1

12K 1.6K 205
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Seandainya saja pintaku ini bisa diqabulkan, aku tak pernah ingin menjadi dewasa."

Sasta Dilla Maharani

###

Angin berembus dengan kencang, membuat anak rambut yang ada didekat daun telinga Dilla menari-nari. Gadis itu menarik anak rambutnya ke belakang telinga, ia rapatkan sweater yang dikenakannya karena suhu ditepi danau ini semakin dingin.

Terdengar suara cekikikan dari sepasang kekasih yang duduk tepat dibelakang dirinya, membuat refleks Dilla menoleh ke arah belakang saking kerasnya suara mereka, Dilla langsung memalingkan kembali wajahnya ke depan, karena objek yang cekikikan tadi sedang berbuat ulah yang membuat Dilla mual melihatnya.

Di zaman sekarang ini, orang-orang sudah tidak tahu malu lagi, bahkan tidak tahu waktu dan tempat melakukan kemesraan di muka umum.

Hari sudah semakin sore, langit pun kini berwarna jingga, danau sudah sepi. Akan tetapi, Dilla enggan untuk pulang, lebih tepatnya ia tak ingin pulang ke rumah, apalagi ia tahu kalau hari sabtu ayahnya ada di rumah dari jam tiga sore.

Tatapan Dilla memang pada hamparan air yang tenang itu, namun pikirannya melanglangbuana kemana-mana. Air mata Dilla menetes, rasanya ia ingin kembali menjadi anak-anak saja. Jika sore hari belum pulang, pasti ibu dan ayah akan mencari dan menjewer telinganya karena terlalu asik bermain layangan. Diusapnya air mata yang meleleh ke pipi dengan kasar, Dilla bangkit dari duduknya kemudian berjalan ke arah motor yang ia parkir di trotoar.

Tepat saat Dilla mennghidupkan mesin motornya, terdengar seseorang meneriakkan namanya.

"Dilla, Sasta Dilla Maharanie!" seru seorang pria bernama Dian.

"Ian," gumam Dilla sembari menyipitkan matanya.

"Tumben kamu enggak gabung sama Nia dan yang lainnya, bukannya Riska lagi ulang tahun?"

"Mau ke sana kok, aku cari kado dulu tadi."

"Kamu sendiri, ngapain ada di sini?"

"Biasa habis nongkrong sama temen, eh mau bareng enggak? Mobil baru nih!"

"Kamu ngelindur Ian, aku kan bawa motor juga," ucap Dilla membuat Dian terkekeh seketika.

"Padahal aku mau pamer mobil baru, gagal tes drive sama kamu deh," Rian memelas.

"Ya udah, aku duluan ya Ian, anak-anak pasti sudah kumpul, dah," setelah melambaikan tangan pada Dian, Dilla menstarter motornya kemudian segera melaju ke rumah Riska.

Namun, sebelum sampai ke rumah Riska, Dilla membelokkan kendaraannya menuju apartemen Gilang, kekasihnya.

Setelah menekan beberapa tombol, pintu apartemenpun terbuka, Dilla berlari ke dapur karena kerongkongannya terasa begitu kering. Setelah dahaganya tertuntaskan, Dilla duduk di sofa, diambilnya remote yang ada di atas meja, kemudian ia mencari chanel favoritnya.

Ceklek

Pintu kamar Gilang terbuka, laki-laki itu mengucek matanya kemudian berjalan dan duduk disamping Dilla.

"Kebiasaan deh suka tidur sore, enggak baik buat kesehatanmu, Lang," ucap Dilla khawatir.

"Enggak papa, meski aku sakit, ada kamu yang rawat aku."

"Aku beli kemeja ini buat kamu, pasti bagus," ucap Dilla sembari menyampirkan baju itu di pundak Gilang, "tuh, pas kan ukurannya?"

"Terimakasih, Sayang."

DillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang