بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
"Katanya jalan hidup ini penuh dengan lika-liku. Akan tetapi, yang kudapati hanya likunya saja tanpa ada jalan."
Sasta Dilla Maharanie
---------------------------
Hari terus berganti, kesehatan Reza semakin menurun, pun dengan Dilla, kondisinya tak jauh berbeda sangat memprihatinkan. Namun, gadis itu selalu berkilah bahwa ia baik-baik saja. Padahal, saking tirusnya tulang pipi Dilla terlihat menonjol, beruntung lingkaran hitam di bawah matanya dapat tersamarkan dengan make-upnya, tetap saja ia tidak bisa menutupi bahwa ia telah kehilangan berkilo-kilo bobot badannya.
"La makan ya, sedikiiit aja!" Mira tak pernah bosan menyuruh keponakannya itu untuk makan, meski tak jarang membuat Mira sangat jengkel karena Dilla susah sekali untuk dibujuk.
"Abang ke mana?"
"Kondisi Mas Reza drop lagi, pagi sekali Dhani sudah pergi ke rumah sakit."
"Aku mau ke sana Mir," ucap Dilla hendak meninggalkan ranjang, namun Mira segera menahannya.
"Jangan La, kamu lagi kurang sehat, lebih baik kamu istirahat aja di sini."
"Pokoknya aku mau ke rumah sakit sekarang," kekeh Dilla, tak dapat Mira pungkiri sering kali keponakannya itu terlihat seperti membenci ayahnya, Dilla tetaplah memiliki kepedulian yang besar terhadap Reza.
"Baiklah, aku mengizinkanmu dengan syarat habiskan dulu bubur ini sebelum pergi, ok?" Dilla hendak menolak, namun dengan cepat Mira berkata, "aku tidak mau ya kalau sampai kamu pingsan di jalan La, jadi cepat habiskan sebelum aku berubah pikiran."
***
Sudah beberapa hari Cantika merasa pusing dan mual, akhir-akhir ini ia menjadi sangat sensitif dengan bau, entah itu asap ataupun minyak wangi sekalipun. Cantika tidak ingat kapan terakhir kali ia mendapatkan tamu bulanannya.
Karena rasa penasaran, kemarin sore ia ke apotek untuk membeli alat pendeteksi kehamilan.
Empat dari lima test pack yang digenggamnya menunjukan garis dua. Bahagia dan juga sesak dirasakan Cantika bersamaan, ia bahagia karena kini di rahimnya ada nyawa yang harus ia jaga, namun jalan untuknya menyatukan kembali Gilang dan Dilla harus tertunda.Dor dor dor
Suara ketukan pintu mengembalikan kesadaran Cantika.
"Ka, gimana hasilnya Mami penasaran?" tanya Desi tidak sabaran.
Cantika membuka pintu, kemudian memberikan salah satu hasil testpack kepada mertuanya.
"Tuh kan Mami bilang apa, pasti kamu hamil, tanda-tandanya persis pas Mami hamil Gilang enggak suka aroma parfum, ternyata nurun juga sama anak kalian, makasih ya sayang Mami seneng banget," ucap Desi sembari memeluk Cantika.
"Pokoknya sekarang juga kita harus ke dokter kandungan."
"Mas Gilang Mi?"
"Halaah dia sih sibuk terus, nanti aja kita kasih tahu biar jadi kejutan. Ya sudah, Mami mau ganti baju dulu."
***
Dilla menatap cemas ayahnya, perlahan setelah sekian lama baru kali ini tanpa paksaan gadis itu meraih jemari sang ayah kemudian mengecupnya. Dilla tidak mengucapkan apapun, namun tanpa ia sadari, airmatanya jatuh ke tangan Reza. Peria paruh baya itu nampak tenang, seperti tengah tertidur, padahal tadi pagi kondisinya kritis, beruntung Reza dapat melewati masa itu dan sekarang ia bisa dikatakan stabil.
Dhani yang sengaja mengambil cuti karena shock dengan keadaan Reza, kini dapat melengkungkan senyumnya, selain kondisi sang ayah yang membaik, ia juga senang karena adiknya kini juga ada bersamanya, merawat pria yang ikut andil dalam kehadiran mereka di dunia.
"Dek, Abang tebus resep Ayah dulu ya?"
"Abang jaga Ayah, biar aku yang ke instalasi farmasi."
"Tapi Dek,"
"Sini resepnya," ucap Dilla sembari menadahkan tangannya. Mau tak mau, Dhani menuruti permintaan adiknya itu.
Sembari menunggu obatnya datang, Dilla mengambil handphone yang ada di dalam tasnya. Baru saja ia membuka kunci layar, banyak pesan masuk yang belum dibacanya.
Mira
Jangan lupa, jam dua kita ada photo shoot sama Mas Iman Gunawan
Setelah membalas pesan dari Mira, dan beberapa relasi yang Dilla kenal. Gadis itu kali ini menatap pesan yang tak pernah ingin ia baca, dari nomor yang sama yang sering menghubunginya hampir dua bulan ini. Entah mengapa, padahal Dilla sudah beberapa kali mengganti no telepon, tetapi nomor itu selalu mengiriminya pesan, dan Dilla yakin jika orang itu adalah Ragilang. Nama itu, baru terlintas dalam pikirannya saja, sudah membuatnya sakit, apalagi jika harus berurusan kembali dengannya. Tanpa membaca pesan itu, Dilla segera menghapus semua pesan dan memblokirnya, kemudian ia kembali memasukan ponselnya ke dalam tas. Tak lama kemudian, tiba gilirannya menebus resep. Setelah mendapatkannya, Dilla bergegas untuk kembali ke ruangan ayahnya. Karena terburu-buru, tanpa sengaja Dilla menabrak seseorang hingga orang yang ada dihadapannya terhuyung dan hampir jatuh jika Dilla tidak segera menangkapnya.
"Makanya hati-hati kalau jalan, untung saya bisa melindungi menantu saya, kalau tidak, kandungannya bisa terancam-" belum sempat melanjutkan perkataanya, Desi nampak terkejut karena orang yang menabrak ia dan menantunya adalah Dilla, "kamu," tunjuk Desi kepada Dilla.
Spontan Dilla melepaskan Cantika yang ada dalam rengkuhannya. Untuk beberapa saat, Dilla merasa tubuhnya dipaku, hingga ia sulit untuk bergerak ataupun berbicara. Pikirannya masih mencerna kata-kata Desi barusan, sahabatnya itu kini tengah mengandung anak kekasihnya ralat mantan kekasihnya, secepat itu.
"La," ucap Cantika yang hendak meraih tangan Dilla namun segera ditepisnya.
"Maafkan saya tante, lain kali saya akan lebih berhati-hati, dan selamat atas kehamilan menantu tante, permisi," Dilla segera pergi dari tempat itu tanpa menghiraukan Cantika yang terus memanggilnya.
Dilla meremas kerah bajunya, mulut dan sikapnya dapat berkata kalau ia sangat membenci Gilang, namun tak dapat ia pungkiri bahwa hingga saat ini ia masih mencintai pria itu. Jika saja ia bisa, ia ingin menghapus semua perasaan dan melupakan semuanya. Akan tetapi semua itu sangat sulit untuk dilakukan. Karena, membenci orang yang kita cintai, sama halnya dengan menancapkan anak panah beracun ke dalam dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilla
SpiritualTayang setiap Jumat. Aku memang punya mata, tetapi penglihatanku hanya silau pada gemerlapnya dunia, sedang ia buta akan kebesaran Sang Pencipta. Aku memang punya telinga, tetapi pendengaranku hanya berfungsi pada inga7r bingar kebisingan dunia, se...