Dera menatap batu nisan di depannya dengan wajah berurai air mata. Sejak satu jam lalu gadis itu menghabiskan waktunya di depan batu tersebut, meresapi semua kesalahan dan kesedihannya.
Angin bertiup pelan, menerpa wajah cantik Dera yang alami tanpa balutan make up. Rambutnya yang tergerai ikut bergerak mengikuti irama angin.
"Kak Rael, maafin Dera," lirih gadis itu seraya menempelkan dahinya di batu nisan tersebut.
Batu itu bertuliskan nama lengkap kakaknya, Raeldo Madevona. Lelaki kedua yang sangat disayanginya setelah sang Papa. Lelaki yang selalu membuat dirinya merasa terlindungi. Lelaki yang berhasil mengembalikan senyumannya. Dera rindu.
"And now Lea hate me too, Kak. Dera nggak punya alasan hidup lagi." Dera bermonolog di tempat sepi itu. Menumpahkan keluh kesahnya selama ini.
Dera menangis sendu sambil terus menyatukan keningnya dengan batu nisan tersebut. Setidaknya dengan ini Dera merasa seperti sedang memeluk kakaknya, sama ketika saat Dera memeluk Rael dulu.
Rael. Nama itu bagaikan sebuah pil pahit yang harus Dera telan. Berbagai kenangan indah selalu terngiang ketika dirinya mengingat nama tersebut. Namun ada satu titik Dera ingin sekali melupakan nama itu, namun sayangnya tidak bisa, Dera terikat dengan Rael.
"Mama nggak mau Dera ada," ucap Dera dengan bibir bergetar.
"Joan udah ngejauhin Dera," kata Dera lagi. "Dera kesepian Kak," lanjutnya dengan tangis yang semakin menjadi.
Senja mulai datang ketika matahari tenggelam di sebelah barat. Semburat oranye menghiasi langit kala itu. Indah, namun Dera tidak menghiraukannya. Dera perlu sesorang saat ini, atau setidaknya sesuatu untuk membuat dirinya lega.
"Dera pulang dulu," ucap Dera. Gadis itu meletakan bunga mawar putih di makam Kakaknya. Bunga yang menjadi kesukaan Rael.
---
"Ma, Lea pergi dulu," pamit Lea dengan Mayra.
Wanita yang melahirkan Lea tujuh belas tahun lalu itu tersenyum sekilas. Gurat kecantikan terlihat jelas di wajah dari seorang desainer itu.
"Jangan pulang kemaleman, Papa hari ini pulang," jawab Mayra seraya mengusap kepala Lea pelan.
Lea mengangguk lalu menyalami tangan Mamanya. "Lea pergi dulu," ucapnya sekali lagi sambil mencium pipi Mayra.
Hari ini malam minggu. Rencanya Lea memang menghabiskan malamnya di rumah Adel. Menonton film bersama ketiga sahabatnya, berbagi cerita hingga malam tiba, dan tentu saja makan-makan di rumah besar itu.
Kaki jenjangnya berjalan menuju ke luar rumah. Dress selutut berwarna peach terlihat sangat pas di tubuh langsing itu. Anggun dan cantik, itulah Lea.
---
"WOI ANJIR ITU HANTUNYA SEREM GILAAA!!!" teriak Adel dengan satu tarikan napas.
Ketiga sahabatnya terkejut bukan main, bukan karena hantu yang tiba-tiba muncul di layar tv besar itu, melainkan suara Adel yang mengalahkan seremnya itu hantu.
Lea menatap kesal Adel setelah telinganya berhenti berdengung. Posisinya yang paling dekat dengan Adel membuat gadis itu leluasa menjitak kepala Adel.
"Berisik!" sentak Lea dengan nada tidak suka. Percayalah! Jantung Lea saat ini benar-benar berdetak kencang saking terkejutnya.
Gea dan Mara terlihat hanya menghela napas karena kelakuan abnormal Adel. Adel? Jangan tanyakan! Gadia itu dengan santainya kembali menonton film horror tersebut.
"WOI ITU JANGAN KE SANA BEGO!" Lagi-lagi Adel berteriak dengan histeris.
Sekarang bukan hanya Lea yang menjitak kening mulus Adel, melainkan Gea dan Mara juga. Ketiganya kompak menghadiahi Adel dengan jitakan, akibatnya Adel meringis kecil.
"Berisik!" teriak ketiganya bersamaan.
Adel melongo melihat kekompakan ketiganya. Rasanya Adel tidak berteriak terlalu keras, ya setidaknya Adel emrasa begitu.
"Lagian orangnya bego sih, ada hantu disamperin," oceh Adel tidak memperdulukan kekesalan sahabatnya. Matanya memandang layar televisi itu dengan bosan, kata Adel sih pemainnya kurang ganteng.
"Udah gak cakep-cakep amat lagi," lanjutnya lagi.
"Ya udah jangan ditonton Adel," sahut Mara dengan nada lelahnya.
"Tapi kan seru." Adel melanjutkan menonton film di depannya.
Lea mengambil handphone miliknya yang terdengar berdering. Notifikasi dari Line muncul pertama kali.
Raffa Mahendra
Add back cantik (;Jantung Lea berdegub tidak karuan mendapat pesan dari Raffa. Apa yang terjadi pada Lea sekarang? Gadis itu bengong, menyerapi setiap kata yangdikirimkan Raffa.
Azalea
SudahLea mengetik balasan singkat itu dengan gemetar. Senyuman perlahan mengembang di bibir manisnya. Untung saja ketiga sahabatnya sedang sibuk menonton film horror, jadi tidak ada yang sadar kelakuan aneh Lea.
Raffa Mahendra
Maaf nih, besok gue Line ya. Skrng ngantuk, hehe.Azalea
Gapapa, tidur gihRaffa Mahendra
Ini udh prepera mau ridurAzalea
IyaRaffa Mahendra
Selamat malam nona Eidelwis (:Lea membulatkan matanya karena terkejut. Asatagaaaa!!! Hanya karena ucapan selamat malam dari cowok itu Lea sampai kehilangan kontrol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Azalea
Teen FictionKisah klasik tentang indahnya jatuh cinta. Tentang kesakitan untuk sebuah pengkhianatan. Dan tentang betapa kuatnya arti dari persahabatan.