kak, jangan hari ini. Kumohon bertahanlah, jangan tinggalkan aku." Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Hanbin, ia tidak pernah membayangkan hal ini sebelumnya. Cukup ayahnya saja yang pergi meninggalkannya, kakaknya masih harus berada di sisinya sampai ia menjadi produser musik yang sukses.

Seorang dokter dengan beberapa perawat masuk terburu-buru ke kamar rawat Jisoo. Hanbin segera mundur memberikan ruang, ia ingin menangis tapi mendengar isakan Tiffany membuatnya harus menjadi lebih kuat.

"Tuan, Nona, mohon tunggu di luar sebentar." Ujar seorang perawat, "Tidak, aku harus menunggui adikku!" Tolak Tiffany. Demi apa pun, Hanbin juga ingin menunggui kakaknya itu tapi perawat tersebut terus saja menyuruh mereka agar keluar. Mau tak mau Hanbin keluar sambil sedikit menggeret Tiffany keluar ruangan.

Tiffany terus saja menangis di depan kamar rawat Jisoo sambil terus merapalkan do'a agar adik sepupunya itu tetap hidup.

"Kumohon jangan bawa dia." Ujarnya di sela-sela isakkannya.

Hanbin jadi panik sendiri, kakak perempuannya sedang di dalam berjuang untuk hidup sedangkan kakak sepupunya menangis tersedu-sedu dan ia hanya mampu melihat tanpa tahu apa yang harus dilakukan karena ia sendiri juga merasakan hal yang sama dengan yang Tiffany rasakan.

Keluarga mereka pun berdatangan bahkan kedua orang tua Eunbi dan Hyunjin pun turut datang. Tiffany segera memeluk bibinya sambil berulang kali mengucapkan kalimat ketakutan akan ditinggalkan, sama halnya dengan Tiffany, Bibi Eunhye juga merasa takut kehilangan anak sulungnya tersebut.

Atensi seluruhnya kini tertuju pada dokter dengan beberapa perawat yang keluar dari kamar rawat Jisoo, dengan sesenggukkan Bibi Eunhye menanyakan keadaan putrinya.

"Bagaimana keadaan anakku, Dokter? Jisoo... dia baik-baik saja 'kan?"

"Kami turut berduka cita atas meninggalnya saudari Kim Jisoo. Nona Jisoo sudah meninggal sekitar tiga jam lalu. Sekali lagi kami turut berduka cita, Nyonya."

"Tidak, tidak mungkin." Bibi Eunhye segera berlari memasuki kamar Jisoo, gadis itu terbaring kaku di bawah balutan selimut rumah sakit. Seketika ruangan tersebut penuh dengan isakkan tangis begitu selimut rumah sakit disibakkan oleh Bibi Eunhye.

Eunbi hanya terdiam menatap mayat Jisoo dari balik punggung ayahnya, Jisoo jelas-jelas ada di sana. Berdiri di dekat nakas sambil menangis dan berulang kali menyuruh keluarganya agar berhenti menangisi kepergiannya.

"Kak Jisoo? Kenapa?"

Dengan hidung memerah Jisoo mendekati Eunbi, "Bi, jangan lupa pesanku kemarin. Jadilah anak baik dan jangan menangis."

"TAPI KENAPA? KAU MEMBUATKU SEPERTI ORANG BODOH, KAK!" Hyunjin segera memeluk kakaknya itu, ia tidak tahu rasanya menjadi indigo tapi ia mencoba mengerti perasaan Eunbi. "Tenanglah, Kak. Jangan berteriak nanti kau lemas dan jatuh sakit."

"Bi, kumohon. Itu permintaan terakhirku, aku ingin kau menyanggupinya untukku."

Eunbi menutup matanya kesal, bagaimana bisa gadis itu benar-benar meninggal setelah mengiriminya pesan permintaan terakhirnya?

"Eunbi, kumohon. Lakukan untukku, ya?" Jisoo lagi-lagi memohon sambil terisak, membuat orang lain menangis karenanya sudah cukup menyakitkan. Akhirnya dengan sedikit berat hati Eunbi mengiyakan permintaan Jisoo.

...


Hari ini pemakaman Jisoo dilaksanakan. Eunbi memakai gaun broken white seperti suruhan Jisoo, begitu pula turut hadir kedua sahabat Jisoo, yaitu Jennie dan Seulgi. Abu Jisoo dikubur dengan sebuah pohon kecil.

"Kak, kau sudah menghubungi Kak Yunhyeong?" Tanya Eunbi dengan sedikit sesenggukan akibat menangis dari kemarin, "Sudah. Mungkin sebentar lagi datang. Di mana Jisoo?"

"Ia sedang menangis di sebelah Kak Jennie sambil menepuk-nepuk punggung Kak Jennie."

Minhyun mengangguk, gadis kecil teman bermainnya dulu kini sudah tiada. Gadis yang katanya kini sedang menenangkan sahabatnya meski hanya Eunbi yang melihatnya.

"Hyun, maaf aku terlambat."

Eunbi dan Minhyun sontak menoleh, "Hyeong, ayo ikut kami."

Yunhyeong tampak pucat setelah mendengar cerita Eunbi dan Minhyun, pohon kecil di depannya ini adalah makam dari gadis pujaan hatinya. Mungkin ini yang orang-orang namakan kehilangan sebelum memiliki, ternyata rasanya menyakitkan.

Dia baru saja merencanakan ingin menyatakan perasaannya pada gadis itu tapi takdir berkata lain. Keduanya mungkin tidak ditakdirkan bersama melainkan hanya untuk menjadi sebatas kisah yang berakhir dengan tidak begitu menyenangkan namun berkesan.

"Aku minta maaf, Hyeong."

"Untuk apa meminta maaf, Hyun? Mungkin ini sudah jalannya."

"Tetap saja aku menyesal. Kalian tidak seharusnya bertemu seperti ini."

Yunhyeong tersenyum hangat, tulus tanpa paksaan. Semua orang sedang hancur hari ini, tidak semestinya ia egois dan mengatakan kalau ia yang paling hancur, tentu saja keluarga-terutama ibunya Jisoo yang paling hancur.

Ditinggalkan memang menyakitkan, semua orang tentu tahu hal itu. Tapi dibandingkan dengan ditinggal pergi keluar kota atau keluar negeri lebih menyakitkan ditinggal pergi karena salah satunya hidup di dunia yang berbeda.

Semua orang juga tahu kalau tiap pertemuan pasti ada perpisahan dan keduanya meninggalkan kenangan. Yang berbeda hanya ada kenangan yang diingat membuatmu tertawa lepas dan ada juga kenangan yang diingat malah membuatmu menangis tersedu-sedu. Tapi dengan mengingatnya itu bisa membuatmu lebih kuat dari dirimu yang sekarang.






"Kami bertemu dan saling mencintai. Kami juga membuat banyak kenangan dan itu sudah cukup untukku. Aku mencintaimu."

iKON - Love Scenario

END.

.
.
.

Gimana guys endingnya? Gak jelas ya? Gak ngefeel? Aku juga kehabisan ide buat bikin endingnya kayak gimana. Jadi, maaf banget kalo kata-katanya masih ada yg salah atau cerita ini gak sekeren apa yg kalian pikirin karena aku jg masih belajar.

Dan makasih banget juga yang udah baca cerita ini, agak aneh ya ceritanya? Muakin gmn gt, hehe. Makasih buat yang udah support cerita ini!

Love and Hug,

Hana.

She's GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang