4

8.5K 1.1K 70
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Semakin kau lambungkan angan ke angkasa, maka semakin sakit saat kau terjatuh,"

Flashback off

Sinar mentari masuk melalui celah jendela, membuat gadis yang memiliki mata panda dadakan itu terusik dari tidurnya.

"Bang Dhani," parau Dilla, saat gadis itu masih menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya.

"Anak gadis enggak baik bangun siang-siang, kapan lakunya kalau kaya gitu?"

"Hei, yang jomblo itu Abang ya, aku udah ada yang punya. Kerjaan sih suka nilang kendaraan orang, masa nilang hati anak gadis orang enggak bisa?"

"Kamu ada-ada aja sih Dek, yuk sarapan sebelum Abang berangkat nugas!"

"Dilla enggak laper Bang," tolak Dilla.

"Ayah sudah berangkat kerja, lagian Bibi udah bikinin kita makaroni panggang," ucap Dhani dan tanpa babibu Dilla langsung berlari ke dapur tanpa mencuci mukanya terlebih dahulu.

"Katanya enggak laper!" teriak Dhani sembari menyusul adik satu-satunya itu untuk sarapan bersama.

Setelah Dhani sampai dan duduk di meja makan, ia tidak menemukan Dilla di sana. Kening pria itu mengkerut, matanya sibuk mencari kemana adiknya pergi. Setelahnya, bibi datang membawa seteko penuh jus jeruk yang terlihat begitu manis dan menyegarkan jika diminum.

"Dilla mana Bi?"

"Non Dilla, lagi di kamar mandi Den, gosok gigi dulu katanya."

Tak berselang lama, Dilla datang dengan wajah yang lebih segar, meski lingkaran hitam itu masih terlihat jelas di bawah kelopak matanya.

"Kamu begadang lagi ya Dek?"

"Semalam enggak bisa tidur Bang," Dilla tidak memberi tahu Dhani kalau semalam ia bertengkar lagi dengan ayahnya.

"Jaga kesehatan ya Dek, abang enggak mau lihat kamu sakit," ucap Dhani tulus sembari mengusap kepala Dilla.

"Makaroninya enak ya Bang, mirip buatan Ibu," ucap Dilla senang.

"Iya, Bibi sekarang udah pintar bikin makaroninya," Dhani dan Dilla melanjutkan sarapan mereka dengan lahap.

***

"La, ada tawaran dari Iman Gunawan buat kamu!"

"Wedding gawn?"

"Bukan."

"Party?"

"Bukan, tapi Manza,"

"Gawn apaan?"

"Hijab dan gamis gitu, bentar lagi kan ramadhan,"

"Enggak mau ah, tolak aja!"

"Yakin La? Iman Gunawan loh ini, enggak coba dipikir-pikir lagi?"

Gadis itu nampak berpikir, namun tetap menolak dengan tawaran yang Mira berikan.

"Ayolah Sasta Dilla Maharani, please kali ini aja. Kalau kamu masih enggak mau, aku ngambek."

"Nyesel aku pilih kamu jadi asisten kalau kaya gini jadinya, dikit-dikit ngambek, ya udah deh aku mau," putus Dilla.

"Nah gitu dong, itu baru ponakan tante namanya," ucap Mira senang.

Miranda adalah adik kandung almarhumah Rani satu-satunya. Usia Mira dan Dilla hanya terpaut satu tahun, ketika kecil Mira merasa sangat malu bila Dhani dan Dilla memanggilnya dengan sebutan tante, untuk menyenangkan hati Mira, kedua ponakannya itu hanya memanggil namanya saja tanpa embel-embel tante, dan hal itu berlanjut sampai mereka dewasa karena sudah terbiasa.

"By the way aku kesel sama Dhani," curhat Mira.

"Memangnya abang ngapain sampai tante aku kesel begini?"

"Ponakan laknat dasar, masa tante sendiri ditilang?"

"Emang nyogoknya pakai apaan?" tanya Dilla balik.

"Aku iming-imingi bikin makaroni, dia enggak mau," ucap Mira.

"Wajarlah enggak mau, orang tadi pagi udah dibikinin bi Lela, mana mau dia. Lain kali sogoknya pakai  cewek aja, siapa tahu abang khilaf, biar enggak jomblo lagi dia, kasihan."

"Bener La, enggak kepikiran tadi soalnya buru-buru mau ke sini."

"Jadwal aku sampai jam berapa Mir?"

"Barusan udah shoot terakhir kok."

"Ya udah, aku mau ganti baju dulu. Ehmm kamu pulang duluan aja Mir, aku mau ke apartemen Gilang soalnya."

"Hati-hati ya La, aku juga udah ada janji sama Bara, dah."

"Dah."

Setelah memarkirkan motornya, Dilla bergegas ke apartemen Gilang. Password kamar ini masih sama, dan Dilla bisa masuk ke dalamnya. Akan tetapi sebagian barang-barang di dalam ruangan ini sudah tidak ada, karena penasaran, Dilla memberanikan diri membuka kamar Gilang. Tidak ada siapa-siapa, Dilla melangkahkan kakinya ke arah lemari, Dilla membulatkan matanya saat melihat isi lemari tersebut telah kosong tak bersisa.

Dilla yakin, apartemen ini tidak mungkin kemalingan.

Dilla menelusuri semua ruangan apartemen ini, dan saat ke dapur Dilla menemukan dua mug besar yang sering ia dan Gilang gunakan. Namun, ada bekas lipstik di salah satu mug tersebut, dan masih menyisakan sedikit air di dalamnya.

"Lang, kamu dimana Lang?"

"Beraninya kamu masuk apartemen tanpa ada pemiliknya!"

"Tante," Dilla menolehkan wajahnya pada sumber suara.

"Ngapain kamu di sini?"

"Gilang dimana tante?"

"Jauhi anak saya! Dan mulai hari ini jangan cari-cari Gilang lagi," ucap Desi dengan sinis.

"Mulai hari ini dan seterusnya kamu terlarang untuk anak saya."

"Apa maksud Tante?"

"Gilang sudah menikah,"

"Tante pasti bohong, dimana Gilang sekarang Tan, dimana?"

"Apa kamu tidak mengerti apa yang saya ucapkan, hah? Gilang sudah menikah, dan meski saya benci, datanglah untuk memastikan kebenarannya!" ucap Desi sembari memberikan undangan resepsi pernikahan Gilang.

"Ini cuma akal-akalan tante kan biar aku nyerah?"

"Terserah kamu, yang jelas cepat pergi dari sini, karena sebentar lagi pemilik baru apartemen akan segera datang," usir Desi.

C. Choerunnisa
&
J. Ragilang

"Choerunnisa? Siapa wanita ini?"

....

DillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang