Sore yang cerah di sekolahku tercinta SMA Guna Bhakti, Jakarta. Sebuah sekolah favorit yang menjadi idamanku semenjak duduk di bangku SMP, dan kini aku bisa mewujudkan impian itu menjadi salah satu murid di sekolah yang cukup terkenal di kawasan Jakarta Timur ini. Aku tersenyum lebar, lalu mengucap syukur dalam hati, karena bisa menginjakan kaki di rumput pelataran sekolah yang hijau serta membentang luas ini. Langkahku semakin percaya diri mendekati sekumpulan murid-murid di tengah lapangan yang sedang berbaris. Bersama hembusan angin yang menyapa manja, aku membawa tubuh ini dengan suasana hati yang riang gembira. Karena dapat bergabung dan menjadi bagian dari mereka.
''Hai ... kamu yang baru datang!'' seru seseorang di antara barisan itu dan menatapku dengan sorot mata yang tajam.
''Saya, Kak?'' sahutku ragu-ragu serta menatap balik ke arah laki-laki yang berdiri tegap di depan barisan.
''Ya ... siapa nama kamu?'' Suaranya lantang dan tegas.
''Nama saya, Bayu Ramadhan!'' jawabku canggung, pandanganku menunduk dan tak berani menatapnya.
Bayu
''Lain kali jangan terlambat lagi, ya ... hari ini masih bisa aku maafkan ... karena kamu baru gabung di PMR, tapi jika kamu terlambat di kemudian hari, akan ada hukuman buat kamu!'' Mata laki-laki kakak kelasku ini masih terlihat tajam, suaranya keras dan penuh dengan penekanan.
''Baik, Kak ...'' Aku mengangguk pelan.
''Oke ... sekarang kamu letakan tasmu di bawah pohon mangga yang ada di sebelah sana! Letakan bersama tas teman-temanmu ... lalu kamu balik ke sini dan berbaris dengan yang lainnya!'' titahnya.
''Siap, Kak!'' tanggapku sigap, lalu berjingkat menuju pohon yang telah ditunjukan oleh kakak pembina tadi. Di tempat itu ada banyak tas yang bertumpuk dan ada juga beberapa kakak kelas yang sedang duduk-duduk sambil bercengkrama. Saat aku tiba di depan para kakak kelas itu, salah satu dari mereka memperhatikan aku dengan sangat saksama. Mata beningnya terfokus ke arahku seperti orang yang sedang terpana. Pandangannya liar bagai seekor kucing yang mengincar mangsa.
''Permisi, Kak ... saya mau meletakan tas saya di sini!'' ujarku malu-malu dengan suara yang rada gemetar.
''Oh, ya ... silakan!'' sambut dia dengan melepas satu senyuman miring yang terlihat aneh, tetapi aku tidak terlalu mempedulikannya. Karena aku harus segera bergabung dan berbaris kembali bersama teman-teman yang lain. Dan ketika aku melangkah menuju barisan, aku menyempatkan diri untuk melengos ke arah kakak kelas itu, sungguh tak dapat dipercaya ternyata dia masih menatapku dengan pandangan mata yang masih kelewat misterius. Aku secepatnya memalingkan muka dan masuk ke bagian barisan.
Well ...
Aku bersama teman-teman yang lain berlatih baris-berbaris, kemudian dilanjutkan dengan acara perkenalan dan rendezvous terhadap lingkungan sekolah. Oleh kakak pembina, kami para junior dibagi dengan beberapa regu dan setiap regu ada lima orang yang akan dipandu dan dibimbing oleh satu orang kakak kelas. Dan kebetulan sekali, ternyata reguku mendapat seorang pembimbing dari kakak kelas laki-laki yang sedari tadi memperhatikan aku.
Si kakak pembimbing ini mengumpulkan kami berlima dan berbaris sejajar menghadap ke arahnya.
''Selamat sore, Adik-adik!'' salamnya dengan suara tegas dan jelas.
''Selamat sore, Kak!'' jawab kami serempak.
''Oke ... perkenalkan nama saya Ilham Barata, saya akan menjadi kakak pembimbing kalian, dan saya ingin mengenal kalian terlebih dahulu ... kalian sebutkan nama kalian satu per satu dimulai dari yang sebelah kanan!''
Ilham
Dia menatap kami satu per satu sambil mendengarkan ucapan yang dilontarkan kami, dan saat tiba giliranku, tatapannya mendadak menjadi fokus dengan mimik muka yang berbeda. Laki-laki berkulit putih itu masih memandangku dengan pancaran mata yang lebih teliti, bahkan terkesan kelewat over dari pandangan seorang laki-laki terhadap laki-laki yang lain. Namun aku tidak mencurigai apa pun, dari gelagatnya yang tergolong super aneh tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
H O r M O n
Короткий рассказUntuk 13++ ''Tanyakan pada dirimu ... apakah kamu tidak memiliki rasa sedikit pun terhadapku?'' ujar Kak Ilham masih dengan nada geram. ''Jika benar kamu tidak mempunyai perasaan itu ... aku rela untuk mundur ... dan tidak akan mengganggumu lagi!''...