2

9.4K 1.3K 59
                                    

  بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ  

"Terkadang, hal sederhanalah yang membuat kita bahagia."

Cantika

###

Alarm handphone Dilla berbunyi, membuat gadis itu terperanjat dari tidurnya. Seingatnya ia masih menangis, menyandarkan tubuhnya di dinding dekat pintu, dan ketika terbangun, sekarang ia sudah berada di atas ranjang lengkap dengan memakai selimut, Dilla merasa, sepertinya ia mengigau tadi malam.

Dilla jadi ingat lagi kenangan masa kecilnya, karena igauan yang sangat parah. Jika igauan orang lain hanya sekadar bergumam tidak jelas, Dilla mengigau bisa sambil berjalan dengan mata terpejam, bangun-bangun ia sudah berada di dapur sembari memegang biskuit. Makanya ibu Dilla selalu mengunci kamar putrinya, karena khawatir Dilla mengigau sampai ke rumah tetangga atau bahkan kejalanan.

Dilla mengerutkan kening, seingatnya kebiasaan itu sudah hilang semenjak ia memakai seragam putih biru, entah kenapa malam tadi terjadi lagi?
Semakin di pikir, Dilla semakin merasa pusing, ia tak menghiraukan lagi hal tersebut dan bergegas ke kamar mandi untuk menjalankan rutinitasnya di pagi hari.

Tak butuh waktu lama bagi Dilla untuk bersiap, ia segera turun ke ruang makan, karena perutnya terus saja meronta minta diisi.

"Abang kemana Bi?" tanya Dilla sembari mengolesi rotinya dengan selai coklat.

"Aden olahraga, kalau tuan masih di kamarnya, sepertinya beliau sakit deh non,"

"Bibi anterin makanan gih ke kamarnya!" perintah Dilla pada Lela.

"Kamar tuan dikunci, non aja deh yang anterin, ya?" pinta bi Lela, wanita itu tahu kalau putri di rumah ini dengan majikannya, hubungan mereka tidak pernah terlihat baik. Meski begitu, ia mengetahui kalau keduanya saling menyayangi.

Akhirnya, mau tidak mau Dilla sendiri yang mengantarkan sarapan untuk ayahnya, karena selain almarhumah ibunya, Dilla lah yang menyimpan seluruh kunci ganda rumah ini.

Tanpa mengetuk pintu, Dilla membuka kuncinya dengan perlahan, setelah berhasil membuka pintu, Dilla segera menaruh nampan yang ia bawa di atas nakas, Dilla hendak kembali keluar dari kamar ayahnya. Akan tetapi, ia balik melangkah menuju ranjang lelaki yang sudah tidak muda itu kemudian duduk disisi ranjang. Tanpa sadar, telapak tangan Dilla menyentuh kening ayahnya, suhu panas itu mengalir ke telapak tangan Dilla. Gadis itu langsung mencari handuk kecil di lemari, setelah menemukan benda itu, ia langsung ke kamar mandi untuk membasahinya kemudian ia peras dengan kuat. Dilla letakan kain yang telah terbasahi itu ke dahi ayahnya, kemudian ia benarkan selimut untuk menutupi tubuh ayahnya hingga ke dada.

Ditatapnya wajah ayah yang terlihat semakin menua, kerutan disana sini, warna rambutnya pun kini sudah memutih sebagian. Pandangan Dilla beralih ke tempat kosong di samping ayahnya berbaring, membuat Dilla spontan menggumamkan nama seseorang, "Ibu," lirihnya.

Mengingat saat terakhir kali ia melihat ibunya, sesak, sedih, marah bercampur dalam hati Dilla, semua itu membuat rasa sakitnya kian menjadi-jadi, hingga kebencian pada ayahnya semakin meninggi.

Dilla kembali melangkahkan kaki dan berusaha untuk tidak menimbulkan suara. Namun, baru saja ia memegang handle pintu, ayahnya terbangun dan memanggil namanya lirih.

"Dilla." sebenarnya gadis itu ingin menoleh, akan tetapi ia lebih memilih untuk mengabaikan dan bergegas keluar.

"Dek," ucap Dhani heran saat melihat adiknya baru saja keluar dari kamar ayah, tempat yang selama ini paling gadis itu hindari untuk ia datangi. Dilla menatap sinis kakaknya, kemudian pergi dari sana.

DillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang