Surprise!

10 2 0
                                    

Lea menggandeng tangan Dera untuk masuk ke dalam rumah besarnya. Gadis di belakangnya itu sejak tadi hanya diam sambil terus mengikuti langkah Lea.

Wajah Dera terlihat sedikit tegang, entah karena apa. Sementara si pemilik rumah sejak tadi terus tersenyum senang, masih dengan mengenakan seragan sekolahnya.

"Mamaa," Lea sedikit berteriak agar suaranya terdengar sampai lantai atas.

Hening. Lea menunggu orang yang dipanggilnya tadi. Wajahnya terlihat berseri, memancarkan kebahagiaan yang hanya diketahui Lea.

Beberapa saat kemudian, seorang wanita paruh baya dengan pakaian stylish terlihat menuruni tangga. Wajahnya menunjukan gurat lelah. Wajar saja, wanita bernama Mayra itu memang seharian berada di butik.

"A surprise for you, Mam!" lanjut Lea dengan wajah semringahnya. Tangannya menunjuk Dera yang masih terlihat tegang.

Mayra tersenyum tipis menanggapi kehebohan putrinya itu. Sementara ini Mayra sama sekali tidak menatap Dera, membuat Dera semakin gelisah di tempatnya.

"Kamu baru dateng?" tanya Mayra sembari mengelus pipi Lea dengan sayang.

Dera membeku melihat pemandangan itu terjadi di depannya. Sudut di hati kecilnya berontak menahan sakit hati. Namun apa boleh buat, dia hanya bisa terdiam menyaksikan kejadian di depannya.

"Ma? Kak Dera...,

"Masuk dulu gih, ganti baju, terus makan," potong Mayra yang membuat Lea mengernyit tidak suka.

Lea menatap Dera yang masih enggan bersuara. Bibirnya tertarik sehingga membentuk senyuman meminta permakluman. Dera hanya menanggapi hal tersebut dengan anggukan kepala.

Lea menaiki tangga rumahnya dengan perasaan gusar. Hubungan Dera dengan mamanya memang tidak pernah baik sejak dulu, sehingga Lea khawatir apa yang akan mamanya lakukan terhadap Dera.

Sepeninggal Lea, kedua orang itu kini terdiam dengan pikiran mereka masing-masing. Mayra dengan senyum sinisnya, jauh berbeda dengan Mayra yang tadi berhadapan dengan Lea. Dera dengan wajah gelisahnya.

"Sudah puas keliling dunia, Adera Daisy?" Mayra bertanya dengan nada sinis dan tatapan tajamnya.

Dera terdiam, membungkam mulutnya dan tidak menjawab pertanyaan Mayra. Matanya terasa panas menahan air mata yang ingin meluncur keluar.

"Ma...," lirih Dera memandang wanita di depannya dengan tatapan penuh kerinduan. Suaranya selembut helaian angin di teriknya matahari.

"Apa yang kamu inginkan lagi? Uang? Mobil? Atau sekarang pesawat pribadi?" Mayra menatap bengis gadis yang terlihat menyedihkan itu.

"Dera minta maaf," ucap Dera dengan ketulusan hatinya.

Mayra berdecih mendengar permintaan maaf yang dilontarkan gadis di depannya itu. Gadis yang juga terlahir dari rahim yang sama seperti Lea. Gadis yang entah sejak kapan menjauhkan diri darinya.

"Minta maaf? Apa maaf bisa buat kakak kamu balik lagi?! Apa maaf bisa buat Rael hidup lagi?! Maaf kamu nggak guna!" bentak Mayra dengan kemarahan serta air mata yang terus meleleh.

Hati Dera mencelos ketika mendengar Mamanya melontarkan nama Rael. Matanya semakin berair. Ingin rasanya dia  menutup telinganya rapa-rapat ketika Mayra melontarkan kata-kata tersebut. Dera pembunuh, Dera membunuh Rael, Dera seorang penjahat!

"Kak Rael? Maksud Mama apa?" Tiba-tiba suara Lea terdengar dan mengejutkan Mayra.

Lea datang dari lantai atas, sudah berganti dengan baju santainya. Suara cewek itu terdengar bergetar hebat. Rael, kakaknya, sosok pahlawan selain Papanya.

"Jawab Lea Ma!" Lea berteriak emosi. Percakapan Mayra dan Dera tadi sedikit terdnegar  olehnya, membuat Lea diselimuti rasa penasaran sekaligus takut.

"Mama benar, aku yang ngebunuh Rael." Pengakuan yang terlontar dari bibir Dera itu membuat Lea membeku.

Lea terdiam, masih mencerna apa yang tadi dia dengar. Ingin rasanya dia tidak percaya, namun raut serius dan sedih yang ditampilkan Dera membuat Lea semakin meradang.

Lea menatap bengis Dera, jauh berbeda  ketika tadi siang gadis itu menatap Dera. Dengan langkah tak sabaran, Lea melangkah menjauh dari ruang keluarga. Lea pergi dari rumah dengan perasaan membuncah marah.

"Puas?" Mayra ikut pergi meninggalkan Dera yang tengah menangis tersedu.

"Dera bodoh!" teriak Dera kepada dirinya sendiri. Tangannya sibuk memukul tembok, sesekali Dera juga menghantamkan kepalanya di tembok.

Dera manusia, dan Dera berhak memiliki kesalahan.

AzaleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang