Part 4 : Pacaran

7.7K 204 9
                                    


Crazy ...

Umpatan yang sangat tepat buatku, bagaimana mungkin aku membuat keputusan yang super bodoh dan ceroboh itu. Aku menerima Kak Ilham menjadi pacarku, kedengarannya sangat konyol sekali. Apakah otakku sudah dicuci bersih, hingga aku tidak bisa berpikir secara waras seperti ini? Aku yang tidak pernah sedikit pun berpikir akan jatuh cinta dengan seorang laki-laki, tiba-tiba aku harus mempunyai pacar seorang laki-laki. Bedebah ... apakah memang aku memiliki cikal bakal gay, sehingga aku dengan sangat mudah terbawa dengan aliran para homoseksual? Oh ... tidak! Aku tidak mau menjalin hubungan terlarang ini, hubungan aneh yang sulit diterima dengan akal sehat.

Untuk beberapa lamanya aku menjalin cinta sejenis ini, namun aku selalu membatasi diri dan membuat perjanjian ketat dengan Kak Ilham bahwa aku tidak mau disentuh olehnya. Karena sejujurnya aku masih merasa jijik dan enggan dengan hubungan menyimpang semacam ini.

''Kenapa murung aja sih, Bay?'' Siang itu Kak Ilham menegurku sebelum makan siang di kantin. ''Ada apa, sih? Muka kok, ditekuk-tekuk kayak kain kumal aja!'' lanjutnya sambil mengusap-usap pipiku.

''Aku kesal, Kak ... selalu disindir sama teman-temanku!'' ujarku.

''Kesal kenapa?'' Kak Ilham mulai memasang wajah serius.

''Soal sikap Kakak yang kelihatan mencolok banget terhadapku, mereka bilang aku anak kesayangan Kakak, jadi aku selalu dimanja dan diperlakukan berbeda ...''

''Hahaha ... siapa yang berani bilang begitu, Bay?''

''Teman-temanku, Kak ...''

''Bawa teman-temanmu ke sini ... biar kutonjok tuh, mukanya!''

''Jangan, Kak ... sebaiknya Kakak aja yang merubah sikapnya!''

''Jadi kamu tidak suka, aku perlakukan kamu berbeda dengan teman-temanmu yang lain?''

''Bukan begitu, Kak ... sebaiknya saat di depan temanku, Kakak bersikap biasa saja ... jangan memperlihatkan Kakak terlalu membela dan melindungi ...''

''Apakah aku salah aku melindungi dan membela pacarku sendiri?''

''Iya ... tapi mereka 'kan tidak tahu, Kak ... kalau kita berdua ini ... pacaran.''

''Hmmm ... ya, sudahlah ... terserah kamu saja, Bay! Aku menuruti kamu.''

''Terima kasih, Kak ...''

''Udah yuk, kita makan ... nanti keburu habis jam istirahatnya!''

''Oke!''

Kak Ilham merangkul pundakku dan membawa masuk ke bangunan kantin, lalu dia memesan dua piring nasi campur dan dua es teh manis kepada pemilik warung. Kemudian dia duduk di bangku kosong tepat di sebelahku.

''Bay ... ntar malam kita jalan, yuk!'' ujar Kak Ilham.

''Jalan ke mana, Kak?''

''Ntar malam 'kan malam minggu, Bay ... gimana, kalau kita jalan ke Kota Tua ... biasanya di sana ramai, lho ...''

''Baiklah, Kak ... aku mau!''

''Gitu dong ... itu baru namanya pacar Ilham!'' bisik Kak Ilham di kupingku, karena tidak mau terdengar oleh teman-teman lain yang berada di kantin ini. Aku hanya terkekeh mendengar bisikan Kak Ilham.

''Hehehe ...''

Sejurus kemudian, makanan pesanan kami tiba, kami berdua sejenak berdoa sebelum menyantap hidangannya dengan lahap, hingga habis tak bersisa. Alhamdulillah.

***

Malam minggu di Kota Tua, Jakarta Barat. Aku dan Kak Ilham menghabiskan waktu dengan jalan-jalan di sana. Melihat keramaian pasar malam ala masyarakat kelas menengah ke bawah dengan berbagai hiburan murah meriah, namun tetap terlihat elegan dan mewah. Malam ini benar-benar menyenangkan, setiap wahana pertunjukan kami saksikan dan nikmati dengan hati gembira.

Hingga tanpa sadar kita sudah berada di penghujung malam, tepat pukul 00.00 WIB, aku dan Kak Ilham memutuskan untuk pulang. Kak Ilham mengantarkan aku sampai ke rumah, dan saat di depan rumah, aku merasa Kak Ilham berat untuk melepaskanku.

''Bayu ...'' ujar Kak Ilham.

''Ada apa, Kak?'' sahutku.

''Apa aku boleh nginep di tempat kamu? Aku sudah ngantuk banget ... aku lelah ... aku tidak bisa melanjutkan perjalanan pulang.''

''Jangan banyak alasan deh, Kak! Pasti Kakak cuma modus ...''

''Aku serius, Bay ... apa kamu tega lihat aku kelelahan ... kalau aku kecelakaan bagaimana?''

''Ya, sudah ... kamu boleh nginep!''

''Assiikkk!''

Kak Ilham tersenyum lebar, dia memarkirkan motornya di serambi rumahku, sementara aku mengetuk pintu rumahku beberapa kali, karena sudah terkunci dari dalam dan lampu rumah sudah dalam keadaan mati. Setelah tiga kali aku mengetuk pintu, akhirnya Ayahku terbangun dan membukakan pintu untuk kami.

''Baru pulang toh, Nak?'' Ayah memandangku dengan mata yang sayup, beliau masih nampak mengantuk.

''Iya, Ayah ... maaf ... Bayu pulang agak telat.'' Aku memasang wajah yang memelas.

''Hmmm ...'' guman Ayah sambil memperhatikan Kak Ilham yang berdiri di sampingku.

''Oh, ya ... ini Kak Ilham, Yah ... dia kakak kelas Bayu ... karena sudah larut malam dia mau menginap di sini ... boleh 'kan, Yah?''

''Iya, boleh ...''

''Terima kasih, Om ...'' Kak Ilham tersenyum dengan sedikit membungkukkan badannya, sopan sekali.

''Iya, sudah ... ajak masuk ke kamarmu aja, Nak ... Ayah tidur duluan ya, selamat malam!'' Ayahku masuk kembali ke kamarnya.

Aku dan Kak Ilham saling berpandangan, lalu tanpa berbuat banyak lagi, Aku langsung membawa Kak Ilham berjalan menuju kamarku.

''Ini kamarku, Kak ... maaf ya, sempit dan agak berantakan.'' Aku menyalakan lampu kamarku dan melepaskan sepatuku.

''Tidak apa-apa, yang penting aku bisa tidur,'' sahut Kak Ilham enteng seraya melepas sepatu dan segera melayangkan tubuhnya ke atas kasur.

''Aah ... empuk juga kasurnya ... rasanya nyaman, deh!'' celoteh Kak Ilham setelah rebahan di tempat tidurku. Aku hanya tersenyum geli melihat tingkah Kak Ilham yang terlihat girang seperti anak kecil.

''Iya, sudah ... kalau Kakak capek tidur aja, Kak! Bayu mau ke toilet dulu ...'' Aku membalikkan tubuhku dan pergi meninggalkan Kak Ilham yang masih bergulingan di atas kasur.

''Jangan lama-lama, Bay!'' komen Kak Ilham.

''Siip!''

H O r M O nTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang