Setelah sesi berpelukan antara keempat gadis itu selesai, Adel yang memang dasarnya tidak menyukai suasana seperti itu menarik Lea ke kantin. Lea sudah bisa sedikit tersenyum, meskipun kesedihannya belum sepenuhnya hilang.
Di sinilah mereka sekarang, menunggu dengan sabar makanan yang mereka pesan. Beberapa memandang takjub ke arah Lea, kecantikan serta keanggunan gadis itu memang cukup kuat menghipnotis banyak orang.
"Hai, boleh gabung?" tanya sebuah suara laki-laki yang terdengar dalam.
Mata Lea membelak ketika melihat Raffa berdiri dengan semangkuk bakso. Seketika jantung Lea bergemuruh tidak karuan melihat tatapan hangat dari mata teduh itu. Lagi-lagi Lea senam jantung kali ini.
"Ehh, boleh-boleh, silahkan," jawab Adel cepat lalu mempersiapkan tempat duduk untuk Raffa.
Sama seperti Lea yang menatap Raffa tanpa kedip, ketiga sahabatnya sepertinya juga melakukan hal yang sama.
Wajah tegas Raffa yang terlihat berkharisma, ditambah hidung mancung yang sangat pas di wajah itu. Lalu bibir tipis yang jika tersenyum akan melengkung sangat indah. Dan yang paling istimewa adalah bola matanya, berwarna hazel, menghangatkan siapa saja yang ditatapnya.
"Lea, ketemu lagi," kekeh Raffa menatap Lea dengan senyuman manisnya.
Lea merasakan dirinya kaku seketika, saat bola mata hazel tersebut menatapnya dengan jenaka. Wajah itu tersenyum geli menatap Lea, semakin membuat Lea salah tingkah.
"Lo yang namanya Raffa ya?" tanya Adel dengan antusias.
Raffa mengangguk sekilas, menatap Adel dengan wajah penuh senyuman. Adel yang melihat cowok itu tersenyum diam-diam menggigit bibir dalamnya, Raffa manis!
"Jadi kalian udah saling kenal?" Kini Gea bertanya dan menatap Lea dan Raffa satu persatu.
Raffa mengangguk sedangkan Lea tersenyum kikuk, bingung harus bercerita dari mana kepada temannya.
"Temen pertama gue di sini," jawab Raffa dengan kekehan pelan.
Lea mengangguk, menyetujui ucapan Raffa. "Murid baru yang ngebuat gue dimusuhin Bu Nola," renggut Lea ketika mengingat hukumannya hari itu.
Gea dan Mara tertawa mengingat hari dimana Lea dihukun oleh Bu Nola. Sedangkan Adel sendiri menatap tidak mengerti, karena saat itu dia sedang menjalani masa hukuman.
Sejenak Lea melupakan tentang masalahnya. Tiga orang sahabat yang selalu bersamanya dan ditambah seorang cowok yang entah kenapa berhasil membangun mood Lea kembali.
"Lo belum dapet seragam ya?" tanya Gea ketika memerhatikan seragam yang dipakai Raffa berbeda dengan siswa sekolahnya.
"Belum," jawab Raffa singkat.
Gea ber-oh ria, matanya memerhatikan sekeliling yang terlihat cukup ramai. Mara memainkan ponselnya, Adel memainkan meja dengan tidak sabaran, dan Lea? Gadis itu menelungkupkan kepalanya di lipatan tangannya.
"Del, Bayu tuh," ujar Mara sambil menunjuk seseorang dengan alisnya. Adel menoleh ke belakang, dan pandangannya bertemu dengan mata tajam Bayu.
Bayu, cowok kelas 11 IPS 3 yang sejak dulu menjalin hubungan dengan Adel. Cowok yang reputasinya terkenal sangat buruk. Merokok, playboy, brandalan, dan masih banyak lagi kesan buruk yang melekat pada dirinya.
Lea mengangkat wajahnya ketika mendengar nama Bayu disebut, begitu juga Raffa yang menoleh ke belakang. Posisi duduk Raffa dan Adel memang bersebelahan.
"Guys, gue balik dulu," ucap Adel dengan sedikit menyesal. "Baksonya lo aja yang makan, Ge. Ini uangnya," lanjut Adel seraya menyerahkan uang lalu dengan cepat melesat pergi.
Raffa mengernyit bingung dengan tingkah Adel yang seketika berubah. Sementara ketiga gadis itu terlihat seperti tidak acuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Azalea
Teen FictionKisah klasik tentang indahnya jatuh cinta. Tentang kesakitan untuk sebuah pengkhianatan. Dan tentang betapa kuatnya arti dari persahabatan.